BAB 34 : Kematian Ringo di Ujung Tombak

5 1 0
                                    

Phalasia memeluk Arin yang menangis, tak tahan melihat kejadian di depannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Phalasia memeluk Arin yang menangis, tak tahan melihat kejadian di depannya. Kabut debu masih menyelimuti pemandangan, dan tidak ada tanda-tanda kehadiran Ringo. Prinka, yang diam sejak tadi, melihat siluet seseorang dari kejauhan.

"Siapa di sana?" tanya Prinka, membuat Phalasia menoleh ke arah kanan dan menangkap siluet yang sama. Siluet tersebut perlahan mendekat. Namun, ketika orang itu berhasil terlihat, tubuhnya ambruk tepat di depan ketiganya.

"Hodomos!!" Prinka berteriak ketika menemukan Hodomos yang pingsan, banyak debu menempel di pakaian lelaki tersebut. Arin langsung menyingkirkan wajahnya dan segera mendekati Hodomos.

Phalasia mengecek tasnya dan berusaha mencari sebotol air. Arin memberikan tangannya tepat ketika Phalasia menemukan benda yang dibutuhkan. Air ditumpahkan ke wajah Hodomos, membersihkan debu yang menempel di wajahnya.

Arin menenangkan amarah dan kekesalannya. Melihat Hodomos dalam kondisi yang buruk, kekhawatiran pun muncul. Untungnya, adiknya ditemukan. Phalasia segera mematuhi perintah Arin.

Tubuh Hodomos dibawa di atas punggung Phalasia, dibantu oleh Prinka. Mereka menjauh dari kabut debu yang masih menyelimuti sekitar. Arin menghela napasnya, menyadari bahwa Titan yang besar tersebut menimbulkan permasalahan besar.

Sebuah cahaya muncul di tengah-tengah kabut, menarik perhatian Arin. Cahaya itu perlahan membentuk sebuah pedang. Mata Arin melotot tidak percaya. Beruntungnya Phalasia sudah berada di sebelahnya dan memahami tatapan Arin.

"Apa ada mata air di sekitar sini?" tanya Arin pada Phalasia.

Phalasia langsung mengerti. Arin ingin menghilangkan kabut yang cukup luas ini dengan air, mengingat kejadian sebelumnya. Namun, tangan Phalasia tidak bisa merasakan adanya air. Kabut tersebut menghalangi kekuatan airnya.

"Aku tidak bisa melakukannya. Kabut ini menjadi hambatan."

Arin menyentuh tas anak panahnya. Tangannya mengeluarkan lima anak panah sekaligus dan mengubah busurnya menjadi memanjang. Dia meminta Phalasia untuk menaruhnya titik air untuk dijadikan sebuah hujan.

"Ini cukup aneh. Tapi, bisakah kamu membantuku."

"Aku tidak yakin ini berhasil, Arin."

"Bolehkah kita mencobanya dulu." Phalasia kembali mencoba merasakan air. Namun, air yang mendekat padanya dalam ukuran kecil dan memenuhi setiap anak panah. Arin tersenyum.

"Ibu, aku butuh bantuanmu." Arin segera mengangkat busurnya dan menerbangkan anak panah. Phalasia tidak percaya jika Aphrodite bisa hadir di tengah mereka dan mengubah anak panah itu menjadi sebuah hujan.

Phalasia bisa melihat Aphrodite muncul dan tersenyum sebelum menghilang. Dewi bijaksana itu benar-benar mewujudkan setiap permintaan yang membutuhkannya. Melihat Arin, dia yakin gadis itu pantas menjadi sosok yang sama seperti ibunya.

Ringo : Catching Fire (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang