Part 4 [Sarapan berujung Harapan]

6.3K 394 6
                                    

Happy Reading, sorry for typo.

Di minggu pagi, aku bangun terlambat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di minggu pagi, aku bangun terlambat. Padahal selama hidup, aku bangun terlambat bisa di hitung jari. Selelah apapun, aku pasti bisa bangun pagi karena kebiasanku sejak kecil.

Tapi kali ini berbeda, dan aku sadari jika alasan kali ini karena pelukan Sakha yang membuat tubuhku terasa nyaman. Setelah kegiatan panas yang panjang tadi malam, kami tertidur dengan Sakha yang memeluk tubuhku.

Aku mengerang kesal menatap jam yang sudah menunjukan angka sembilan, untungnya hari ini adalah hari libur sehingga setidaknya aku tak harus membantu Sakha bersiap kerja.

Rasanya malas sekali sekedar untuk beranjak dari ranjang, alih-alih itu aku memilih untuk tetap berada di posisi seperti ini. Menatap wajah Sakha yang tengah tertidur lelap menjadi pemandangan indah yang setiap pagi aku lihat, satu tangannya masih melingkar di pinggangku, lalu aku memindahkan satu tangannya yang aku jadikan bantal untuk terbebas. Aku tak mau dia terbangun dengan tangan yang pegal.

Namun tampaknya Sakha terjaga karena pergerakan yang aku lakukan, masih dengan mata tertutup, tangan Sakha yang ada di pinggangku bergerak ke atas sampai kepalaku lalu menarik kepalaku hingga wajahku semakin menempel di lehernya dan tak ada lagi jarak di antara kita berdua, bahkan sekarang aku bisa merasakan napasnya berhembus menyapa wajahku.

"Ini udah siang," kataku, sebelum Sakha kembali terlelap.

Sakha menunduk, hidung kami bersentuhan. Aku lihat matanya masih tertutup tapi aku tahu Sakha sudah bangun, karena aku merasakan jemarinya mengelus kepala dan pipiku. Lalu wajahnya terangkat, mengelus pipiku dengan pipinya yang terbebas dari jambang. Tak ada sejarahnya, wajah Sakha kusam.

Ya Tuhan, apalagi ini.
Sakha kenapa?

Bisanya tak pernah seperti ini, sekarang aku merasa Sakha tengah bermanja padaku. Seperti anak kucing yang memberi kode majikannya untuk di manjakan.

"Tumben kamu masih ada, waktu aku bangun," katanya dengan suara serak seksinya.

Ah iya, benar juga. Aku tak pernah melihat sisi Sakha yang seperti ini selama pernikahan kami karena aku akan menjadi orang pertama yang bangun lebih dulu, hanya aku yang mendapatkan pemandangan indah saat Sakha tertidur di pagi hari, sementara setiap Sakha bangun aku sudah tidak ada di sisinya untuk pergi memasak.

"Ini udah siang, Sakha."

"Ini minggu, Gempita," balasnya dengan santai, wajahnya tenggelam di ceruk leherku.

"Tapi kita harus sarapan."

Setelah mengatakan itu, barulah Sakha menjauh dari tubuhku termasuk tangannya yang tak lagi memberi elusan pada tubuhku. Sesaat hadir perasaan kehilangan.

"Sarapan di luar aja, kamu gak usah masak."

"Kenapa?"

"Kali-kali, gak papa kan?"

Flawless WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang