XVI. Audentes Fortuna Iuvat

1.6K 268 22
                                    

⠀⠀Georgie berlari pontang-panting secepat yang ia bisa, menembus hutan gelap. Ranting pohon hingga perdu berduri tersangkut-sangkut pada rok yang ia kenakan, tapi gadis itu sama sekali tak berhenti. Karena setiap kali ia menoleh, para pengejarnya ada di sana, membawa tombak dan obor di atas kepala.

⠀⠀Terdengar seruan dari salah seorang pengejar, membuat Georgie semakin panik. Ia berbelok buta ke kanan, masuk dalam pekat malam. Hingga tiba-tiba saja, kakinya memijak udara kosong.

⠀⠀Gadis itu menjerit panik, jantung seolah tertinggal saat tubuhnya meluncur jatuh dan mendarat di semak-semak. Sayangnya, kontur tebing yang curam memberi kesempatan pada gravitasi untuk menarik tubuh Georgie. Tak ada yang bisa ia lakukan selain pasrah, lengan-lengan melindungi kepala. Tubuhnya terguling bersama kerikil serta runtuhan tanah, tak lagi jelas mana atas mana bawah. Hingga akhirnya, punggung gadis itu menghantam benda keras.

⠀⠀Georgie membuka mata, napas terengah. Ia berbaring di dasar tebing, terhenti oleh sebuah batang pohon tumbang. Jauh di atas sana, ia bisa melihat titik-titik cahaya dari obor penduduk pulau. Mereka mondar-mandir di tepi tebing, lalu pergi begitu saja. Mungkin dipikirnya Georgie sudah mati, atau mungkin mereka mengambil jalan memutar ke sini.

⠀⠀Dia harus segera pergi, tapi seluruh tubuhnya nyeri. Menahan sakit, ia bangkit ke posisi duduk. Perlahan,  matanya mulai terbiasa dalam gelap, samar-samar menangkap bayangan pohon. Telinga Georgie menjadi awas, sebagai respon dari visual yang terbatas.

⠀⠀Ia mendengar gemericik air, seperti aliran sungai. Mungkin terusan dari air terjun Macoca tadi. Dari manapun sungai itu mengalir, yang jelas ia mengalir ke laut. Jika Georgie mengikuti alirannya, mungkin dia bisa mencapai pantai dan menggunakan kembang api untuk memanggil Lyra.

⠀⠀Merogoh kantong, Georgie memastikan kembang api yang diberikan Blade padanya tadi masih utuh. Begitu pula dengan jamur-jamur paquata yang mereka kumpulkan—sebagian sudah gepeng tak berbentuk, tapi masih banyak yang utuh. Semoga saja masih bisa digunakan.

⠀⠀Berpegang pada bonggol pohon tumbang, Georgie memaksa tubuh untuk berdiri. Tersaruk-saruk ia berjalan, mendekati bunyi air. Kanopi hutan semakin tipis, memberi panggung pada sinar bulan untuk menerangi jalan perempuan tersesat itu.

⠀⠀Beberapa langkah kemudian, Georgie sudah sampai di tepi sungai. Sedikit lebih besar dari sungai Macoca, tapi aliran airnya lebih deras. Sepertinya, lebih dalam juga. Hati-hati ia bersimpuh di tepian, meraup air banyak-banyak untuk kerongkongan yang kering. Kemudian, Georgie membasuh wajah dan luka-luka di sekujur tubuh.

⠀⠀Ketika gadis itu hendak menegakkan diri, terdengar keresak dari balik punggungnya. Ia langsung menoleh, memelototi tepi hutan.

⠀⠀"Siapa di sana?"

⠀⠀Tak ada jawaban. Georgie meraih crossbow yang terselempang, yakin bahwa suara barusan bukan suara binatang nokturnal. Lebih seperti bunyi ranting yang diinjak binatang besar—contohnya, manusia. Ia meraih anak panah, memasangnya pada busur. Mata si navigator memindai sekeliling, mencari sesuatu yang bergerak.

⠀⠀Di sana, di balik semak. Panah crossbow meluncur, dan satu sosok berguling ke samping untuk menghindar. Melompat berdiri, si bayangan mengacungkan pedang ke leher Georgie.

⠀⠀"Quién eres?" ia bertanya, suara maskulin berat. Samar-samar, terdengar aksen familiar dari caranya mengucap huruf R.

⠀⠀Meskipun begitu, Georgie tak paham bahasa yang digunakan, dan ia tak ingin berpanjang kata juga. Secepat kilat tangannya meraih ke belakang untuk mengayun anak panah seperti belati.

⠀⠀Pria itu sigap menangkis dengan sisi tumpul pedang, menggetarkan batang panah Georgie sebelum mematahnya. Gadis itu terpelanting kaget, hampir saja jatuh ke sungai kalau kakinya tidak segera menemukan pijakan. Diambilnya satu anak panah lagi, siap menyerang saat awan bergeser dan sorot bulan jatuh tepat ke wajah orang itu.

Of Sand and ShadowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang