16 - TM

465 29 0
                                    

Malam itu, setelah makan malam dan minum obat, di kamarnya, Bryan mencatat dua hal. Zayn, robot dinosaurus, dan Zoya, boneka beruang. Itu dua hal penting yang disukai Zayn dan Zoya, meski Bryan merutuki diri sendiri karena tak tahu menahu hal lain soal anaknya.

Namun, itu bisa diproses, karena dia juga mengantongi rumah mereka, serta sekolah, untuk ke inti lebih jauh ... Thalia benar-benar memprivasi itu dengan baik.

Setelahnya, Bryan menelepon seseorang. "Hai, tolong pesankan boneka beruang dan robot dinosaurus, sebanyak mungkin, dan bungkuskan, jangan lupa selipkan kata-kata ayah yang menyayangi anaknya. Secepatnya, kalau bisa besok sudah ada."

Kembali ke sisi Thalia, dia menelepon seseorang pula.

"Oh, jadi dia berusaha membujuk anak-anak sekarang? Nice try." Thalia mengangguk-angguk, kemudian tersenyum licik. "Let's see bagaimana dia menghadapi anak-anak."

Thalia memang selalu memperhatikan gerak-gerik Bryan, dan benar saja, keesokan harinya, pas anak-anak pulang sekolah dan Thalia pergi sebentar untuk kerja.

Bryan memulai aksinya.

Namun, bukan Thalia namanya, jika tak bekerja sama dengan anak-anaknya yang cerdik, anak-anak membukakan pintu untuk pria itu.

"Mm ha-hai, Zoya, Zayn," sapa Bryan, agak gugup, terlebih melihat tatapan tak suka anak-anak kandungnya itu.

"Om mau ngapain ke sini? Pergi, Om, Mommy enggak ada, jangan ganggu Mommy!" kata Zayn ketus, begitu sakit hati Bryan karena selain diusir, dia juga dipanggil om oleh anaknya.

Dia memang ayah yang buruk.

"Ma-maafkan sa-saya." Bahkan dia merasa sendirinya tak pantas menyebut dirinya daddy. "Maaf, sungguh."

"Pergi aja, Om!" usir Zoya lagi.

"Ta-tapi, sa-saya ke sini untuk ngasih sesuatu, ke kalian. Hadiah. Sa-saya punya banyak hadiah untuk kalian, dan bukan bermaksud menyogok atau apa, itu tak sebanding dengan luka yang saya torehkan, tapi saya mohon, terimalah hadiah ini. Untuk kalian."

"Hadiah?" Wajah Bryan agak berseri melihat Zoya dan Zayn kelihatan antusias.

"I-iya, hadiah, sini saya tunjukkan." Bryan mendekati mobilnya, kemudian membuka garasi. Ber-box-box kado ada di sana, ia keluarkan, dan letakkan ke teras rumah.

Zoya dan Zayn tersenyum bengis satu sama lain.

"Ini semua, untuk kalian, Sayang," kata Bryan.

"TEMEN-TEMEN! HADIAHNYA UDAH DATENG!!" teriak Zoya dan Zayn tiba-tiba, jelas mengagetkan Bryan, apalagi setelahnya anak-anak seumuran anaknya mulai keluar dari rumah dan berebut hadiah Zoya dan Zayn dari Bryan tanpa ragu.

Bryan syok.

Setelah selesai mengambil hadiah masing-masing hingga tak bersisa, anak-anak itu berterima kasih pada Bryan, kemudian berhamburan pergi keluar dari rumah. Bryan menatap syok Zoya dan Zayn.

"Kalau udah tau hadiahnya gak sebanding dengan luka yang Om torehkan ke kami, gak usah nyoba, Om," kata Zoya, melipat tangan di depan dada.

"Dia kira kita berdua anak biasa kali, yang bisa luluh dengan hadiah murahan. Eh, Om, mainan kami banyak, kami gak butuh mainan dari Om. Selayaknya kami juga gak butuh Om. Pergi sana, jangan ganggu Mommy kami!" Zayn menimpali, berikutnya mereka masuk rumah dan menutup pintu dengan keras.

Bryan, berdiri mematung di tempat.

Ini sangat sulit ....

"Ssstt, argh ...." Bryan masih dalam keadaan diperban, sakitnya belum benar-benar pulih, dan kejutan ini lumayan menyakitinya. Perasaan, fisik, amburadul.

Tak tahan, air mata pun berjatuhan begitu saja.

Bryan masuk mobilnya, terisak. "Enggak, enggak, aku gak akan menyerah gitu aja. Enggak." Dia menyeka air mata yang ada. "Zoya dan Zayn bukan anak biasa, dan ini baru kali pertama percobaan. Jelas, belum saatnya menyerah. Tak ada kata menyerah!"

Tomboy MommyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang