Eldest

562 35 1
                                    

Hwanharu

Haruto
Junghwan

.

Menjadi anak pertama memang berat. Menjadi yang tertua selalu dituntut untuk bisa lebih kuat. Menjadi kakak tidaklah se-menyenangkan yang terlihat.

Haruto sadar dirinya masih banyak kekurangan. Tidaklah benar kalau menyalahkannya atas apa yang terjadi, tapi julukan 'anak sulung' selalu membuatnya menjadi yang paling salah disini.

"Kamu itu sudah besar, sudah menjadi kakak, masa gini aja ga bisa?!"

"Ga berguna, bisanya mempermalukan orang tua saja! Enyah kamu, jangan muncul di hadapan papa kalau belum bisa buat bangga!"

Apa semua hal harus bisa dilakukan oleh anak sulung?

"Haruto! Gimana sih, kamu? Lihat, adikmu luka kan?!"

.. dan apapun selalu menjadi tanggung jawabnya?

Kalau bisa, Haruto ingin sekali berteriak kencang di hadapan kedua orangtuanya, di hadapan adiknya, memberitahu mereka kalau ia juga lelah. Tapi keadaan tidak pernah berpihak padanya.

Nyatanya, mereka tidak peduli dengan apa yang dirasakan Haruto. Haruto sendiri tidak tahu, menjadi anak pertama bisa se-melelahkan ini.

Kalau saja 24/7 ia hanya bertemu keluarganya, bisa dipastikan hidupnya tidak akan selamat. Mentalnya akan jatuh berkali lipat.

Tapi untungnya, ada sosok penyemangat dibelakangnya. Memang bukan Superman, tapi bagi Haruto dia adalah superhero untuknya.

So Junghwan, lelaki pertama yang membuat Haruto merasa begitu dihargai keberadaannya. Merasa begitu diinginkan juga merasa begitu dicintai.

Tidak ada lagi selain Junghwan yang bersikap manis padanya. Bahkan Junghwan bisa menjadi rumah ternyaman untuknya.

"Udah ketawa belum, hari ini?"

Pertanyaan penuh canda itu membuat Haruto terkekeh, tahu saja Junghwan kalau ia sedang stress akhir-akhir ini.

Bagaimana ya, Haruto dituntut untuk menjadi yang terbaik. Ia harus bisa masuk universitas pilihan orangtuanya, yang mana untuk tembus ke sana harus memiliki nilai diatas rata-rata.

Dan Haruto sadar, dirinya masih kurang untuk itu. Bahkan les sampai malam pun sudah ia lakukan sesuai dengan keinginan papanya, tapi hasilnya sama saja. Walaupun sudah bagus menurutnya, tapi tidak untuk papanya.

Apalagi di kelasnya saat ini, ia selalu menjadi nomor dua. Yang mana hal itu sudah sangat memalukan bagi orangtuanya. Ingat, Haruto dituntut untuk menjadi yang terbaik. Menjadi anak yang membanggakan papa dan mamanya.

"Kak? Malah ngelamun, sih?"

Informasi, Junghwan itu adik kelas Haruto saat SMP yang lompat kelas satu tahun, dan bertemu lagi di SMA. Makanya mereka bisa bertemu dan menjalin kasih hingga saat ini.

"Barusan aku ketawa, kan?"

Haruto kembali mengembangkan senyumnya. Ditatapnya wajah Junghwan yang terlihat ragu dan menelisik gerak-geriknya.

"Kak, kamu lagi ada pikiran?"

..dan luntur seketika. Junghwan sangat peka terhadapnya.

"Gimana rasanya jadi bungsu, Hwan? Bunda sama ayah kamu pasti sayang banget ya, sama kamu?"

Pertanyaan itu terlontar begitu saja dengan iringan hatinya yang nyeri. Padahal Haruto juga tahu jawabannya. Tolong jangan dihujat, Haruto hanya ingin mendapat kasih sayang yang tulus dari orangtuanya.

"Kak, mereka mulai lagi? Ada yang luka, ga?"

Haruto kembali terkekeh saat Junghwan mencoba memeriksa keadaannya. Memang tidak jarang mereka melukai fisik Haruto. Tapi ia tidak apa-apa, baginya itu adalah hukuman yang pantas karena belum bisa menjadi anak yang baik.

Aneh.

"Kak, jangan ketawa-ketawa aja. Aku khawatir loh ini!"

"Aku gapapa, Hwan. Ga ada yang luka, mereka ga ngapa-ngapain kok. Tenang aja ya~"

Hebatnya, Haruto sama sekali tidak terlihat membenci orang tuanya. Walau ingin sekali meneriaki mereka, tapi Haruto tetap sadar, tahu diri, kalau ia memang harus membanggakan mereka.

Anggaplah balasan atas apa yang sudah diberikan untuknya. Seperti diasuh hingga saat ini, mungkin? Padahal Haruto tumbuh dengan banyaknya aturan tak tertulis yang kebanyakan membuatnya tertekan, tapi tolong beri ia tepuk tangan karena sudah begitu baik menghargai hidupnya.

"Kalau ada apa-apa, kamu cerita ya, kak? Ada aku, aku siap pasang badan kalau mereka nyakitin kamu lagi."

Bagi Haruto sudah cukup dengan kehadiran So Junghwan disisinya. Ia tidak akan banyak meminta, bahkan biar saja orang tuannya berlaku seenaknya. Asal ada Junghwan, hidupnya sudah jauh lebih berwarna.

"Aku sayang banget sama kamu, Hwan."

"Eh? Tiba-tiba banget?!"

Lagi Haruto dibuat tertawa melihat ekspresi Junghwan. See? Bersama Junghwan selalu membuatnya tertawa lepas. Bebannya seakan terangkat dan sekarang terasa jauh lebih ringan.

"Terimakasih, Junghwan."

Dipeluknya yang lebih besar, menyalurkan rasa sayang yang begitu dalam. Memberitahu Junghwan kalau ia bukanlah manusia lemah, apalagi ada sosok Junghwan sebagai penyemangat.

.

*

Haruto bukan anak yang cengeng, jadi ia tidak pernah sekalipun menangis dihadapan orangtuanya bahkan Junghwan sekalipun. Bukannya memendam, tapi memang ia tidak mudah menangis saja. Walaupun berat, paling hanya keluhan semata yang keluar dari bibirnya-dan selalu Junghwan yang menjadi pendengar terbaiknya. Setelah itu, ia lupakan dan kembali menjalani harinya layaknya tidak terjadi apa-apa.

Bahkan sebenarnya, omongan orangtuanya juga tidak selalu dianggap serius olehnya. Jadi, ini hanyalah sepenggal kisah Haruto si sulung yang tengah lelah.

.

-fin-

Hai sulung, anak tengah, bungsu, selamat dini hari! Gimana harinya? Kamu udah bahagia hari ini?
Happy weekend ya!

Jangan sekalipun mendam perasaan ya, kalau bisa cerita ke orangtua. Atau ke siapapun yang dipercaya. Ke orang yang ga dikenal pun bukan masalah, malah kadang jauh lebih nyaman cerita ke orang yang ga pernah kita temui sebelumnya. (Untukku, alasannya kita sama-sama ga kenal. Jadi ya.. trabas aja wkwk)

Cerita ini murni ngalir begitu aja, ga ada niat untuk menyinggung pihak manapun. Tolong diambil baiknya (kalau ada) dan dibuang buruknya ya^^
Ingat, ini hanya cerita fiksi!
-yang tercipta karena insom😭

Dan aku baru sadar kalau disetiap cerita yang aku buat, ga pernah aku kasih content warning 😭😭😭
Mohon maaf ya🙇🏻‍♀️🙇🏻‍♀️🙇🏻‍♀️🙇🏻‍♀️

Sehat-sehat kalian^^
Siii yuuu🤟🏻

One shot | Haruto HaremTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang