2. Ketakutan Kairav

68 48 14
                                    

Kairav berselancar di sosial medianya dengan ekspresi masih memburam.

Bright yang melihat hal tersebut hanya menghela napas kasar seolah-olah dia membenci hal tersebut.

"Monyet! Dasar monyet! Kok lu bisa sahabatan sama monyet?" sarkas Bright ke dirinya sendiri.

"Yah, gak tau gue? Takdir?" ucap alter buatan Bright dengan penuh emosi kepada angin di sekitarnya. Tetapi, ketika Bright selesai mengucapkan kata 'Takdir', ekspresi suram Kairav yang sebelumnya ditujukan ke handphonenya, kini berbalik ke muka Bright.

Kairav. Dia. Kesal.

Sampai melemparkan ponselnya ke arah Bright.

"Apa??" tanya Bright tak kalah kesal dengan pandangan tidak suka khas Kairav. Dahi dikerutkan, mata memicing tajam. Seolah dia baru saja melihat seseorang yang ingin dia bunuh.

Padahal Bright hanya kesal karena selalu diacuhkan oleh Kairav akhir-akhir ini.

"Lo nyebelin!" ungkap Kairav.

"Gue? Nyebelin??" tanya Bright dengan ekspresi sok polosnya.

"Yaudah!! gak usah temenan lagi lo sama gue!" lanjut Bright sepersekon kemudian. Penuh emosi.

"Lo jangan ngungkit-ngungkit takdir bisa gak sih?? Gue bete dengernya! Dari tadi, omonganlu terus aja ... Takdir! Takdir! Gue benci tau gak?!"

Ekspresi Bright seketika mendatar.

Niat Bright awalnya cuma mau menyadarkan Kairav kalo dia tidak setampan itu.

Bisa-bisanya membuat Karina, yang merupakan salah satu teman seangkatan tercantik, menangis bombai.

Dan lagi.

Bright sampai harus terima diomelin Maya, sahabatnya Karina.

Lebih tepatnya : Dilabrak!

Kurang memalukan apa lagi experience kehidupan yang harus Bright jalani hari ini karena Kairav?

Bright sangat malu dengan kejadian tadi.

Belum lagi orang-orang sekitar yang melihatnya.

Belum lagi. Anin. Crush Bright yang beberapa bulan ini tengah diperjuangkannya. Juga melihatnya dilabrak oleh segerombolan perempuan!

"Sekarang bisa-bisa gue yang disangka suka maen cewek," pikir Bright di relung hatinya. Sedih.

Di masa lalu ... ada Sania. Dan sekarang Karina.

Kenapa harus Bright yang malah merasa bersalah? Kairav justru terlihat santai-santai saja.

Kenapa Maya tidak melabrak Kairav saja?

Pemikiran-pemikiran inilah yang membuat Bright kesal dan memuntahkan semua kemarahannya kepada Kairav secara tidak langsung barusan.

Alasannya? Karena Bright sudah tidak sanggup menahan kekesalannya.

Dia biasanya diam saja karena takut menyakiti perasaan Kairav yang sejak kemarin berjalan seperti diikuti awan mendung.

Suram. Depresi. Murung.

Bright kesal.

Jadi dia memarahi dirinya sendiri karena hanya itu yang bisa dia lakukan. Tepatnya, setelah Kairav mengacuhkan ucapannya sebelumnya.

Tapi, sekarang Kairav itu mengomel.

Bright tidak suka.

Dia kan tugasnya hanya mendengarkan supaya dia paham penderitaan gue, pikir Bright.

"Hanya gue yang boleh marah hari ini!"  tegas Bright di kepalanya.

"Terus kalo lo benci, gue harus diem gitu? Gue harus terima aja??? Kairav! Lo egois juga, ya?? Lo tau gak apa yang terjadi sama gue hari ini?!!" teriak Bright spontan.

Dia langsung meninggikan volume suaranya.

"Ya, itu urusan lo, bangsat! Ngapain lo pake bawa-bawa takdir segala!! Gue gak suka!" balas Kairav dengan kasar. Hal tersebut langsung membuat hati Bright retak.

"Gue ngomel juga karena berkaitan sama lo!! Makanya gue ngomelnya ke elo!!"

"Lagian yang bawa-bawa takdir mulu itu lo! Bukan gue!" lanjut Bright sambil menunjuk tepat ke muka Kairav.

Kapan dia membesar-besarkan persoalan takdir?

Tidak pernah.

Itu hanya sensitivitas tidak masuk akal Kairav!

"Lo tadi bahas takdir!!" kekeuh Kairav kepada Bright.

"Itu bukan intinya, bodoh! Itu cuma perumpamaan! Lagian gue cuma nyebut sekali!!!" teriak Bright dengan tangan yang sudah seperti akan meremas kepala Kairav.

"Tetep aja gue gasuka kalo lo terus bahas masalah takdir ke depan muka gue! Gue gasuka! Gasuka!"

"Oke. Fine! Terserah! Byee!" teriak Bright. Mengibarkan bendera putihnya duluan.

Bright mengambil tasnya dan pergi menjauh dari Kairav yang masih penuh emosi di gazebo kampus.

Untungnya lokasi yang mereka pilih cukup jauh dari keramaian. Sehingga mereka bisa dengan mudahnya berteriak seperti simpanse di kedalaman hutan.

Setelah beberapa menit berlalu, Kairav otomatis menyesal.

Dia selalu menyesal.

Akhir-akhir ini, hari-harinya selalu dipenuhi penyesalan.

Perpisahannya dengan Karina. Pertengkarannya dengan Bright. Hanyalah lapisan salju tertinggi di puncak semua masalahnya.

Kairav masih dilanda ketakutan.

Dan ketakutan itu. Saat ini.  Hanya Kairav yang mengetahuinya.

Menyebalkan.

Dan dia tidak bisa menceritakannya kepada siapa-siapa.

***



Kehidupan Kedua KairavTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang