Part 1

1.2K 94 12
                                    

"Bi ini enggak mungkin kan?"

"Mamah sama Papah pasti masih punya uang kan Bi?"

Bi Nani yang ditanya hanya bisa menunduk sedih akan apa yang terjadi kepada majikan nya.

"Tinggal rumah ini saja, tapi ternyata pihak Bank mengambilnya..." gumam Reta.

"Bi Nani silahkan pergi, saya sudah tidak bisa memperkerjakan Bibi lagi," ujar Reta kepada Bi Nani yang sudah bekerja di keluarganya.

Reta Anastasya Bagaskara, putri tunggal dan penerus Bagaskara Corp. Orangtuanya baru saja meninggal beberapa hari yang lalu. Takdir yang ia alami sangat menyedihkan dengan semua kekayaan yang dulunya ia miliki tapi sekarang sudah tidak tersisa lagi.

"Non nanti mau tinggal dimana?" tanya Bi Nani.

"Saya gampang Bi, Bibi silahkan pergi. Sebentar lagi juga saya akan pergi dari rumah ini." setelah mengatakan itu ia mengemasi barang barang yang akan ia bawa.

Reta pergi dengan mobilnya, ia harus mencari tempat singgah.

"Untung saja masih ada rumah ini." gumamnya melihat rumah klasik miliknya yang sempat ia beli tanpa sepengetahuan orangtuanya.

"Gara-gara selalu boros jadinya semua serba susah." dumelnya.

"Besok makan apa, kerja apa, udah enggak ada uang sama sekali." melihat isi dompetnya.

"Mah, Pah... Reta kangen... reta enggak bisa hidup seperti ini." tangisnya pecah sekarang.

Dulu hidupnya penuh dengan uang, apapun yang ia mau semua di dapatkan dan sekarang ia harus bersusah payah untuk mendapatkan uang. Reta menyesal karena dulu tidak pernah mau membantu pekerjaan orangtuanya hingga akhirnya perusahaan besar milik orangtuanya bangkrut tak tersisa. Reta beli ini dan itu juga semua dari harta orangtuanya. Di umurnya yang ke 27 tahun ia belum menemukan pasangan hidup malah ia berpikir untuk tidak menikah saja karena menurutnya pernikahan itu hal yang tidak menyenangkan. Karena nantinya akan ada beban yang harus dipikul.

"Apa aku coba jual diri aja ya?" gumamnya melihat tubuhnya tidak terlalu buruk untuk dijajakan. Daripada ia mencari suami kaya lebih baik ia menjual dirinya sendiri.

"Coba minta bantuan Bela aja deh" ia segera mendial nomer kontak sahabatnya untuk mencari pekerjaan.

Reta menceritakan apa yang ia butuhkan, tanpa bercerita pun semua orang sudah tau mengenai kerluarga dan perusahaan nya yang bangkrut.

"Gue ada tawaran nih, daripada lo jual diri!"

"Apa?"

"Beso datang saja ke rumah gue,"

Reta mengiyakan dan mengakhiri telfonnya.

*****

"Gimana maksudnya?" tanya Reta meminta penjelasan.

"Om gue cari istri, lebih tepatnya bukan istri si, tapi mesin pencetak anak. Dia dipaksa nikah sama orangtuanya tapi sampai sekarang belum nikah juga."

"Nah kemarin minta tolong ke gue buat cariin perempuan yang mau terikat kontrak sama dia."

"Gila lo!" marah Reta.

"Lo jauh lebih gila Reta! masa mau jual diri?!"

"Bel gue enggak mau nikah!"

"Kurang enak apa sih nanti kalau lo mau sama om gue, biaya hidup ditanggung, anak lo ditanggung semuanya nanti ditanggung." ceramah Bela memberikan wejangan kepada sahabatnya.

Reta tampak menimang tawaran sahabatnya, sebetulnya Reta sangat tertarik hanya saja syaratnya ia harus menikah dan punya anak.

"Om lo umur berapa?" tanya Reta

"42.. hehe"

"Tua banget!" ejek Reta.

"Tua gitu juga gagah sama kaya, secara anak tunggal kaya raya bro, gak kaya lo. Anak tunggal tapi bangkrut!" marah Bela.

Reta mendengus, dulu ia yang kaya sekarang malah dirinya yang harus mencari cari uang. Takdir sangat tidak berpihak kepadanya kali ini.

"Gue terima deh, lumayan juga hidup gratis daripada mati kan!"

"Keputusan yang bagus sayang.." puji Bela kepada Reta.

"Okey besok gue kabari lagi kalau ada info selanjutnya.."

Reta mengangguk, "oh iya Bel.."

Bela yang dipanggil menoleh

"Minta uang dong Bel.." pintanya kepada Bela yang dibalas keplakan pada kepalanya.

"Sahabat enggak tau malu lo!"

"Ngapain malu? Nanti buat gue kelaparan tau!"

Bela yang mengerti posisi sahabatnya sekarang segera mengeluarkan beberapa uang untuk Reta.

"Makasih ya Bel, maaf ya repotin"

*****

"Siapa namanya?"

"Dia udah tau kalau saya cuma butuh anak saja dari dia?"

"Apa saja persyaratan nya?" tanya Andrew kepada keponakannya bertubi tubi.

"Om tenang saja, dia enggak ribet kok. Reta cuma butuh uang sama hidup berkecukupan. Nanti setelah punya anak Om bisa kasih Reta rumah atau usaha biar nanti dia masih bisa hidup. Bela kasihan soalnya, dulunya kaya tapi sekarang serba kekurangan. Rumah aja bentar lagi baka dijual buat bayar hutang." jelas Bela.

Andrew menaikkan satu alisnya, tidak pernah terpikirkan olehnya akan mendapatkan perempuan yang mau dijadikan mesin pembuat anak.

"Atur semuanya.. "

"Baik Pak," jawab Reno sekertaris sekaligus asisten pribadi Andrew.

"Ini buat kamu.." mengulurkan cek.

Bela tersenyum, ia mendapatkan ganti jauh lebih banyak daripada yang ia berikan pada Reta.

Bela segera menghubungi Reta untuk bersiap karena sebentar lagi akan dijemput orang suruhan Andrew.

Orangtua Bela sudah tau jika Andrew mencari perempuan untuk dijadikan mesin pembuat anak hanya saja mereka tidak mau ikut campur karena mereka bukan sedarah. Dan orangtua mereka atau orangtua Andrew tidak mengambil pusing yang terpenting anaknya menikah untuk meneruskan silsilah keluarga.

"Semuanya akan berjalan sesuai dengan keinginan saya, semuanya tanpa terkecuali..." lirih Andrew ketika ia sendiri berada diruang kerjanya.

Baginya perempuan tidak ada yang tulus, semuanya lebih suka dengan harta dan kedudukan.



Bagaimana? Lanjut?

Yuk komen!

RETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang