Fayyana mengelus perutnya yang sudah berbunyi sejak subuh tadi, ia benar-benar sangat lapar dan ia tidak bisa menahannya sampai sekolah.
Fayyana menghela nafas gusar menutup pintu kamarnya melirik ke bawah memeriksa apakah ayahnya ada dibawah.
"Syukurlah" Guman fayyana mengelus dadanya ketika tidak melihat arga di bawah sana dengan cepat ia melangkah menuruni tangga untuk pergi ke meja makan, untuk memakan sesuatu agar ada yang menjangggal perutnya.
Langkah fayyana terhenti ketika melihat arga, aeera dan rafael tengah makan sambil bercanda sesekali. melihat ayahnya tersenyum lebar sambil memangku rafael membuat perasaannya campur aduk.
"Non, ayo sarapan" ucap bik imah membuat arga, aeera dan rafael menoleh.
Fayyana mengepalkan tanganya ia merasa binggung apakah ia harus makan dulu atau pergi saja, tapi, di sisi lain ia tidak bisa menahan rasa laparnya membuat perutnya terasa sakit.
"Non..." panggil bik imah lembut.
Fayyana menoleh melirik bik imah, bik imah yang di lirik pun lantas menganggukkan kepalanya pelan. melihat itu fayyana menghela nafasnya lalu berjalan ke arah meja makan.
"Jangan makan di dekat saya!" Fayyana yang tadinya berniat menarik kursi untuk ia duduki mengurangkan niatnya.
Aeera tersenyum tipis melihat arga membentak fayyana "saya tidak mau makan dengan pembunuh sepertimu!" tekan arga.
Fayyana melepaskan tanganya yang tadi memegang kepala kursi "jangankan melihatmu, mencium aroma tubuhmu walau sedikit saja saya tidak sudi" Lontar arga menatap fayyana dengan tatapan penuh kebencian.
"Saya menerimamu tinggal disini karna putri kesayangan saya, vania." ucapnya.
Fayyana mengepalkan tanganya menahan dirinya agar tidak balik menatap arga. "Non makan di halaman aja ya, nanti saya antarkan" ujar bik imah"
Tak ingin mendengar kata-kata menyakitkan dari arga dengan langkah lebarnya fayyana dengan cepat meninggalkan ruangan makan itu.
"Saya permisi tuan, nyonya" ucap bik imah sambil memegang nampan yang berisi roti tawar yang sudah ia kasih selai itu.
***
"Non.." Bik imah tersenyum ketika melihat fayyana duduk si kursi halaman, ia merasa senang fayyana tidak pergi begitu saja tanpa sarapan.
"Non ngga pergi?, tumben" ucap bik imah mengulas senyum.
"Saya lapar" Cetusnya.
"Ini non, dimakan" Bik imah meletakkan nampan roti itu di meja. "ucapan tuan, jangan di masukin dalam hati ya, non" ujarnya.
Fayyana meraih roti itu lalu memasukkan ke dalam mulutnya "Mau saya masukin dalam hati juga dia ngga bakal perduli" ucapnya ketika selesai menelan roti itu.
"Tapi non bibi yakin ka-"
"IMAHHHH!" teriakan mak lampir aeera membuat bik imah menoleh ke arah pintu "saya permis ya non-" ujarnya lalu masuk terburu-buru untuk menemui aeera.
"Keyakinan bibi tidak akan pernah terbukti" ucap fayyana "saya sudah hampir berusia delapan belas tahun tapi ayah tidak pernah menoleh ke arah saya, bahkan sedetik pun" monolog fayyana tanpa sadar bulir-bulir air mata jatuh membasahi pipinya.
Menyadari air matanya yang berjatuhan tanpa di suruh membuat fayyana dengan cepat mengusap air matanya menggunakan tangan kirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two twilight (HIATUS)
Teen FictionDijadikan musuh oleh ayah sendiri itu bukanlah kemauan ataupun pilihan, itu adalah takdir, takdir yang tidak bisa seorangpun yang mengubahnya. Fayyana shazana adhiyaksa, gadis cantik yang sebentar lagi berusia 18 tahun. gadis pemberontak sekaligus...