1

33 3 1
                                    

Livia Putri Astara adalah anak tunggal dari keluarga sederhana. Ayahnya, Rama bekerja sebagai guru dan ibunya, Anita hanya ibu rumah tangga biasa. Meskipun keluarga kecil ini hidup dalam kesederhanaan namun tak membuat Livia merasa berkecil hati. Justru itulah yang membuatnya bersyukur berada ditengah-tengah ayah dan ibunya yang masih romantis meskipun usia mereka tak muda lagi.

Sekali lagi Livia bersyukur telah dipertemukan dengan lelaki yang baru saja menyematkan cincin pada jari manisnya. Guratan bahagia tercetak jelas pada wajah lelaki tanpa kumis di hadapannya itu.

Seketika riuh tepuk tangan menggema kala masing-masing jari manis sejoli itu telah terpasang cincin pertunangan.

Rafa memegang kedua tangan Livia kemudian berujar lembut.

"Sayang..."

"Terima kasih sudah menerimaku, satu langkah lagi ku pastikan kamu akan menjadi milikku seutuhnya"

Livia tersipu malu, meskipun begitu ia tetap mengangguk mantap dan keduanya berpelukan erat.

***

Begitu Livia menapakkan kakinya di pintu lobi, tangannya langsung ditarik oleh seorang wanita menuju lorong dekat dengan gudang. Tangan wanita itu mencengkeram kuat lengan Livia.

"Auhh.., sakit Sel" ringis Livia.

"Berkali-kali gue bilang gue nggak suka cara pak Caleo natap lo!" bentak Gisel seraya menyentakkan lengan Livia yang tampak merah akibat cengkeramannya.

"Ingat ya Liv, pak Caleo cuma punya gue! Dan siapa pun orang yang coba rebut pak Caleo dari gue hidup dia nggak bakalan tenang!" Gisel menghujani Livia dengan tatapan sinis dan sedetik kemudian ia pun pergi.

Livia menatap punggung Gisel yang semakin jauh seraya menyunggingkan senyum smirk yang tak begitu kentara.

"Livia"

Livia menoleh cepat saat Andini, sahabatnya memanggil namanya.

"Lo ngapain deh di sini sendirian?" tanya Andini seraya celingukan mencari seseorang.

"Biasalah"

"Ya elah kunti bogel lagi? Dasar emang, namanya kunti pasti nongol dimana-mana" ujar Andini kemudian mereka tertawa.

Livia dan Andini telah berteman sejak dibangku sekolah dasar. Awalnya mereka bertemu karena Livia tidak sengaja menabrak Andini hingga tercebur ke dalam parit kecil di depan sekolah. Akhirnya sampai usia mereka hampir 26 tahun, dan pertemanan itu masih awet.

Tak hanya itu, saat ini keduanya bekerja di divisi yang sama di perusahaan yang sama pula. Perusahaan Adima, yang berdiri sejak 1970 itu kini dipimpin oleh pewaris tunggal berwajah sangat tampan yang sayangnya memiliki sifat dingin layaknya kulkas berjalan.

Perusahaan yang memiliki peraturan sangat disiplin kadang kala membuat mereka jengah. Namun upah yang mereka terima sudah sangat cukup untuk seorang karyawan biasa. Ya begitulah, pemilik perusahaan ini masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia.

Kembali pada Livia, sudah hampir 3 tahun bekerja di perusahaan ini. Kini ia sedang dipromosikan naik jabatan sebagai manajer. Tentu semua itu tak mudah baginya, mulai dari mempertahankan kinerjanya, loyalitas, serta kemampuan leadership yang mumpuni.

Namun dibalik itu semua ternyata banyak dari mereka yang terang-terangan membenci dirinya akibat rasa iri. Seperti Gisel, entahlah Livia rasa ia tak membuat kesalahan fatal sehingga menyebabkan Gisel tampak begitu benci padanya. Jika karena pak Caleo, kenapa harus dirinya yang kena getahnya? Ambil saja, Livia tidak akan bersaing dengan siapa pun perihal laki-laki, itu prinsipnya.

Huft.

Sudahlah, mari fokus pada lembaran kertas di hadapannya. Livia meregangkan tubuhnya sejenak bersiap tempur dengan komputer dan antek-anteknya.

Hari ini kantor sedang disibukkan dengan persiapan ulang tahun perusahaan yang akan diadakan minggu depan. Seperti yang diduga, baru saja hendak mengerjakan tumpukan kertas di hadapannya, Gisel datang tepat di depan mejanya lengkap dengan wajah angkuh dan tatapan sinisnya.

"Lo dipanggil pak Caleo, tapi inget gak usah gatel!" ujar Gisel kemudian pergi.

"Bukannya dia yang gatel abiez sama pak bos ya? Buset dah, najis amat tuh orang!" olok Andini lirih seraya menatap sengit Gisel yang sudah kembali ke ruangannya. Livia dan Andini duduk bersampingan dan hanya terhalang sekat, itulah mengapa Andini dapat mendengar apa yang Gisel ucapkan.

Livia hanya tersenyum kecil kemudian beranjak untuk masuk ke ruangan bosnya.

Tok tok tok.

"Permisi pak"

Livia segera masuk saat setelah mendengar gumaman dari balik pintu kaca di depannya.

"Bapak manggil saya?"

Wajah tampan itu hanya memandang datar tanpa ekspresi. Sekitar 2 menit baru Caleo bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah Livia.

Suara ketukan sepatu yang semakin mendekat membuat Livia sedikit menegang, apalagi aroma maskulin yang mengambang di udara dengan lembut masuk dalam indra penciuman Livia.

"Parfum ini..."

"Ikut saya"

Belum selesai Livia berujar dalam hati, suara bariton itu telah menginterupsinya untuk mengikuti langkah tegas pemimpin Adima.

"Baik pak"

Mereka telah keluar dari ruangan CEO dan berjalan menuju lift prioritas. Saat pintu lift telah terbuka Caleo segera masuk diikuti oleh Livia di belakangnya. Tidak berselang lama, pintu lift pun tertutup. Tidak ada pembicaraan diantara mereka, hanya kesunyian yang menemani hingga pintu lift terbuka.

Caleo berjalan terlebih dulu masih dengan ekspresi datarnya, bahkan sapaan hormat dari bawahannya pun tak ia gubris.

"Dasar congkak!" maki Livia dalam hati.

Sesampainya di pintu lobi tiba-tiba langkah Caleo terhenti sebab suara panggilan dari sisi kanan mereka yang disertai dengan tangisan perempuan.

"Leo! Papah kecelakaan!"

***************************************************

Hai guys,

Kita ketemu lagi di cerita ke 19887756 kali kayaknya😂😂

Cerita baru dari aku bertema romansa membagongkan, semoga kalian suka and enjoyyy

see you!

Backstreet (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang