27. Reuni Dewo dan Ario

2.5K 73 18
                                    

Di atas motor yang menderu, Rama seolah menari di tepi jurang gairah. Dengan gerakan yang menantang dan penuh nafsu, ia membetot bagian depan kemeja Dewo, KREK! 

Kemeja itu terbuka lebar, mengungkap dada montok Dewo yang dihiasi tanda-tanda cupangan Rama.

Dewo, yang kini telah terbiasa dengan kelakuan Rama, hanya bisa pasrah. Ia telah kehilangan hitungan berapa kali ia harus menjahit kembali kancing kemejanya yang rusak akibat ulah Rama. Namun, di balik secercah rasa keki-nya, hatinya bangga, bibirnya tersenyum lebar melihat bagaimana Rama begitu tergila-gila padanya.

Tangan Rama segera menemukan targetnya, kedua puting Dewo yang telah lama menjadi sumber kenikmatan mereka berdua. Setiap sentuhan Rama pada puting Dewo mengundang desahan rendah dari bibir Dewo.

Dewo ingin mengatakan pada Rama untuk bersabar sedikit, namun semakin hari ia sudah semakin mengerti Rama, 'Percuma gue ngomong, Rama nggak akan denger kalo udah kayak gini' pikirnya.

'He he he, Bang Dewo kemajuannya pesat nih, gak sia-sia gue rajin banget ngasih 'Exposure Terapi', pikir Rama. Bangga karena Dewo kini dapat mengendalikan reaksinya terhadap sentuhan di putingnya.

Meskipun laju motornya sedikit melambat dan agak oleng ,Dewo, dengan kesabaran dan ketangguhan yang luar biasa, mempertahankan laju motor sambil mendesah sementara kedua puting coklatnya yang bengkak dipilin dan dipelintir Rama.

Mulut Rama menciumi tengkuk Dewo, sementara tekanan jemarinya di kedua puting binaragawan itu makin beringas, Rama bisa merasakan daging kenyal itu memipih di cubitannya, menyerah dalam pelintirannya, seakan menantang batas-batas yang tak terucapkan.

Gairahnya menggebu, ingatannya kembali ke momen di sekolah tadi. Dewo telah menunggunya di depan kelas sebelum jam pulang. Dengan senyum yang mengundang dan penuh percaya diri, Dewo mengulurkan tangannya kepada Rama. Tanpa ragu, Rama menerima uluran tangan itu.

Berjalan berdampingan, bergandengan tangan di koridor sekolah, Rama merasakan tatapan mata seluruh sekolah tertuju kepada mereka. Bisikan dan desas-desus mengisi udara, namun Dewo tampak tak terpengaruh. Dengan senyum lebar dan mata yang berkilau, ia mengedipkan mata kepada Rama, seolah memberikan dukungan dan kekuatan.

Jantung Rama berdebar kencang, terasa seperti hendak melompat keluar dari dada. Ada campuran rasa gugup dan bangga yang memenuhi dada Rama. Gugup karena menjadi pusat perhatian, namun bangga karena Dewo ada di sampingnya, menunjukkan dukungan yang tidak tergoyahkan.

Pemandangan yang tak biasa ini membuat Rama terhanyut dalam kenangan tersebut, sambil ia terus bermain-main dengan puting Dewo, merasakan setiap denyut dan reaksi dari tubuh perkasa binaragawan muda itu.

Lengan Rama erat melingkar di sekitar Dewo, tangan-tangannya bergerak dengan nafsu yang tak tertahankan, menyusuri, menjelajah, menjajah setiap lekukan otot Dewo dengan keganasan.

Tubuh Dewo, yang ditutupi oleh keringat dan otot yang berkontraksi, menjadi lautan kenikmatan bagi Rama yang kini sepenuhnya terlarut dalam hasrat.

Sesampainya di rumah, Dewo segera memarkir motor dengan tergesa-gesa. Tubuhnya yang dipenuhi oleh gairah, ia menggendong Rama yang sepenuhnya terhanyut dalam birahi yang meluap-luap. 

Rama, dengan gerakan yang semakin liar dan tak terkendali mirip binatang buas, mencari kepuasan dalam mangsa kekarnya. Bibirnya yang rakus menyapu leher Dewo, tangan-tangannya yang penuh nafsu merayap di setiap inci tubuh Dewo, meremas dan menekan dengan gairah yang membara.

Dewo, dalam keadaan yang masih dipenuhi oleh hasrat, memeriksa sekitar dengan hati-hati, memastikan tidak ada yang melihat mereka. Dengan langkah cepat dan hati-hati, ia membuka pintu rumah. Suasana di dalam rumah terasa sepi dan hening, tidak ada tanda-tanda keberadaan Andara. 

PENTIL DEWOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang