Porak Porandanya Dunia

12 3 0
                                    

"Manis dan pahitnya hidup menciptakan kisah yang unik dan indah."


-Zhafira Aisyah Farida-

*
*
*

(Jalur Gaza, Palestina)

Bumi kala itu tampak begitu kacau dengan segala porak poranda di mukanya. Mataku menatap bentangan kehancuran dengan rasa sesak yang menjelajahi relung dadaku. Angib berhembus menghempaskan khimarku kala sebuah tangan menggandeng tanganku dengan begitu hangatnya.

"اسلام عليك يا عائشة!"

Sapaku kala melihat gadis kecil itu tersenyum kepadaku.

"وعليكم سلام يا طبيبة!"

Suara yang begitu kurindukan itu terdengar bak lantunan indah di telingaku. Kutatap sosoknya yang kini sudah semakin tinggi dari terakhir kali aku bertemu dengannya.

"Dokter kenapa disini sendirian?" tanyanya lembut masih dengan tangan yang menggenggam tanganku dengan hangatnya.

"Dokter rindu dengan tempat ini."

"Kenapa? Padahal tempat dokter lebih indah dari tempatku, lebih damai, dan lebih bersih."

Aku menunduk lesu, kata-kata itu seakan bom dalam hatiku yang mampu meremukkan batinku yang dipenuhi luka. Namun, bukan tangis yang kubutuhkan kala ini, melainkan sebuah senyuman penyemangat untuk Aisyah dan kaum di sekitarku.

"Aisyah," panggilku sembari berlutut di hadapan gadis cantik ini. "Mungkin saat ini, kamu dan kaummu merasakan sakitnya hidup di dunia, tapi percaya lah, bahwa Allah akan membalas segalanya dengan balasan yang paling indah kelak di akhirat-Nya."

Aisyah menatapku sembari tersenyum dengan indahnya sebelum memelukku dengan eratnya. Air matanya perlahan meluruh dari mata indahnya membasahi khimarku yang terhempas angin. Mendengar pedihnya isakan yang di rasakan gadis ini membuatku merasakan sakitnya penderitaan yang dirasakan kaum di sekitarku. Perlahan air mataku juga menetes dengan piluhnya kala kubalas pelukan gadis cantik nan mulia di hadapanku ini.

"Zhafira? Aisyah?" panggil seseorang yang membuat kami melepaskan pelukan kami dan menatap ke arah sang sumber suara.

Sahabatku, Fariza, gus Syafeed, dan Abigail tengah berjalan mendekati kami dengan senyuman yang begitu indah.

"When did you arrive, Abby?" tanyaku pada sosok cantik dengan rambut pirang panjangnya yang terhempas angin dengan indahnya.

"Baru saja," balasnya.

"Kalian sedang apa di sini?" tanya Fariza dengan begitu santunnya.

"Aku hanya ingin bertemu dokter Zhafira, aku sangat merindukannya," sahut Aisyah dengan semangatnya nan membara.

"Masyaallah," balas gus Syafeed yang berjalan mendekati kami dan berlutut pula di sampingku tepat di hadapan Aisyah.

Laki-laki itu tersenyum dengan begitu santunnya dengan tatapan yang memancarkan gemilang harapan yang mampu menguatkan gadis cantik di hadapannya. Lantas tangannya menggapai kantongnya dan mengeluarkan 3 bungkus coklat di telapak tangannya.

She Is not CleopatraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang