1. Pertemuan Pertama

2.2K 127 12
                                    

Hari Senin pagi. Hari di mana semua siswa di seluruh Indonesia melakukan upacara bendera. Wonwoo yang berdiri di paling belakang terlihat tidak mendengarkan amanat yang sedang diberikan oleh pembina upacara. Hingga upacara sudah tiba di penghujung. Wonwoo sudah bersiap untuk berlarian meninggalkan lapangan, tapi tiba-tiba kepala sekolah naik ke atas podium dan memberikan pengumuman.

"Hari ini sekolah kita kedatangan guru baru. Beliau bakal mengajar Bahasa Indonesia di kelas 10 sama kelas 12. Beliau juga bakal jadi guru BK yang ngebantu Bu Irene. Dia dateng dari kota yang jauh. Ah, kenapa jadi saya yang memperkenalkan? Langsung aja, Pak Delta, silakan memperkenalkan diri." Kata pria paruh baya itu lalu turun dari podium.

Kini berganti pria muda yang berdiri di sana. Beberapa siswi bahkan langsung berteriak histeris. Wonwoo yang awalnya tidak peduli pun melihat ke depan sana.

'Tsk... Saingan baru lagi. Padahal udah cukup si Ano aja yang jadi saingan ketampanan gue di sekolah ini.' Batin Wonwoo.

"Halo, teman-teman." Mingyu, pria itu tersenyum mengedarkan pandangannya sembari melambaikan tangannya.

"Hai, pak~!"

"Halo, masa depan!"

"Bapak ganteng deh!"

Dan berbagai sorakan lainnya. Mingyu menanggapi itu semua dengan senyuman.

"Perkenalkan.. nama saya Delta Mingyu Gelar Darmawan. Puji Tuhan, di belakang nama saya sudah ada gelar lain selain Gelar Darmawan, yaitu gelar M.Pd. Tahun ini usia saya 27. Saya lahir di Yogyakarta tapi jadi orang Bandung setelah kuliah S1 dan S2 di UPI Bandung jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia. Setelah lulus, saya balik lagi ke kota kelahiran dan ngajar di sana selama 2 tahun sebelum balik lagi ke Bandung. Dan seperti yang dikatakan bapak kepala sekolah, tahun pelajaran ini saya ditugaskan untuk mengajar Bahasa Indonesia di kelas 10 IPA dan 12 IPS, juga guru BK yang akan mengawasi kalian siswa kelas 11, meskipun saya belum pernah jadi guru BK. Saya harap kalian bisa bekerja sama." Perkenalan Mingyu selesai, dan semua wanita yang ada di lapangan itu bertepuk tangan sembari bersorak girang.

'Kayaknya ketenaran gue bakal menurun setelah ini.' Batin Wonwoo menangis.

"Pak! Status bapak apa?" Teriak salah satu gadis kemudian.

"Status, ya.. hahaha." Mingyu tertawa kaku. "Saya masih sendiri."

Dan kali ini sorakan para gadis terdengar lebih ricuh dari sebelumnya. Setelahnya para siswi lain mencoba untuk memberikan pertanyaan pada Mingyu, tapi sang kepala sekolah menyuruh Mingyu untuk turun karena takut para gadis semakin menggila.

Upacara pun dibubarkan dan para siswa kembali ke kelas masing-masing. Tapi tidak untuk Wonwoo dan Junhui. Mereka berdua langsung pergi ke warung Bi Eenㅡsurganya para siswa laki-laki. Sebuah tempat di mana para siswa bisa merokok sepuas mereka, sebuah tempat pelarian di saat para siswa membolos kelas, dan sebuah warung di mana para siswa bisa mengambil gorengan hari ini dibayar besok tapi nyatanya tak kunjung dibayar.

Wonwoo menghisap batang beracun itu lalu membuang asapnya ke sembarang arah. Begitu pun ketiga temannya, Jisoo, Junhui, dan Hansol. Di sana juga mereka tidak berempat, melainkan beramai-ramai dengan pria dari berbagai kelas yang mayoritasnya dari kelas IPS.

Bel tanda jam pelajaran ketiga pun berbunyi. Tetapi Wonwoo masih duduk manis di tempatnya. Tentunya dengan rokok ketiganya. Hingga kemudian ia mendengar suara ricuh.

"Ada guru woy!"

Dan seketika para siswa di warung Bi Een berlarian pergi, pun ketiga teman Wonwoo. Wonwoo sendiri masih setia di tempatnya seakan tidak mendengar peringatan tadi. Kemudian muncullah sosok guru yang dibicarakanㅡDelta Mingyu. Mingyu melihat sekeliling.

"Oh, ternyata ada kantin ilegal juga, ya.." Gumamnya.

Terlihat Bi Een keluar dari warung dan menyapa Mingyu. "Eh~ Pak guru ganteng baru itu, ya?"

Mingyu mengangguk. "Kenapa buka warung di sini, bi? Kenapa gak di dalem aja?"

"Ah, itu.. biaya sewanya terlalu mahal, pak. Saya gak bisa kalo harus bayar tiap bulan." Tutur Bi Een.

"Pantesan disebut sekolah swasta paling elit.. ternyata yang dagang juga harus bayar." Gumam Mingyu. "Saya pesen kopi item, ya, bi.. pake gula satu sendok."

"Mau di bawain ke meja bapak?"

"Gak usah, saya minum di sini aja."

Sementara Bi Een pergi membuatkan kopi, Mingyu mendudukkan dirinya di sebelah Wonwoo yang terlihat tidak peduli sama sekali. Tak lama kemudian kopi pesanannya tiba. Mingyu menyesapnya sedikit dan mengangguk-angguk. Kemudian dia menoleh ke arah Wonwoo.

"Boleh minta rokoknya?"

Wonwoo balas menatap Mingyu dan terdiam sejenak. Lalu ia memberikan sebatang rokoknya pada Mingyu, bahkan menyulutkan api untuknya. Mingyu pun mulai menyesap rokoknya.

"Ah~ Jadi gini rasanya rokok." Kata Mingyu sembari mengangguk-angguk lalu membuang rokok yang masih utuh itu ke bawah dan menginjaknya.

Wonwoo melihat itu dan kembali menatap Mingyu dengan dahi berkerut. "Kalo gak pernah ngerokok sebelumnya kenapa minta rokok saya? Bapak pikir beli itu gak pake uang?"

"Saya cuma penasaran aja. Rasa apa yang bikin kamu sesantai ini tanpa meduliin bunyi bel dan saya yang merupakan guru di sekolah ini."

"Kalo udah tau rasanya, ya udah, pergi."

Mingyu mengangguk singkat. Dia berdiri dan mengambil uang dari dalam dompetnya. Ia simpan uang senilai lima ribu itu di bawah gelas kopinya.

"Sampai ketemu nanti, Erza Wonwoo." Kata Mingyu lalu pergi.

Wonwoo langsung mematung. "K-kok dia tau nama gue?"

Dan setelah kejadian itu, Wonwoo merasa kalau Mingyu sering mengawasinya. Anehnya, saat siswa lain tertangkap basah sedang merokok Mingyu akan langsung menghukum siswa itu, tetapi itu seperti tidak berlaku untuk Wonwoo. Setiap kali Mingyu melihat Wonwoo merokok, Mingyu akan membawa Wonwoo ke ruang BK namun tidak berkata atau melakukan apa pun setelahnya. Hanya berdiam diri. Jujur saja Wonwoo sedikit tersiksa dengan keheningan itu. Dengan tatapan Mingyu khususnya.

Seperti siang ini contohnya. Wonwoo duduk di kursi sembari menggulung kesepuluh jemarinya, merasa resah dengan Mingyu yang terus menatapnya dalam diam.

"Belum kapok?"

"H-huh?" Wonwoo mendongak menatap Mingyu di seberangnya.

"Masih mau ngulangin lagi?"

"Ngerokok?" Dan Wonwoo mengangguk sebagai jawaban.

"Orang tua kamu tau?"

"Ya mana mungkin saya kasih tau lah, pak. Gila aja."

"Jadi kalo saya laporin kelakuan kamu ke orang tua kamu, apa kamu bakal kapok dan berenti ngerokok?"

Wonwoo mengedikan kedua bahunya. "Tergantung? Tapi kenapa bapak sampe segininya, sih, sama saya? Guru-guru yang lain juga tau saya sering ngerokok, tapi mereka gak pernah ngelakuin apa yang bapak lakuin sekarang."

"Saya cuma ngelakuin tugas saya sebagai guru kamu. Saya gak mungkin diem aja di saat saya tau anak didik saya keluar dari jalan yang benar."

"Kalo gitu bapak tinggal pura-pura gak liat dan pura-pura gak tau. Lagian bapak gak ngajar saya di kelas."

"Purnama."

Bulu kuduk Wonwoo berdiri. Baru kali ini dia mendengar seseorang memanggil nama belakangnya saja dengan suara rendah dan sedingin itu.

"Saya gak bakal panggil orang tua kamu ke sini."

"B-beneran?"

"Saya sendiri yang bakal dateng ke rumah kamu dan nemuin orang tua kamu."

to be continued...

ㅇㅇㅇ

A Dream Marriage Life [⏹️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang