Retrograde

2 0 0
                                    


"Apa yang kau takutkan?" Suara seorang gadis memecah keheningan.

Aku menoleh ke belakang. "Takut? Apa yang... aku... takutkan?"

Tubuhnya mungil, dengan rambut perak yang terikat ke belakang. Kulit putihnya yang seakan bercahaya, memantulkan cahaya bulan.

"Aku?" Jemariku secara otomatis bergerak, berusaha mencari konfirmasi.

Ia mengangguk, hoodie tosca yang ia pakai ikut bergerak.

"Aku tidak takut apapun."

Gadis itu tidak memberikan reaksi apapun. Ia mulai mengambil langkah untuk mendekatiku, tepat di ujung jurang.

Langkahnya luar biasa senyap, meskipun di tengah malam dan di tempat sesunyi ini, seperti kucing yang sedang mengintai mangsa.

Gadis itu berhenti dan mengintip ke bawah, menggumam "Whoa..." perlahan dan melirik ke arahku.

Mata kami bertemu. Cahaya bulan membuat warna coklat matanya terlihat jelas.

"Kau tidak akan mati seketika jika kau loncat, kau tahu kan?" Gadis itu kembali melihat ke bawah, terfokus pada kegelapan yang seperti tanpa akhir.

Suaranya mengingatkan aku pada sesuatu, tapi entah apa.

"Memang, kau akan terbang selama beberapa belas detik, sensasinya pasti akan menyenangkan. Tapi setelah itu? BAM! Semuanya gelap, dingin, kosong. Kau tidak akan bisa bergerak lagi."

"...Aku tidak kesini untuk loncat." Mataku menghindari tatapannya.

"Oh ya? Baguslah." Dia menepuk pundakku perlahan sebelum tersenyum lebar.

Sentuhannya terasa... aneh, seperti dia tidak terbuat dari tubuh yang sama sepertiku. Seperti...

...Entahlah.

"Lalu, apa yang kau lakukan disini? Jangan bilang kalau kau mau lon..."

Gadis itu meloncat.

Aku bahkan tidak sempat menyelesaikan kata-kataku.

Ia menghilang ditelan kegelapan.

===

"Apa kau pernah melihatnya lagi?"

Aku menggeleng, kedua tanganku masih tetap berada di posisinya semula, saling bertautan dan diam di atas perutku. Tubuhku terbaring nyaman di atas sofa kulit yang dingin.

Ruangan ini dipenuhi oleh aroma lavender, tidak terlalu kuat, tapi aku berani bilang bahwa aromanya cukup dominan.

Tembok putih ruangan ini hampir tidak terlihat, karena tertutup oleh banyaknya plakat dan pigura berisi sertifikat, dan juga banyak piagam penghargaan dalam bidang psikologi.

Jauh di ujung ruangan, ada sebuah kursi eksekutif hitam besar yang terbuat dari kulit -jelas terlihat sangat nyaman- tertutup oleh meja kayu yang tidak kalah besarnya, aku bisa melihat beberapa buku terbuka dan pigura foto kecil, diletakkan dengan rapi.

Aku tidak bisa melihat apa yang diperlihatkan pigura itu, dan akan cukup merepotkan apabila aku berusaha. Aku sedang berbaring di ujung ruangan yang lain. Lagipula, sepertinya aku sudah tahu isi piguranya apa.

"Apa kau sering membayangkan gadis itu?"

Aku menoleh, melihat wajah wanita yang sedang duduk di satu kursi eksekutif lain (kali ini berwarna krem), di dekat tempatku berbaring. Sorot matanya yang berwarna sedikit jingga terasa teduh, seperti langit kala matahari terbenam.

"Bisa dibilang begitu." Mungkin perasaanku saja, tapi sorot mata wanita ini berubah, seperti diselimuti kesenduan.

Mataku bergerak menuju rak buku kayu besar yang terbuat dari mahoni, aku masih bisa mencium sedikit aroma plitur dibalik lavender yang semakin lama semakin menguasai, mungkin rak itu barusan di perbaharui. Buku-buku tebal berderet tegak, tanpa debu, rapih.

RetrogradeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang