Cukup sulit memanggil Nerissa kali ini. Riak yang Delja buat tidak kunjung memunculkan sang kakak. Namar sampai memberanikan diri menurunkan kaki ke permukaan air supaya bisa menimbulkan riak yang lebih besar agar Nerissa segera melihatnya.
Bahkan seseorang seperti Namar pun nyaris berteriak ketika kakinya ditarik ke bawah tiba-tiba. Kegesitan tangannya dalam menarik pistol dan menahan tubuh membuat Delja ikut terkesiap, khawatir kakaknya akan ditembak. Syukurlah Nerissa tidak melanjutkan aksi jahilnya dan memunculkan diri. Kali ini, kakak Delja yang kelima, Alannis, ikut serta bersamanya.
Alannis! Delja mengulurkan tangan, yang langsung disambut oleh sang saudari. Walau tangan itu basah oleh air laut dan membuat kulit Delja sedikit panas, tapi sensasi itu tidak bertahan lama. Kulit duyung cepat kering begitu naik ke permukaan.
"Kami butuh bantuan," Namar langsung bicara ke intinya. "Adakah cara yang bisa kalian tawarkan untuk mengambil Jantung Biru Samudera?"
"Ada," Nerissa menjawab. "Sebelum itu, bagaimana dengan janjimu? Asal tahu saja, aku tahu pangeran ada di sini."
"Ya, dan dia sudah memberi kami hadiah perkenalan." Namar menunjuk luka di dahi Delja.
"Pangeran melakukan itu pada Delja?!" Alannis merebut cangkang dari tangan Nerissa dan memekik ke sana. "Tidak mungkin!"
"Benar! Jangan-jangan kau yang memukulnya!" tuduh Nerissa.
"Oh, benar, dan aku jugalah yang memukuli diriku sendiri," Namar membalas sinis.
Delja menggeleng dan menunjuk luka itu, lalu menggumamkan nama Eryk sebagai penegasan.
"Dia masih di sekitar sini, menunggu saat yang tepat untuk menangkap adik kalian." Namar menarik belati Delja dari sabuk senjatanya. "Lihat? Ini sudah ada di tangan kami."
Nerissa dan Alannis saling pandang, sama-sama kelihatan setuju kalau ini saat yang tepat.
Delja segera mencengkram erat tangan Namar. Digelengkannya kepala kuat-kuat.
"Kenapa?"
Jangan bunuh.
Nerissa melayangkan tatapan tidak percaya. "Kita punya kesempatan untuk membunuh Eryk. Kau jangan menghalang-halangi itu."
Delja tahu dia bodoh. Barangkali dia harus diam dan menurut saja alih-alih bertingkah seperti sekarang. Hanya saja yang Delja pikirkan adalah betapa tidak adilnya jika Eryk dibunuh hanya karena keegoisan Delja. Dia yang ingin menjadi manusia dan mengejar cinta. Dan ketika ditawarkan pun, dia terlalu lemah untuk menerimanya. Mungkin ini akan lebih mudah kalau Eryk benar-benar menjualnya sebagai budak, namun pada kenyataannya, pemuda itu sungguh peduli kepada Delja.
"Sebenarnya, Delja ada benarnya."
Sekarang giliran Namar yang memperoleh tatapan membunuh Nerissa.
"Kalau urusan adik kalian selesai sekarang, apa yang akan memaksa kalian membantuku?" Namar memutar-mutar belati di tangannya. "Kalian bisa saja kembali ke laut dengan mudahnya dan kita tidak akan bertemu lagi."
"Beraninya kau menganggap kami seperti itu," desis Nerissa.
"Tahan taringmu, Galak. Aku hanya mengatakan kemungkinan yang akan terjadi." Namar menyipitkan matanya ke arah Nerissa. "Aku tidak peduli semulia apa atau sebaik apa kaum kalian dalam membantu manusia dahulu kala. Tapi bila aku di posisi itu, lebih baik aku langsung pergi daripada bersusah payah menemani bajak laut ke mata badai."
Nerissa berdecih. Di sebelahnya, Alannis mengusap pundak saudari sulungnya itu, kemudian mengambil alih cangkang siput laut dari tangan Nerissa.
"Aku memiliki beberapa informasi yang bisa membantu kalian," ujar Alannis. "Dalam beberapa buku kuno kerajaan laut, lokasi yang disebutkan memang tidak serinci yang didapatkan oleh kalian di buku harian itu. Sudahkah kalian punya perkiraan arahnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Heart for A Heart
FantasyDelja mengorbankan segala sesuatu untuk pria itu. Pada akhirnya yang didapatkan hanyalah hati yang patah. | • | Ketika Delja, seorang putri duyung, jatuh cinta kepada manusia, dia mengorbankan banyak hal demi mewujudkan angan-angan cinta sejati. Naa...