1. What if Gio Nanda pacaran (Aneh)
.
Ditengah terik matahari pagi ini, Nanda sudah dibuat pusing oleh tingkah kekasihnya. Sudah menjadi rahasia umum warga sekolah juga kalau Gio ini banyak tingkahnya, dan Nanda sangat mengetahui fakta itu.
Tapi, bisa tidak, untuk hari ini Gio tidak banyak tingkah? Nanda sedari tadi sudah menahan pusing di kepalanya. Sudah kepanasan, belum sarapan pula.
"Yang, mau yaa?"
"Gio diem dulu bisa, ga? Aku pusing denger celotehan kamu!"
"Loh kamu sakit, yang?"
Nanda menghela napas, panggilan yang Gio berikan sangat menggelikan untuknya. Pernah sekali Nanda menolak panggilan itu, tapi Gio malah menggantinya dengan panggilan 'kitten'. Yang mana Nanda malah langsung bergidik setelah mendengarnya dari mulut Gio.
"Aku laper, gio~ belum sarapan.. Terus kamu juga telat jemputnya, kan aku udah bilang bisa diantar Iyel! Kalau udah gini, aku mana bisa ke kantin? Pusing tau dijemur gini, emang dikira aku cucian basah apa!"
Celotehan panjang Nanda membuat Gio merasa bersalah tapi lebih banyak rasa gemasnya. Juga ada rasa puas tersendiri, karena Nanda yang begini, cuma Gio yang bisa lihat.
"Yang, aku beliin mam ya?
"Yaudah sana, jangan bisanya cuma bertingkah aneh kamu!"
Gio tidak sakit hati dengarnya, soalnya yang dibilang Nanda itu memang benar. Tau tidak, kenapa Nanda kesal sampai pusing gini? Soalnya Gio sudah tahu sedang dihukum hormat bendera, malah sekalian stretching di lapangan. Mana di lapangan sebelah ada kelas yang sedang olahraga. Bikin malu saja.
.
"Nan, sayang aku ga?"
Mulai. Agenda Gio dan ketengilannya kembali merecoki waktu makan siang Nanda.
"Yang, jawab dong!"
"Aku lagi makan loh ini, Gi. Kamu juga itu dimakan, nanti keburu dingin ih!"
"Jawab dulu, sayang aku apa engga?!"
Kenapa Gio jadi gini, sih? Nanda kok agak menyesal telah menerima Gio, ya?
"Makan atau aku tinggal?"
"Yaudah, emang disini yang sayang cuma aku. Kamu kalau mau pergi, gih sana! Ga usah nelpon-nelpon nanti malem kalau insomnya kambuh!"
Nanda menghela napas, ia langsung merebut piring serta sendok yang digenggam Gio. Membuat pacarnya itu kaget bukan main, takut kalau Nanda malah melemparkan piring itu ke mukanya Gio sih.
"Ayo makan cepet, aku suapin."
Gio speechless, perdana selama ia pacaran, baru ini Nanda bersiakap begitu manis padanya.
Hhhh, tolong ya, Gio. Bedakan mana bersikap manis dan lelah menghadapi tingkah kamu.
Nanda ini aslinya antiromantic, kalau lihat dia yang tiba-tiba bertingkah atau merengek itu bukanlah hal yang disengaja.
★
.
2. What if Ares nerima lamaran Orion (dried flowers)
.
Sabtu pagi yang cerah, Ares baru saja menyelesaikan acara menyirami tanaman di tokonya. Pemuda kelahiran 2004 itu sekarang asyik membereskan pot-pot berisi kaktus kecil di rak dekat jendela.
Jam masih menunjuk di angka 6:30, masih terlampau pagi sebenarnya untuk membuka toko. Tapi karena ini adalah hari Sabtu, yang mana dirinya tidak ada kesibukan, makanya dia sudah siap dengan celemek di tubuhnya.
Selesai membereskan tanaman berduri itu, Ares melangkahkan kakinya masuk ke dalam toko. Mengambil secangkir teh untuk dibawanya keluar. Dia sudah selesai dengan tugas paginya, kini waktunya menikmati udara pagi beraroma bunga serta secangkir teh di tangannya.
"Wangi banget, Ibun emang paling oke kalau bikin teh."
Diletakkannya cangkir di meja karena merasa getaran pada saku celana. Ia bertaruh untuk satu mawar putih, kalau yang membuat ponselnya bergetar adalah sosok yang ada di seberang jalan.
"Ngapain coba, kan tinggal nyebrang aja."
"Ya gapapa, aku kan udah kangen dengar suara kamu."
"Halah, ga usah cosplay jadi Deon. Ga cocok! Udah nyebrang aja hati-hati, aku tutup."
Ares memang terkenal dengan kata-kata pedasnya. Namun serius, apa yang terucap dari bibir tipisnya adalah bentuk perhatian. Ya.. walaupun memang benar pedas.
"Perasaan matahari ga terik-terik amat deh ay, kenapa mukamu merah gini?"
Ares memalingkan wajahnya, Orion nih sebenarnya hanya menggoda atau memang tidak sadar akan perbuatannya tadi?
"Ay, sini aku periksa. Panas atau engga, aku takut kamu demam."
"Apa sih! Udah sana ganti baju, katanya hari ini mau bantu aku?"
"Tapi serius kamu ga ngerasa pusing gitu?"
Ares menggeleng, dia tuh malu. Astaga kenapa tunangannya jadi beloon gini? Biasanya dia akan menggoda Ares sampai wajahnya Semerah tomat, tapi kini tidak. Entah Ares harus bersyukur atau justru khawatir? Iya, khawatir dengan kebloonan si mas calon suaminya.
"Ay, ini gimana pakainya? Bantuin aku dong~"
Yah, Orion bukan Orion namanya kalau tidak membuat kebisingan.
.
Ares kalau sudah berkutat dengan bunga dan tanaman lain, itu sudah merupakan bencana untuk Orion.
Bukannya melebih-lebihkan, tapi memang si tunggal anaknya Ibun itu akan lupa segalanya kalau sudah berurusan dengan makhluk hidup berfotosintesis itu.
Lihat saja, sekarang sudah jam 12 lewat banyak dan Ares masih belum juga mau meninggalkan tanaman di depannya. Orion kan lapar, memangnya Ares tidak lapar apa ya?
"Gue udah duduk di sini, sengaja biar dia lihat kalau bolak-balik. Malah ga dilirik juga."
Bicara sendiri, mengeluh sendiri. Pesannya belum juga dibaca oleh Ares. Padahal ia bisa saja menghampiri tunangannya, tapi rasanya enggan.
Orion tidak pernah melihat Ares dengan begitu telaten merawat tumbuhan di depannya.
Iseng, ia akhirnya memotret Ares lalu kembali mengirimi pesan. Berisi keluhan juga Omelan yang untungnya langsung dilihat Ares.
Pemuda April itu tersenyum, dia menoleh dan memberikan gesture 'ok' pada Orion.
"Ayok, mau makan apa?"
"Apa ya? Pupuk aja kali ya?"
Kernyitan muncul di dahi Ares. Orion nih mau malawak kah?
"Apa sih? Ayo ah, katanya laper?"
"Males ah, aku udah kenyang ngeliat bunga."
"Yon, jangan aneh-aneh ya! Ayo ih, aku juga laper nih~"
Orion terkekeh, tidak bisa menghindari Ares yang sudah merengek ini. Jarang-jarang pacarnya bertingkah menggemaskan di tempat umum begini.
.
★★
Kkeutttttt~~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
One shot | Haruto Harem
FanfictionHaruto x All (BxB) Seringkali menjadi lapak 'menyakiti Ruto' •́ ‿ ,•̀ Tolong untuk bijak dalam memilih bacaan! ©harubeeiys