Prolog

17 1 2
                                    

Angin di sore hari mendesir menyapa rambut kakak beradik yang tengah asyik bersepeda sambil bercanda ria, Genta Baskara dan Arago Baskara. 

" Genta.." panggil Arago pada adiknya yang saat itu berumur 12 tahun.

" Iya kak ?"

" Nanti kalo udah gede, Genta pengen jadi apa ?"

Genta terlihat seperti berfikir sejenak, lalu menyeringai dan menjawab

" Mm..pengen jadi kuat, kaya kakak!"

Mendengar hal itu Arago lantas tergelak dan diikuti oleh tawa Genta, sungguh indah pemandangan sore ini. Angin kembali mendesir menerpa wajah kakak beradik itu dan malam pun mulai mendekat. 

Saat Arago tengah asyik mengayuh sepedanya, tiba - tiba sebuah tendangan menghantam bahu Arago dan membuat mereka berdua terjatuh. Arago langsung berdiri dan menghampiri Genta yang sedang merintih kesakitan karena luka di lututnya.

" Genta gapapa ?" tanya Arago cemas. Genta sedikit mengangguk lantas menunjuk ke belakang Arago.

" I..itu kak.." ucap Genta gemetar.

Arago sontak menoleh ke belakang dan mendapati empat orang berpakaian jaket kulit hitam dengan ikat kepala dan jeans berwarna senada turun dari motornya. Arago langsung mengenali mereka karena motif pion catur di ikat kepala mereka.

" Black Chess.." Arago mendesis lalu bangkit menghadapi mereka. Salah satu dari mereka terlihat mengeluarkan knuckle dari saku jaketnya. Arago tersenyum miring melihatnya.

"Kenapa? Bos kalian masih belum terima sama kekalahan kemaren?" ucapnya disambung dengan kekehan. "Cupu.."

Salah satu utusan Black Chess itu kelihatan tersulut dengan ucapan Arago.

"Lo ga berhak ngatain bos, lo bakal tau akibatnya karna udah ngehina dia!"

Arago kembali terkekeh.

"Gausah banyak omong dah, udah buru gue gaada waktu buat ngeladenin kalian." ucapnya tanpa gentar sambil memasang kuda-kuda.

Melihat Arago yang tampak tidak takut sama sekali malah membuat mereka gemetar. Aura keberanian Arago memang terkenal sangat kuat saat itu. Genta yang melihat kejadian itu hanya bisa terdiam sambil menahan rasa sakit di lututnya.

Lalu Arago membuat gestur menggunakan keempat jarinya seperti kembali menantang mereka untuk maju. Akhirnya emosi mereka pun tersulut dan tanpa basa basi langsung bergerak menyerang Arago.

Dengan tenang Arago menghindari pukulan dan tendangan mereka yang membabi buta. Lagi- lagi Genta hanya bisa diam sambil menahan rasa sakit di lututnya. Baru pertama kali dia melihat saudaranya bertarung seperti ini. Arago terlihat masih menghindari serangan mereka yang tak ada hentinya.

Sampai akhirnya, punggung Arago menabrak tembok. Dia terdesak. Genta mencoba berdiri

" Genta.." Arago memanggil adiknya, Genta berhenti bergerak sambil menatap kakaknya.

" Duduk..liatin seberapa kuat kakak kamu ini! " perintah Arago.

Setelah mengucapkan kalimat itu, dengan gesit Arago melancarkan pukulan ke perut mereka berempat. Dan tanpa jeda Arago langsung melayangkan tendangan berputar khas nya kesana kemari yang membuat mereka tumbang satu persatu. Rupanya dia sengaja menyudutkan diri untuk mendapatkan celah menyerang mereka.

" Haah..buang-buang waktu aja kalian. " desah Arago lantas membantu Genta berdiri dan menuntunnya untuk naik kembali keatas sepeda.

" Lain kali kalo ada kejadian kaya gini lagi, Genta langsung lari aja ya. "

" T_tapi kak.. "

" Genta percaya kan sama kakak ? " tanya Arago sambil tersenyum meyakinkan adiknya. Genta ikut tersenyum lalu mengangguk pelan.

Saat mereka berdua berbalik badan, salah satu anggota black chess dengan gesit berlari ke arah Arago dan...

JLEB!!

Sebuah pisau sudah menancap di pinggang Arago. Genta terbelalak melihat tangan penjahat itu lantas berteriak sambil menangis. Anggota Black Chess itu pun langsung pergi bersama teman temannya dan menghilang di ujung gang. Arago roboh seketika dan memandangi Genta yang sedang menangisinya. Arago mengusap kepala adik tercintanya sambil mencoba tersenyum lantas berkata

" Maaf ya Genta...k..kakak kalah "

Genta menggeleng sambil sesenggukan.

" Kakak jangan pergii.." lirihnya.

" S..sampein sama mama ka..kalo kakak sayang...mama "

" Kakaakk.. "

" Ka..kakak, d..d..duluan ya Gen.."

Suara Arago menghilang bersamaan dengan nafasnya. Ia pun menutup matanya sambil tersenyum. Genta menangis sejadi-jadinya seraya ditemani matahari yang mulai terbenam. Dan kisah pun, di mulai.

IMPAS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang