Jam Tangan dan Angkringan

4 1 0
                                    

"Paket"
Suara yang tidak asing terdengar. Memang suara itu kudengar hampir dua sampai tiga kali seminggu. Tapi kali ini aku sedang tidak memesan apapun di online shop.
"Ya, paket siapa, Pak?" tanyaku penasaran
"Syakira"
Tentu saja itu aku, karena di rumah ini hanya ada aku dan ibuku.

Setelah kuterima dan kubuka, ternyata arloji cantik berwarna coklat. Terlihat aesthetic. Kucoba masukkan ke pergelangan tangan, manis sekali. Lima detik kemudian aku tersadar kembali bahwa aku tidak memesan barang ini.

Tapi, dua hari lalu adalah hari ulang tahunku. Bisa jadi barang ini semacam surprise, kado ulang tahun dari penggemar rahasia yang sebenarnya tidak rahasia-rahasia amat.

Aku sudah menaruh curiga kepada seseorang. Tampaknya dialah pelaku yang sudah tiga kali mengirim surprise semacam ini tiap aku berulang tahun. Tapi dia tidak pernah mengakuinya.

Seketika kuraih handphone, lalu kubuka aplikasi chatting untuk segera mengirim pesan kepada "Sohib Gue" itu nama kontak yang kuberikan pada Adit di ponselku.

"Dit, tar malem sibuk?" chatku to the point kepada Adit. Lalu tidak sampai semenit chatku sudah langsung centang biru yang artinya sudah dibaca. Dan ia membalas dengan cepat.
"Engga Sya, kenapa?
"Angkringan, yuk!"
"Boleh, sama siapa lagi?"
"Kita aja" jelasku
"Berdua?" ia memastikan
"Ya," balasku lagi
"Ok" ia menutup chatting dengan singkat. Setiap kali mengirim chat, tidak perlu lama untuk dibalasnya.

Aku dan Adit cukup lama bersahabat, sejak masih duduk dibangku SMA. Sebenarnya ia bukan teman satu sekolahku. Kami berkenalan ketika aku sedang main ke rumah Rayhan, tetangga sekaligus temanku sejak kecil. Kebetulan saat itu ada teman-temannya, salah satunya Adit. Sejak tu kami sering main di angkringan bersama, bertukar buku, saling bantu mengerjakan tugas sekolah. Seru sekali, ia selalu ada tiap kali aku butuh.

Tidak terasa persahabatan itu sudah berjalan di tahun ke delapan. Dia masih saja sama seperti dahulu, Adit yang selalu menyediakan waktunya untukku.

*****
Malam diangkringan, ramai pemuda-pemudi duduk-duduk di Pendopo angkringan tengah kota. Suasana ramai sekali. Tapi aku belum menemukan batang hidung Adit.

Tidak lama kemudian ia datang tergesa-gesa. Napasnya masih berantakan, terengah-engah.
"Sorry Sya, agak lama. Gue banyak kerjaan tadi di Kantor" Kata Adit sambil melepas jaket.
"Ya, Gakpapa. Duduk! Udah gue pesenin es teh tarik tuh, kesukaan lo," kataku. Kami sudah tau kesukaan masing-masing.

"Huffth, kenapa Sya? tumben lo ngajak maen pas weeekday gini. Emang lo ga ngantor?" tanyanya santai.
"Enggak, lagi cuti. Cuti malas. Hahaha," jawabku sambil tertawa. Beberapa hari ini memang aku sedang mengambil cuti untuk istirahat dari penatnya pekerjaan.
"Ada gitu ya?" Balasnya juga sambil tertawa. Kami tertawa kecil bersama.

"Eh, Sya! Jam tangan lo bagus juga tuh!" katanya sambil menatap jam tangan yang baru tadi siang kudapat.
"Bagus dong, manis ya?" jawabku sambil meliriknya yang ternyata dia sedang memandangiku sambil menopang dagunya dengan tangan kiri.
"Bagus," ia membuang pandangannya ke meja angkringan. Seolah tak mau aku tau bahwa ia sedang memandangi wajahku.

"Dari lo kan?" pertanyaanku seolah mengagetkannya.
"Hah? Apa? Dari cowok lo kali! Sejak kapan gue beli-beli barang buat lo?" ia menyangkal seperti biasa.

"Sejak tiga tahun lalu. Tiga kali kan Dit, lo kirim paket misterius tiap kali gue ulang tahun di tiga tahun belakangan ini?" tanyaku serius sambil memajukan posisi kepalaku lebih dekat kearahnya. Pertanyaan ini sedikit mendesaknya.

"Apaan si, Sya? Ngaco lu!" Tiba-tiba ia jadi canggung. Kemudian lima menit kami terdiam, suasana jadi kaku.

"Dit, kado misterius yang pertama gue terima waktu itu isinya flashdisk. Saat itu yang tau flashdisk gue hilang cuma lo. Kedua, kotak musik dari kayu jati, ukirannya unik. Dan gue ingat betul barang itu kita liat di pameran pas gue minta anter sama lo ke pameran kota. Dan gue blang, gue pengen banget dikasih kotak musik sama seseorang. Dan ini, jam tangan!" kataku sambil menunjukan jam di pergelangan tanganku.
"Lo kan yang pertama engeh jam tangan gue rusak waktu kita sama yang lain liburan ke pantai?" Aku mencoba membeberkan bukti kepadanya, ia hanya diam sambil sesekali menunduk.

"Dit, kenapa? Kenapa lo kasih barang-barang ini diam-diam kaya gini? Kenapa lo gak pernah ngaku tiap kali gue tanya ini dari lo apa bukan?,"

Ia masih saja diam, tanpa kata-kata. Susana kembali hening. Lalu malam semakin larut, sedang aku masih menunggu jawaban darinya. Es teh tariknya sudah habis. Lalu ia menghela napas.

"Sya. Ya, itu dari gue," katanya pelan.
"Kenapa?" tanyaku ketus
"Gue tau lo suka Reyhan dari dulu. Meskipun lo tau Reyhan sering gonta-ganti cewek dari dulu dan dia juga nganggep lo cuma sahabat. Sama kaya lo nganggep gue cuma sahabat. Tapi perasaan gue lebih dari itu, Sya.
Memang, gak pernah baik ujungnya kalo persahabatan diwarnai dengan cinta-cintaan bullshi* kaya gini. Ya kecuali pada akhirnya, keduanya memang saling jatuh hati. Tapi enggak dengan gue dan lo. Ya kan? Gue bukan siapa-siapa Syakira, gue emang pengecut. Gue terlalu takut ketika lo tau perasaan gue, lo bakal ngejauh dari gue. Gue takut gak bisa nemenin lo lagi tiap kali lo mau pergi. Tiap kali lo mau nukmatin suasana malam di kota. Tiap kali lo mau belanja dan butuh referensi dari gue. Gue bahagia dengan keadaan ini. Walaupun gue paham betul, hati lo gak pernah ada buat gue," jelas Adit.

Tak terasa, mataku basah mendengar penjelasannya. Setulus itukah hatinya untukku? Setidak peka itukah aku selama ini? Tapi aku benar-benar tidak menyadarinya dan tidak pernah ada perasaan lain selain sahabat. Bahkan jika aku harus jatuh cinta padanya hari ini untuk membalas semua kebaikannya, sungguh perasaanku masih tertutup rapat-rapat untuk Reyhan.

Padahal ada lelaki sebai ini diam-diam mencintaiku, diam-diam memperhatikan kehidupanku. Banyak waktunya yang ia berikan untukku. Tanpa memohon balasan cinta yang dia tau tidak pernah terbalas selama ini.

"Sya, sekarang lo udah tau. Gue siap kalo lomau menjauh dari gue mulai sekarang. Gue sadar gue gak pantes dapetin hati lo. Gue cuma sohib lo kan?" katanya, sedang aku hanya diam tak bergeming.

"Gue pamit ya, Sya! Tapi kalo lo masih butuh apa-apa, gue masih siap buat lo!" Lanjut Adit sambil mengenakan kembali jaketnya.

Lalu ia pergi.

Angkringan pendopo yang semakin ramai ini, terasa hening seketika saat ia pergi. Seperti ada yang hilang.

Rahmah Khamoon

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kado Ulang TahunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang