Bab 2: Detik-detik Persidangan

1 0 0
                                    

Hari itu, di ruang persidangan yang kusut dan penuh dengan aroma kecemasan, aku duduk di tengah kebisingan hakim yang tegas dan jaksa yang terlalu percaya diri. Michael duduk di sebelahku, matanya mencari dukungan yang tak bisa kuberikan. Tidak ada yang tahu, kecuali aku, betapa rapuhnya dunia hukum ini.

Hakim memulai persidangan dengan serangkaian pertanyaan standar yang seperti rutinitas bagi mereka. Aku duduk di samping Michael, merasakan tekanan yang semakin berat. Detik ini adalah awal dari pertempuran panjang yang menanti di depan kami.

Langit-langit ruangan ini seakan-akan turun semakin rendah, membuatku merasa tertekan. Aku tidak tahu apakah itu hanya perasaanku atau ada sesuatu yang tak terlihat di balik tirai keadilan. Namun, aku adalah satu-satunya harapan bagi Michael untuk menemukan cahaya di tengah kegelapan ini.

Percakapan di ruang sidang terasa seperti sebuah tari yang rumit, di mana setiap gerakan memiliki makna tersendiri. Jaksa mencoba membangun kasus yang kokoh, sementara aku berusaha membongkar satu per satu batu fondasinya. Setiap saksi memberikan kesaksian yang seolah-olah telah disusun rapi sebelumnya.

Aku mengamati wajah Michael, yang terus berubah dari ketidakpastian menjadi kebingungan dan kemarahan. Di matanya terpancar keinginan untuk membuktikan ketidakbersalahannya, tetapi aku juga melihat bayangan keputusasaan yang terus mengintai.

Pada saat yang tepat, aku bangkit dan memulai serangkaian pertanyaan yang tak terduga. Aku menyusun puzzle yang tersembunyi di balik cerita-cerita bersaksi dan mencari celah di antara kata-kata yang diucapkan dengan hati-hati. Percakapan di ruang sidang menjadi semakin panas, setiap detik berharga seperti matahari terbenam.

Setelah persidangan hari itu, aku kembali ke kantorku yang suram, merenung tentang kemungkinan-kemungkinan yang belum terungkap. Setiap langkahku adalah langkah di tepi jurang, dan aku harus hati-hati agar tidak terperosok ke dalam ketidakpastian yang makin terdalam.

Aku duduk di meja kerjaku, melihat berkas-berkas kasus berserakan. Dalam keheningan, aku bertanya pada diriku sendiri, "Apakah benar hukum akan membawa keadilan, ataukah kita hanya terjebak dalam permainan kekuatan yang tak terlihat?"

Dengan pertanyaan itu, aku mengakhiri hari yang melelahkan, namun juga membuka pintu untuk memahami bahwa setiap langkah yang kuambil membawa konsekuensi yang tak terduga. Pintu kebenaran masih terkunci rapat, dan kuncinya mungkin tersembunyi di balik wajah-wajah yang tampaknya biasa di ruang sidang itu.

DIKOTOMI HUKUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang