Ingatan (Septuplet 7 Wonders)

143 16 1
                                    

"Ingatan" © Roux Marlet

BoBoiBoy © Monsta

Tak ada keuntungan material dari cerita ini

Family, Hurt/Comfort, ElementalSiblingAU, Septuplet

Jumlah kata: 1000 (fiuh!)

Warning: motion sickness, flight trauma

Dipublikasikan di Twitter pada 11 Juli 2023

#IFA2023 #rubrikIFA2023

Prompt 1: perjalanan

Prompt 2: pesawat

.

.

.

.

.

Ice bin Amato tersentak bangun ketika tubuhnya terguncang keras. Koreksi, diguncang.

"Iiiiice! Kita hampir sampai!" Suara orang yang mengguncang bahunya jauh lebih keras mengguncangkan gendang telinganya.

"Ukh, Kak Blaze?" Ice mengerjapkan mata beberapa kali, kepala tertoleh ke sinar terang dari jendela sebelah kiri. Tak butuh waktu lama sampai dia sepenuhnya sadar sedang berada di mana.

"Kita sudah di Jerman?"

"Iya, Ice! Beberapa ratus meter di atasnya!"

"K-kita sedang mendarat?" Ice melongo. "Kok, Kak Blaze berdiri kalau pesawat sedang mendarat?"

Suara pramugari di dekat mereka menggelegar, "Tuan yang di situ! Tolong duduk dan pakai sabuk pengamanmu!"

Blaze duduk sambil nyengir.

Selagi pramugari itu menyampaikan protokol keselamatan selama pesawat mendarat, Ice berbisik, "Kak Blaze. Apa Kak Hali mabuk?"

"Ha?" Blaze menoleh, balas berbisik, "Enggak, tuh."

"Bau minyak angin," sahut Ice sambil mengendusi udara, mengenali aroma yang tadinya tak ada. Sudah berapa jam dia tertidur kalau mereka hampir sampai di akhir penerbangan Kuala Lumpur - Berlin?

"Oh, itu bukan Kak Hali."

"Baunya kuat banget, dari kursi di depan kita."

"Iya, bener. Kak Taufan dari tadi muntah-muntah."

"Kak Taufan ...?" seloroh Ice dengan dahi berkerut.

"Kita semua, 'kan, belum pernah naik pesawat terbang. Jadi, nggak ada yang tahu siapa yang bakal mabuk di pesawat."

Ini adalah perjalanan pertama si kembar tujuh ke luar negeri dan pertama kali naik pesawat terbang. Ayah mereka sudah sering melakukan perjalanan macam ini dalam pekerjaannya sebagai duta Malaysia untuk PBB, didampingi sang istri, Amadea. Ayah Amato, Tok Aba, yang juga belum pernah naik pesawat terbang dan secara usia paling senior dalam rombongan itu, justru tampak segar dan gembira di samping cucu nomor tiga, Gempa. Dua cucu Tok Aba yang tertua, Halilintar dan Taufan, berbagi kursi di depan Blaze dan Ice si anak tengah. Dua yang terakhir dari si kembar tujuh adalah Duri dan Solar, duduk di bagian tengah rombongan: di belakang Tok Aba dan Gempa, di seberang kursi Blaze dan Ice, di depan ayah dan ibu mereka.

"Karena Kak Taufan sakit, biar Duri yang bantu gendong Solar!" seru Duri antusias.

"Duri, biar Kak Gempa aja. Nanti kamu berdua jatuh," sela Gempa di depannya.

"Biar Ayah yang gendong Solar nanti," pungkas Amato dengan nada final. "Kalian bantu siapkan kursi rodanya, ya?"

Si bungsu, Solar, beberapa bulan lalu mengalami kecelakaan berat yang membuat kedua kaki dan tangan kanannya lumpuh serta hilang kemampuan bicara. Dengan tangan kirinya, diusapnya kepala Duri penuh rasa terima kasih.

It's Dark, but I'm Not AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang