t i g a - Jumpa Pertama

5 1 0
                                    

Ocha... Udah siap belum?"

Kara merapikan rambutnya yang telah dia tata rapi. Sesekali dia melihat kearah pintu kamar untuk memastikan Ocha keluar. Gadis kecilnya itu sedang memakai baju sendiri setelah dia mandikan tadi.

Sementara itu, Kara menyiapkan sarapan mereka di piring. Dia tidak sempat memasak karena kesiangan. Jadi dia membeli seporsi bubur ayam yang dibagi dua dengan Ocha nantinya. Anaknya tidak akan habis kalau makan satu porsi. Dan dia harus mengemat sementara ini.

"Ochaa..." Panggilnya sekali lagi.

"Nda... Ni cucah" rengek Ocha. Gadis kecil itu menunjukkan belakang kepalanya. Rupanya dia sedang berusaha untuk mengikat rambutnya sendiri.

Kara hanya mampu tersenyum. Digapainya sang anak untuk membenarkan kunciran kudanya. "Ocha kenapa gak minta tolong sama bunda?"

"Ocha da cuka nda kepotan"

Muaachhh

Kara mengecup gemas pipi gembul anaknya. "menguncir rambut Ocha gak buat bunda kerepotan sayang... Bunda malah suka menghias rambut panjang Ocha ini"

Ocha terkikik saat sang bunda menggelitik area perutnya "hihihihiii... Geyi nda.."

"Hehehe.... Baiklah sayang" Kara melirik jam dinding "wahh.... Sudah waktunya berangkat nih Cha. Sudah siap bertemu Bu Lia dan teman teman Ocha?"

"Ciaaapp dooong...." Oca berdiri dengan semangat. Dia menggendong tas bentuk kepala beruang sendiri. Kemudian memakai sepatunya sendiri dan menunggu di depan rumah.

Alasan Kara selalu tersenyum setiap pagi adalah melihat tingkah Ocja yang semakin hari semakin mandiri. "Kamu sudah besar ya Cha.." gumamnya.

Bayi kecil yang dulu lahir dengan keadaan susah payah kini pembawa keceriaan untuknya. Menjalani sebagai ibu tunggal sangat berat dari awal. Sedari dia hamil muda harus beberapa kali pindah kontrakan hanya karena dikenal sebagai pezina. Sampai akhirnya dia berhenti di kota ini. Kota yang terkenal dengan lawang sewu-nya. Dan itupun setelah Ocha lahir, dan dia di kenal sebagai janda muda dengan satu anak.

Kara tersenyum lebar, setidaknya dia sekarang sudah mempunyai pekerjaan tetap. Walaupun harus merelakan tumbuh kembang Ocha yang lebih banyak di daycare. Tapi tak apa, anak itu mengerti. Sungguh anugerah indah untuknya.

Dengan mengendarai sepeda motor yang dia beli dibawah sepuluh juta, mereka menembus jalanan pagi dengan riang. Ocha acap kali bersenandung ria dengan lagu yang dia dapatkan di daycare. Lagu kesukaannya adalah cicak cicak di dinding.

"Titak titak dingdingding... Diam diam merayap.. happ... Lalu ditangkap"

Cup
Cup
Cup

Kara menghadiahi banyak kecupan di kepala anaknya saat lampu merah. Lagu yang tiap kali dia dengar memang melenceng jauh dari lirik aslinya. Tapi anaknya akan terus mengulang dengan lirik itu setiap kali dia betulkan. Heran, anak kecil memang seperti itu.

"Nda... Jalann!!!" Seru Ocha

"Baiklah... Tuan Putri"

Setiap harinya selalu seperti ini. Kara bersyukur, Ocha tumbuh dengan sehat sampai sekarang ini dengan keterbatasan biaya untuk membesarkannya. Tak apa, dia akan bekerja lebih giat lagi agar tahun ini anak itu bisa mengenyam pendidikan paud seperti yang lainnya.

Sesudah mendrop Ocha di daycare Bu Lia, Kara mengendarai motornya ke sebuah gedung tempatnya bekerja. Beberapa orang staff kantor tampak sudah sampai. Mereka saling sapa sebagai sesama bawahan yang setara.

"Kemarin kamu jemput Ocha hujan hujanan?"

Ratih, teman dibalik meja resepsionisnya bertanya. "Ya.. aku tidak mungkin menunggu hujan reda. Bu Lia juga punya kesibukan yang lainnya"

Reinkar(a)nasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang