Kejadian pagi ini sangat heboh. Mentor menghimbau para murid untuk tidak membicarakannya di luar akademi. Pihak akademi akan berusaha untuk menemukan pelakunya secepat mungkin.
Coda menggulung lengan kemejanya yang basah. Bahkan sekarang pelaku tidak bertindak secara diam-diam. Mungkin dari awal memang tidak berniat begitu. Kalau saja yang menemukan dua korban pertama adalah murid lain, mungkin saja berita ini sudah heboh. Keberuntungan yang tidak bertahan selamanya.
"Mengejutkan sekali, bukan?"
Suara Ara mengejutkan Coda. Ara datang dengan wajah khawatir. Coda ingat kalau Ara memang rajin berangkat lebih awal. Coda mengangguk. "Aku tidak menyangka akan terjadi hal-hal seperti ini,"
Ara mengangguk. Dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Ujung bajunya tampak basah. "Aku khawatir kalau berita ini sampai kekaisaran,"
Coda diam tidak menanggapi. Setelah diberi tahu Ara, ketiga murid yang diserang adalah anak kelas tiga. Mereka bertiga berasal dari Kerajaan Bestia-- Coda tidak mengenalinya-- dan lagi-lagi mereka bertiga pemilik serpihan Berlian Bintang.
Coda tidak ingin berasumsi dulu. Bisa saja ini kebetulan. Meski. Kebetulan yang sangat memungkinkan adalah seseorang melanggar titah Tuan Putri Katharina. Hanya butuh waktu sampai masalah ini memicu perselisihan.
Seperti yang Coda bilang. Hubungan kerajaan bagian berada diambang kedamaian dan kehancuran. Hanya perlu satu dorongan. Entah ke sisi mana.
Coda rasa untuk sekarang lebih condong ke arah kehancuran.
---//---
Kalau satu kali artinya kebetulan. Kalau dua kali sudah bisa dipertanyakan. Ketiga kali artinya memang sudah benar.
Sesuai tebakan yang sebenarnya sudah sangat jelas, besoknya kembali terjadi lagi. Kali ini korban ditemukan bersimbah darah di kelas tiga dari kerajaan Alba. Total ada empat orang yang ditemukan. Pemilik serpihan Berlian Bintang.
Pelaku benar-benar mengibarkan bendera perang.
Tidak butuh waktu lama sampai kerajaan bagian dan kekaisaran mendengar hal ini. Blue mendapat kesulitan karena itu. Desakan dari berbagai pihak pasti membuatnya stres.
Murid-murid mulai takut berangkat ke akademi. Banyak yang mogok dan berdiam diri di asrama. Akademi memperketat penjaga dari bel masuk sampai bel usai.
Coda menutup bukunya dengan kasar. Kesal karena dia tidak bisa memecahkan kasus ini dengan cepat.
Hari ini dia mampir ke klub pengetahuan sejarah. Dia bukannya tidak takut, hanya saja dia tidak akan menjadi target kalau dirinya saja tidak memegang kartu.
Coda tidak sendiri, ada Ara dan Lazu. Ran katanya akan menyusul.
Ara ikut menutup bukunya. "Coda, Lazu kalian tidak pulang?"
"Aku punya urusan setelah ini. Kerajaan Bestia ribut karena tiga murid dari Bestia terluka. Aku harus menjawab beberapa panggilan," jawab Coda kemudian dia melirik ke arah Lazu.
Lazu diam dan hanya menggeleng. Ara tahu arti tatapan Coda. Dia tersenyum. "Lazu bisa bela diri. Dia pasti bisa mengalahkan pelakunya kalau pelakunya muncul di hadapannya," Ara tertawa kecil.
Mendengar itu Coda hanya manggut-manggut paham. Dia kemudian bangkit dan merapikan beberapa buku yang ada di atas meja. Ara menghentikannya. "Tinggalkan saja di situ. Aku yang akan merapikannya,"
Coda menatap Ara tidak enak. Menggeleng. "Bukunya banyak yang belum dirapikan. Aku akan membantumu,"
"Tidak apa," Ara tersenyum lembut. "Setiap sore aku yang membereskan perpustakaan sebagai ganti izin kita menggunakan tempat ini,"
"Tapi tetap saja--" perkataan Coda terhenti saat Lazu berdiri dan menariknya menjauh. Tanpa kata dia menunjuk ke arah Ara yang mengeluarkan kartu miliknya.
Cahaya menerangi tempat itu. Kartu lenyap dan sebagai gantinya Ara bisa menggunakan kekuatannya. Ara menggerakkan tangannya, buku-buku beterbangan dan menjadi rapi di udara. Secara berurutan kembali ke rak-raknya.
Perpustakaan menjadi rapi dalam sesaat.
Coda sangat terkesan melihatnya. Sangat tenang dan anggun. "Itu luar biasa,"
Ara hanya tersenyum. Lazu kembali duduk di kursi paling dekat. "Itu menakjubkan. Kapan-kapan aku akan bertanya lebih banyak lagi," kata Coda sambil membungkuk pamit.
Sebelum keluar dari perpustakaan, Coda berhenti dan berbalik. "Berhati-hatilah saat pulang nanti Ara, Lazu,"
---//---
Coda tidak berbohong kalau dia ada urusan. Hanya saja tidak sesuai dengan penjelasannya, Coda berbelok ke arah ruang kesehatan. Korban-korban tiga hari ini menginap di sini dengan penjagaan ketat sampai mereka siuman dan sembuh.
Akhirnya korban pertama sadar. Sangat mebghawatirkan pingsan selama tiga hari. Coda menghampiri Blue dan Celestia. Satu korban yang bangun tampak linglung dan ketakutan. Gemetar memegang gelas berisi air. "Aku tidak ingat yang terjadi pada hari itu,"
"Sama sekali?"
Orang itu menggeleng gugup. "Semuanya gelap dan menyakitkan. Aku ingin pulang ke Alba,"
Celestia menoleh ke arah Blue dan menggeleng. Mereka tidak bisa memaksa korban. Coda tentu saja tidak setuju. Dia harus mencari cara.
"Apa senior ingat makan malam apa pada malami itu?"
Pertanyaan Coda membuat orang di sekitarnya mengerutkan dahi. Meski begitu, orang yang ditanya menggeleng. "Aku melewati makan malam,"
"Kalau sarapan pagi?"
"Terakhir kali aku memakan roti dengan selai anggur dan susu putih," jawabnya lancar.
Coda mengangguk paham. Berterima kasih kemudian keluar ruangan. Blue mengikutinya. "Mendapatkan sesuatu?"
"Sarapan seluruh murid diatur sama, bukan? Pada hari kejadian kita tidak makan roti dengan selai anggur itu hari sebelumnya dan dia bilang melewati makan malam karena di malam hari dia tidak kembali ke asrama. Kemungkinan dia diserang saat pulang sekolah. Ada tambahan informasi?"
Blue mencondongkan tubuhnya. Berbisik. "Dia bilang darahnya bertebangan, tapi tidak menyentuh tanah. Dia bisa melihat benda-benda beterbangan,"
Alis Coda berkerut. "Beterbangan?" ulang Coda. Teringat seseorang yang bisa menerbangkan benda-benda.
Blue mengangguk. "Akan menjadi kerusuhan besar kalau hal ini sampai bocor,"
"Aku mengerti," kata Coda sebelum dia izin untuk pulang ke asrama.
Coda sengaja berkeliling di akademi dulu, memastikan apakah sudah ada korban atau menemukan hal mencurigakan. Tidak ada. Tampak normal. Meski begitu Coda yakin besok akan ada korban.
Sebelum dia sampai ke gerbang, Coda melihat Lazu dan Ara di depan perpustakaan. Mereka belum pulang. Coda tidak ingin menghampiri mereka jadi dia mempercepat langkah agar tidak berpapasan. Coda tidak ingin ditanya dan menimbulkan kecurigaan.
Coda berjalan ke asrama dengan pikiran berat. Saat dia sampai di gerbang asrama, dia mendengar seruan dan pekikan dari sana. Murid-murid berkerumun dengan wajah takut dan panik.
"Coda!" Faye melambai dengan wajah gugup. Ada Ran di sebelahnya. "Ini benar-benar gawat,"
Perasaan Coda menjadi buruk. Dia segera melesat masuk ke dalam kerumunan. Setelah bersusah payah akhirnya Coda bisa sampai ke depan. Matanya membesar. Lima anak tergantung di pohon besar. Terikat. Coda bisa melihat pin di seragam mereka yang berbeda-beda.
Alba, Misterio, Sirena, Eterno, dan Bestia.
Bukankah ini sudah seperti pernyataan perang?
"Kau terlambat," suara Erin menyadarkan keterkejutan Coda. Erin berdiri di depan kelima murid. Mata merahnya terlihat serius. Coda tidak bisa berkata apapun.
Erin menoleh ke arahnya. "Kita tidak bisa menunggu korban bangun. Kejadian yang sama akan terulang,"
---//---
Minggu, 21 Januari 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Note [Throne Of Stellar: Stardust Magic] (AU IDOLiSH7) HIATUS
FanficBerlian Bintang dengan kekuatan agung terpecah karena permintaan tak masuk akal untuk mendamaikan kerajaan. Coda yang awalnya merasa cukup dengan kehidupannya di Bestia bertemu dengan Erin. Hewan liar yang selalu membuat jantung Coda berdebar dengan...