Huft huft huft
Suara nafas terengah-engah menggema di lorong sepi serta sunyi.
Langkahnya sedari tadi tidak berhenti menyusuri jalan yang terasa tidak ada habisnya.
Air menggenang sepanjang jalan, menandakan hujan telah mengguyur tempat tersebut beberapa saat yang lalu.
'Gue harus cepet' gumamnya.
Langkahnya semakin dipercepat, terburu-buru.
Lelaki dengan hoodie cream itu tampak sedikit berlari. Sepatunya yang basah tidak ia pedulikan, pikirannya hanya tertuju pada tempat yang disebut rumah.
Lampu di sepanjang jalan tampak redup, bahkan beberapa ada yang mati membuat jalan tidak terlihat jelas. Menambah suasana kian mencekam.
Jika bukan karena insting dan keberanian maka tidak akan ada yang berani melewati lorong sunyi itu,bisa saja kemungkinan untuk tersesat.
Laki-laki tersebut mengamati yang ada di depannya, matanya yang telah terbiasa dengan gelap dapat dengan jelas mengetahui setiap hal yang ada di sana.
Tiba-tiba,sudut matanya menangkap sesuatu.
Di bawah tiang lampu yang berkedip,tepat jalan pertigaan di sampingnya ia yakin melihat sesuatu. Jika dilihat dari bentuknya mirip orang.
Namun, bagaimana caranya dapat menghilang dengan cepat sekali lihat?
Gerimis mulai turun,mungkin hujan akan turun lagi.
Tidak ingin berpikir aneh-aneh,ia kembali berjalan. Tudung yang berada di belakang hoodienya ia kenakan, menutupi rambut hitam lebatnya supaya tidak terlalu basah.
Benar saja,tidak lama hujan turun.
Suara hujan semakin memekakkan bersamaan kakinya menerobos jalan,berlari sekuat tenaga.
Tanpa ia sadari,secara bersamaan sesuatu di belakangnya bergerak seirama dengannya.
Tiba-tiba pandangannya menjadi hitam.
Apakah lampunya tiba-tiba mati?
Tidak lama,rasa pening menyusul seolah kepalanya berputar. Tidak dapat mencerna apa yang tengah terjadi.
Wajahnya seperti mengenai sesuatu.
Dingin.
Basah.
Itu air.
ternyata dirinya terjatuh, terpeleset. Kepalanya menghantam tanah.
Tetapi,
Kenapa ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Rasanya seperti ditahan oleh sesuatu yang berat.
Mencoba bergerak,tapi nihil.
"Diem"
Siapa itu?
Jantungnya mulai berdebar kencang.
Apakah hanya halusinasi nya? ya mungkin benar.
"Jika lu nurut,ini nggak akan sakit"
Itu jelas suara manusia. Bukan halusinasinya.
Tubuhnya ia gerakan sekuat tenaga,meronta dengan brutal.
"Lu siapa!?" Pihak bawah berteriak.
bugh
Rasa pening kembali memenuhi kepala.
Tidak menyerah,kakinya kini ikut andil menendang dengan membabi buta.
bugh
bugh
bugh
"Udah gue bilang, nggak akan sakit jika lu mau nurut" suara itu kembali terdengar. Walaupun samar-samar.
Pukulan demi pukulan di layangkan,kepala hingga perut tidak luput dari kepalan tangan orang misterius itu.
Kesadarannya perlahan pudar, tubuhnya lemas. Hidungnya terasa hangat dan seperti mengeluarkan sesuatu. Bau amis bercampur air hujan menjadi saksi bisu kejadian itu.
Tubuh ditelungkupkan,tangan ditarik paksa ke belakang,menyatu. Kemudian diikat.
Mencoba mengumpulkan kesadaran yang masih tersisa. Kepalanya bergerak perlahan,mencoba melihat apa yang tengah terjadi. Bayangan gelap seseorang tertangkap matanya, kemudian berganti telapak tangan menutupi wajahnya.
Dengan tenaga tersisa, menggigit jari yang menutup mulutnya.
"Masih nyoba ngelawan,hm?"
Suara itu tidak terdengar oleh pendengarannya karena derasnya hujan ditambah apa yang terjadi pada dirinya. Sadar,bahwa usahanya sia-sia gigitan di mulutnya perlahan mengendur. Matanya ia tutup sudah tidak tahan dengan rasa sakit dikepalanya.
"Anak pintar" tersenyum puas.
Mengeluarkan sesuatu dari sakunya, kemudian segera menancapkan benda itu ke leher dengan hati-hati.
"Uhk" mengerang perlahan,merasakan benda tajam menembus lehernya.
"Lu lebih baik tidur aja dulu"
☄️☄️☄️
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi Noah Deva
Teen FictionDeva. Remaja 17 tahun,kelas 11 SMA. Laki-laki berkepribadian ceria dan murah senyum,di kelilingi teman dan keluarga yang menyayanginya menjadikan kehidupannya bahagia dan penuh warna. Optimis serta penuh mimpi, ia bercita-cita membahagiakan orang t...