ASMARA TUKANG JAMU

3.2K 10 1
                                    

Langsung saja, aku Jimmy (28). Di usia yang sudah hampir 30 ini, aku belum juga dapat kerja yang benar, ya setidaknya itu kata orangtuaku, padahal gelar Sarjana Pertanian sudah ada di genggamanku. Tapi, memang susah cari kerjaan di kota sebesar Surabaya. Akhirnya, awal tahun lalu aku memutuskan untuk merantau ke Kupang, NTT. Kebetulan, kakakku Bram punya kios sembako.

Udahlah Jim.., dari pada kamu nganggur, ke sini saja, bantu aku kelola bisnis kecil ini, katanya waktu menelponku.
Yah, maklumlah, Mas Bram itu pegawai negeri dilingkup Diknas, dan Mbak Is, istrinya juga guru SD, yang selalu sibuk mengajar. Jadi, aku pun mulai terbiasa menjaga kios sembako itu. Langgananku banyak, mulai dari yang tua hingga anak-anak. Soalnya, selain sembako, kini kios itu juga berisi berbagai keperluan sehari-hari. Pokoknya lengkap deh. Kakakku pun memujiku, soalnya sejak aku yang mengurusi, kios itu jadi maju, padahal aku baru 6 bulan disitu.

Eh, cerita ini berawal saat aku mulai merasakan kecapaian mengurusi dagangan. Apalagi kiosnya sudah diperbesar. Sedangkan aku hanya dibantu oleh Nurce, pembantu rumah tangga kakakku, gadis 19 tahun yang asli Kupang itu.
Wah, aku pegel-pegel nih Nur.., minum obat apa ya yang bagus..? tanyaku pada Nurce suatu siang.
Nurce tidak langsung menjawab. Dia masih sibuk menata bungkusan Pepsodent ke dalam rak pajangan.
Ngg apa Kak.., Kakak pegel-pegel..? Nurce balik bertanya.
Memang anak itu selalu memanggilku dengan sebutan kakak, cukup sopan kok.

Saya tau tukang jamu yang bagus Kak, bisa dipanggil lagi. Kalau mau, besok saya panggilkan deh, jawabnya.
Kok tukang jamu sih Nur..? Memang mujarab..? tanyaku.
Betul Kak, bagus banget kok khasiatnya, dan banyak yang langganan. Popoknya Kakak lihat aja besok.
Nurce kembali sibuk dengan bungkusan Pepsodent yang belum habis tertata.

Sehari pun berselang. Dan, betul saja kata Nurce, pagi itu aku kedatangan tamu. Namanya Mbak Sri, umurnya sekitar 30-35 tahunlah. Pakai kebaya khas tukang jamu gendong, ketat dan menampakkan lekukan tubuh yang masih sangat seksi dan terlihat sintal.
Selamat pagi Mass, Mbak Sri sedikit mengagetkanku di depan pintu kios.
Oh.., pagi Mbak.., ada apa ya..? tanyaku sambil membenahi karungan beras yang baru kuatur.
Ini pasti Mas Jimmy ya..? Ini lho, saya Mbak Sri. Saya diminta Nurce datang kesini, katanya Mas Jimmy-nya pingin nyobain Jamu pegelnya Mbak Sri, jawabnya.
Ini ada jamu pegel dan jamu kuatnya sekalian Mas. Biar Mas Jimmy tambah seger dan perkasa, katanya sambil langsung meracik jamu untukku, tanpa membiarkan aku bicara dulu.
Iya deh Mbak coba buatin.., kataku.

Wah, saat meracik jamuku itu, Mbak Sri duduknya jongkok di depanku yang duduk di atas kursi. Jelas saja mataku dapat melihat sempurnanya gundukan di dada Mbak Sri. Mungkin kalau dipakaikan Bra, ukurannya 36 atau lebih, terlihat kuning langsat dan segar, kayak jamunya. Aku terus menikmati pemandangan itu sambil berkhayal tentang bagian tubuh lainnya milik Mbak Sri.

Nah.., ini Mas, dicobain dulu jamunya, Mbak Sri membuatku kaget lagi sambil menyodorkan segelas jamunya.
Aku sempat terpana saat melihat wajah Mbak Sri dari dekat, benar-benar mulus. Rasanya tidak pantas deh si Mbak dapat kerjaan seperti ini, lebih pantas jadi istri pejabat.
Ngmm.. si Nurcenya dimana Mbak..? aku pura-pura bertanya sambil menerima gelas jamu yang disodorkan.
Oh.. tadi langsung ke pasar. Katanya mau belanja buat masak menu makan siang, jawab Mbak Sri.
Aku pun langsung menengguk jamunya. Glek..glek..glek.. Ahh.. agak pahit nih Mbak..
Kukembalikan gelas jamu itu. Lalu Mbak Sri menuangkan campuran gula merah penghilang pahit dan langsung kutenggak.

Gimana..? Udah hilang to pahitnya Mas..? kata Mbak Sri sambil mencoba mengikat kembali kain penggendong jamu, Mbak Sri memberi tahu tarifnya.
Semuanya tiga ribu Mas, murah meriah, katanya.
Kubayar dengan pecahan lima ribuan.
Kembaliannya ambil aja Mbak.., jamunya enak, kataku.
Mbak Sri berterima kasih, tapi tidak langsung pergi.

Mas.., tolong angkatkan tempat jamu ini ke punggung saya ya.. pintanya.
Duh.., kesempatan nih, aku langsung berpikir ngeres untuk melihat bukit di dada Mbak Sri dari belakang.
Ohh.. dengan senang hati Mbak.., kataku.
Perlahan kuangkat tempat jamu yang lumayan berat itu, lalu aku mencoba meletakkan pada lipatan kain di punggung Mbak Sri. Dan, mataku jelalatan ke dadanya. Wah, si Mbak nggak tahu kalau dadanya lagi diintip. Sekali lagi aku menarik nafas ketika melihat gundukan daging di dada Mbak Sri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ASMARA TUKANG JAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang