Darah Garfield yang menetes dari simbol pentagram itu masih segar, artinya dia belum lama meninggal. Cepat-cepat T menutup kembali tirai itu dan segera berlari sambil menggandeng tangan Alya. "Kita harus cepat pergi dari tempat ini!"
"Tu-tunggu dulu!" cegah Alya. Dia menyembunyikan sesuatu di belakang baju oversized-nya, kemudian baru mengikuti T. Mereka berdua buru-buru membuka pintu ruangan itu. Namun, setelah pintu terbuka ternyata Profesor John sudah berdiri di hadapan mereka, menatap garang pada bocah-bocah nakal yang berani masuk ke ruangan pribadinya.
"Apa yang kalian lakukan di dalam?" tanya Profesor John dengan dingin.
Wajah mereka pucat pasi. Mereka pasti akan di bunuh oleh Profesor John seperti yang terjadi pada Garfield di dalam.
"Eee... anu... kami terjebak di dalam," ujar T mencoba mencari alasan.
"Terjebak?" Professor John memicingkan matanya. Dia menaruh curiga kepada dua orang ini.
"I-iya Prof, aku ingin melihat isi penemuan Profesor, tetapi malah terjebak di dalam," tambah Alya sambil tergagap.
Profesor John sedikit melirik ke dalam ruangan itu. Sekilas tidak ada posisi benda yang berubah. Kemudian dia kembali menatap dua anak yang tertunduk itu. "Kalau kalian ingin melihatnya sampai datang ke rumahku, kenapa tidak sekalian saja? Aku akan menunjukkan banyak penemuan menarik," ajak Profesor dengan senyum yang hangat.
T dan Alya gemetaran. Ini adalah kondisi yang sangat menakutkan. Profesor di hadapan mereka adalah pembunuh, mereka akan dihabisi di dalam ruangan itu.
"Oh, kalian di sana rupanya! Aku mencari-cari kalian!" Asisten rumah tangga yang sebelumnya menyambut T serta Alya kembali. "Aku membawakan minuman dan beberapa kudapan, tapi kalian tiba-tiba tidak ada."
"Oh, maafkan kami, bu!" T menarik Alya untuk menghampiri asisten rumah tangga itu.
"Ka-kami langsung pamit saja, bu. Aku mendapat panggilan dari kak Eye. Dia perlu bantuan di rumah sakit," ujar Alya memberi alasan. Dia dan T tersenyum ragu dengan jantung yang berdebar kencang.
"Kenapa kalian buru-buru? Bukankah ada yang ingin kalian bicarakan denganku?" tanya Profesor John berusaha menahan mereka agar tidak pergi.
"Nnn.. maaf Prof, tetapi Eye benar-benar butuh bantuan," ujar T sedikit tersendat.
"Ayo!" Alya menarik lengan baju T dan keluar dari rumah itu secepat mungkin. Si asisten rumah tangga hanya bisa terheran-heran melihat tingkah aneh mereka berdua.
"Kenapa mereka buru-buru? Seharusnya mereka lebih berhati-hati, sepertinya mereka terluka di bagian dada mereka. Ada bekas noda darah di sana," ujarnya khawatir.
"Anak-anak itu terburu-buru. Mungkin aku juga harus buru-buru, sebelum mereka mengetahui penyebab luka di dada mereka." Profesor John menyeringai, kemudian dia masuk ke ruangan pribadinya. Dia berjalan menuju meja dan membuka lacinya. Di tempat itulah dia menyimpan kalung Artefak Garnet. Semua bagian batunya sudah lengkap terpasang. Terlihat jelas gambaran tubuh Malik yang terkurung di dalam batu itu.
Profesor John menarik napas dalam dan terlihat berusaha meyakinkan diri sambil memegang Artefak itu menggunakan kedua tangannya. Matanya menatap tajam pada mata kalung itu. "Dahulu aku terpental dan pingsan saat mencoba memasangmu saat belum kupecah. Aku sudah mengumpankan tiga jiwa padamu, seharusnya aku sudah memiliki kekuatan yang cukup untuk menempatkanmu di leherku, 'kan?"
Pelan-pelan Profesor John memasang kalung itu pada lehernya. Dia kemudian merasakan kekuatan besar mengalir pada tubuhnya. Tubuhnya terasa lebih kuat dan lebih ringan dari sebelumnya dan juga matanya mulai bisa melihat hal-hal yang sebelumnya tidak bisa dia lihat.
"HA HA HA! AKU BISA! TERNYATA AKU BISA MEMAKAINYA TANPA MASALAH!" Profesor John tertawa terbahak-bahak. Tapi tidak berselang lama, dia merasakan tekanan berat di dadanya. Lalu dia tiba-tiba terbatuk dan mengeluarkan darah.
"Ada apa ini? Kenapa begini?" Profesor John kebingungan. Dia mendengar beberapa makhluk gaib menertawainya. "Apakah karena aku hanya memberikan tiga jiwa?"
Dengan terhuyung-huyung dia berjalan menuju manuskrip yang berisi tentang Artefak Garnet. Namun, ketika dia mendekati kotak kaca yang digunakan untuk menyimpan manuskrip itu, dia langsung mengernyitkan matanya dan menggertakkan giginya. Profesor John kesal karena buku itu ternyata sudah tidak ada di tempatnya.
"... bocah-bocah sialan!" umpatnya.
"Kalian! Habisi dua anak kurang ajar itu! Segera!" perintah Profesor John pada bayangan hitam, yaitu pengawal Ifrit yang kelak akan jadi rekannya.
***
T dan Alya terburu-buru masuk ke dalam mobil. Lail kelihatan bingung dengan tingkah mereka berdua. "Hei, kalian kenapa sih? Kalian seperti dikejar-kejar hantu,"
"Cepat pergi dari tempat ini! Kita ke luar El Quassar sekarang!" tegas Alya. Dia masih terlihat pucat dan tegang. Bahkan nafasnya tersengal-sengal.
"Bisa dijelaskan dulu keadaannya?" tanya Lail sambil senyum ragu.
"Tidak ada waktu! Kita bisa dibunuh jika tidak segera pergi!" T menambahi.
Mendengar itu Lail menjadi panik. Dia segera menyalakan mobil dan tancap gas dari rumah Profesor John. Lail memutar otak untuk mencari tempat bersembunyi. Sampai akhirnya dia terpikirkan untuk menuju ke rumah pamannya yang ada di desa El Pabar, jaraknya tidak begitu jauh jika menggunakan mobil. Kebetulan pamannya adalah seorang polisi, pasti akan merasa aman jika bersamanya.
"Anu... memang apa yang terjadi di dalam? Padahal aku sudah bersiap menunggu di mobil sambil bermain smartphone," ujar Lail membuka obrolan.
T dan Alya masih belum bisa tenang. Mereka masih terguncang sampai-sampai tidak menyadari bekas noda darah yang muncul di dada kiri mereka. Keringat dingin mulai muncul di wajah mereka. Sangat banyak hingga mulai menetes.
"Hei, kalian tidak apa-apa? Kalian memiliki noda darah di baju kalian! Ceritakan apa yang terjadi!" Lail semakin panik.
T dan Alya segera melihat luka mereka. Mereka sampai gemetaran ketika meraba luka berbentuk bintang terbalik itu.
"Aku memiliki pentagram..." ucap Alya lemah, tidak percaya kalau dia menjadi bagian dari ritual itu.
"Profesor John sudah gila! Sial! Andai saja kita tahu cara untuk lepas dari ini..." T mengeratkan kepalan tangannya. Kebingungan menghantui T, karena kematian bisa mengikuti mereka kapan saja.
"Lebih baik kita cari tahu," ujar Alya sambil mengambil sesuatu di balik jaket oversized-nya. Ternyata manuskrip tentang Artefak Garnet. Alya mencurinya sesaat sebelum mereka keluar.
Sontak saja Lail terkejut setelah melihat itu, kepanikan membuatnya tidak fokus menyetir dan menginjak rem secara mendadak. Hampir saja T dan Alya terjungkal.
"Aw! Kalau mau berhenti harusnya bilang-bilang!" omel Alya.
Lail menoleh ke belakang sambil melotot ke dua orang yang duduk di sana. "Kalian cari mati ya?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
T Knows The Horror [END]
FantasíaMohammed Avdol Malik masuk ke portal dunia lain setelah menerima sebuah kalung perak bermata Garnet dari seorang Profesor Arkeologi, Slam O'Neill. Tidak disangka jiwa Malik masuk ke dalam tubuh seorang pria bernama T. Tidak hanya itu, dunia baru ini...