23. Malaikat kecil

1.7K 45 0
                                    

Hari-hari berjalan seperti biasa, tak terasa kini usia kehamilan Zeora telah memasuki bulan ke 9. Perhatian dari suami, keluarga, dan teman-temannya semakin bertambah padanya. Mereka selalu memberikan dukungan pada Zeora, mereka sangat antusias menanti kehadiran keponakan, cucu dan anak pertama yang sebentar lagi akan lahir ke dunia.

Sebagai nenek dan kakek dari cucu pertama ini, Zia dan Deren sudah menyiapkan banyak hadiah untuk calon cucunya. Perkiraan dokter, cucu pertama mereka adalah anak laki-laki. Mereka senang mendengar kabar itu. Akhirnya sepakat membeli beberapa pakaian bayi laki-laki, mainan anak laki-laki dan berbagai macam lainnya sudah disiapkan Zia dan Deren.

Sedangkan Shaka merasa tidak enak pada mertuanya karena banyak merepotkan, mereka jadi banyak mengeluarkan uang demi calon anak mereka. Namun, saat Shaka hati-hati menolak, Zia tetap kekeuh akan membelikan apapun perlengkapan untuk cucu pertamanya. Bahkan ia merasa tidak keberatan jika ingin membelikan rumah atau mobil untuk cucunya.

Berbeda dengan Shaka, Zeora malah santai saja jika orang tuanya sudah memanjakan cucunya sebelum ia lahir. Menurut Zeora hal itu wajar-wajar saja agar kelak anaknya nanti tidak merasakan hidup susah. Toh, dia punya nenek dan kakek kaya raya yang siap memenuhi kebutuhan hidupnya.

Selama kehamilan Zeora, Shaka cukup kewalahan tiap minggunya, bahkan tiap bulan. Zeora semakin menempel padanya, lalu mengidam banyak hal. Pengen makan ini, makan itu, beli ini, beli itu, bahkan meminta Shaka untuk melakukan hal-hal yang dia ingin lihat. Contohnya, waktu itu Zeora pernah meminta Shaka untuk bisa menari ala idol kpop, lalu meminta Shaka memanjat pohon mangga milik tetangga, dan pasrah ketika istrinya ingin mendandaninya ala-ala artis Korea. Hal itu Shaka lakukan dengan ikhlas meski berat hati. Jika tidak dikabulkan, maka Zeora akan merengek layaknya anak kecil.

Untungnya sekarang ini Zeora sudah tidak bertingkah aneh. Dia lebih banyak melamun dan berpikir tentang hal-hal yang akan terjadi kedepannya. Sadar akan hal itu, Shaka berusaha agar tak membuat Zeora stress. Dia tahu jika istrinya ini sedang ketakutan untuk menghadapi persalinan. Sebisa mungkin Shaka mengajaknya mengobrol hal lain dan menghiburnya.

"Sayang, kalau misalnya nanti aku nggak selamat, kamu bakal nikah lagi nggak?" tanya Zeora pada malam saat mereka akan tidur.

Mendegar pertanyaan aneh itu, membuat Shaka mengerutkan dahinya bingung. "Kamu ngomong apa sih? Ngaco ah." Alih-alih menjawab, Shaka malah tidak suka mendengar pertanyaan itu.

"Kan seandainya, sayang."

"Nggak ada, nggak ada. Kamu bakal baik-baik aja, nggak akan terjadi apa-apa. Karena aku tahu kamu kuat."

Jawaban Shaka cukup membuat hati Zeora merasa tenang, dia tersenyum dan ia bersyukur telah dipertemukan dengan laki-laki setulus Shaka.

"Tapi aku masih penasaran lho, A' kalau misalnya nih aku pergi duluan, kamu bakal nikah lagi nggak? Masa pertanyaan gitu doang nggak mau jawab," ucap lagi Zeora mendesak jawaban Shaka.

Pria itu terdiam sejenak, sambil menggenggam tangan istrinya ia berpikir. "Nggak akan." Simple. Namun, membuat Zeora tidak puas akan jawaban itu.

"Kenapa?"

"Karena...kalau kamu pergi, aku juga bakal ikut pergi."

Jawaban itu langsung membuat Zeora tercengang, spontan memukul dada Shaka dengan raut wajah kesal.

"Yang bener atuh, Bapak!"

Sambil meringis kesakitan, Shaka menjawab. "Menurut kamu, apa aku bisa hidup tanpa kamu?"

"Terus anak kita nanti sama siapa kalau orang tuanya pergi?"

Kali ini Shaka diam membisu. Kalah debat kalau udah sama Zeora.

"Ck, udah ah, nggak usah mikir hal aneh-aneh. Kita bakal ngerawat anak kita bareng-bareng sampai dia menemukan seseorang yang udah pantes buat dia," kata Shaka dengan sebelah tangan mendarat di perut buncit Zeora dan mengelusnya dengan lembut.

Zeora tersenyum gemas. "Aaa, suami aku so sweet deh." Kemudian mendaratkan bibirnya sebentar di bibir Shaka.

"Nakal."

*****

Ditinggal Shaka bekerja, sejak bulan lalu Zeora selalu ditemani ibunya di rumah. Shaka khawatir jika terjadi hal-hal buruk pada Zeora jika dia ditinggal sendirian. Bahkan Zia setuju tentang itu, ia sangat bersedia menemani anaknya di rumah agar Zeora selalu aman dalam pengawasan sampai Shaka pulang.

"Ze, kamu udah makan siang belum?" tanya Zia yang datang dari arah dapur. Ia baru saja selesai masak untuk makan siang anaknya.

"Entar aja deh, Mi. Perut aku nggak enak buat diisi," keluh Zeora. Wajahnya tampak pucat dan masam kalau Zia lihat.

Wanita paruh baya itu mendekat, kemudian duduk di samping Zeora untuk melihat keadannya.

"Kamu sakit, Ze? Kok pucet banget?" Zia memeriksa suhu tubuh sang anak, namun tak terasa panas.

"Perut aku sakit, Mami," ucap Zeora sambil merintih kesakitan.

Disana Zia langsung panik dibuatnya. Dia tahu kayaknya anaknya ini udah mau melahirkan. Zia menghela napas untuk mencoba menenangkan diri, segera ia telfon supir pribadinya dan membawa Zeora ke rumah sakit. Di dalam perjalan, Zia terus menelfon suami dan menantunya agar mereka segera menyusul ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, dokter segera membawa Zeora ke ruang persalinan. Namun, saat itu Shaka belum datang. Ketika di hubungi, dia akan segera tiba disana. Sembari menunggu Zeora di ruang persalinan, Zia tidak bisa duduk tenang di luar ruangan. Di dalam hati ia selalu berdoa agar Tuhan menyelamatkan anak dan cucunya di dalam sana.

Tak lama kemudian, Shaka datang dengan berlari tergesa-gesa. Setelah meminta persetujuan dari salah satu perawat, Shaka masuk ke dalam ruangan untuk menemani istrinya disana. Dan tak berselang lama setelah itu Deren datang. Kedua orang tua Zeora itu sama-sama merapalkan berdoa untuk sang anak. Kegiatan itu tidak pernah berhenti sampai akhirnya Shaka keluar dari ruangan dengan tangis bahagia di wajahnya.

"Gimana, Nak?" tanya Zia tak sabaran.

Dengan senyum di wajahnya, Shaka mengangguk jika persalinannya berjalan lancar. Zia lega mendengar jawaban itu dan memeluk Shaka dengan erat.

"Selamat ya, Nak. Akhirnya kalian jadi orang tua." Zia menepuk pundak Shaka, turut merasakan kebahagiaan yang dirasakan kedua pasangan muda itu. Setelah sekian lama akhirnya keluarga mereka bertambah satu anggota.

Selang beberapa jam kemudian, Zeora dipindahkan ke ruang rawat inap bersama seorang bayi laki-laki tampan yang sangat mirip dengan ayahnya. Melihat cucu pertamanya lahir ke dunia, Zia dan Deren menitikkan air mata bahagia. Tak disangka kini mereka sudah menjadi kakek dan nenek dari bayi itu. Tuhan masih memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertemu dengan seorang malaikat kecil yang dititipkan dengan baik kepada keluarga mereka.

Sedangkan Zeora dan Shaka ikut tersenyum melihat bagaimana kedua orang tuanya begitu antusias menantikan anak mereka. Dan Shaka merasa bangga pada istrinya yang telah berjuang keras demi menghadirkan seorang anak laki-laki ke dunia ini.

"Nak, cucu Mami namanya siapa?" tanya Zia masih memamerkan senyum bahagianya.

Shaka dan Zeora saling pandang, kemudian tersenyum. "Argala Shagantara."

Lecturer secret wifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang