Buruk. Kondisi hutan yang sebelumnya tampak normal menjadi berantakan dalam beberapa saat. Tidak ada lagi pohon-pohon yang berdiri kokoh di sekitar. Batu-batu besar juga berserakan di sana sini seolah itu adalah kerikil. Belum cukup berantakan, ada banyak rekahan di tanah.
Ara menggeram jengkel. Rambutnya yang biasa rapi menjadi lebih kusut dari biasanya. Berkosentrasi mengirimkan batu-batu besar ke satu titik dalam kecepatan tinggi.
Sialnya. Lagi-lagi. Sebelum batu-batu itu mendarat ke tanah, hempasan angin kuat sudah melemparkannya. Ara menutup wajahnya saat embusan angin berdebu menerpa dirinya.
Di tengah-tengah itu, Erin masih berdiri di tempatnya. Terjaga dari batu-batu yang dikirimkan Ara atau kepulan debu yang mencekik tenggorokan. Erin tersenyum miring melihat wajah Ara yang tempak kelelahan. "Tidak ada gunanya kau mengirimkan banyak hal jika tidak ada yang bisa mendekatiku,"
Erin melangkahkan kakinya mendekati Ara. Tenang, tanpa beban melewati tanah yang sudah tak berbentuk. "Sekarang aku tahu kenapa kau bersama peserta tadi. Kau tidak begitu pandai dalam pertarungan. Kau mengandalkan orang lain dan membantu dari belakang,"
Ara bersiaga menatap tajam ke arah Erin yang mendekatinya. Dia melemparkan beberapa batang pohon ke arah Erin. Tubuh Ara limbung, dia berlutut kehilangan kekuatannya. Erin dengan tenang menghindari serangan Ara.
"Bukankah kau seharusnya merapikan perpustakaan? Bukannya malah merebut kartu orang lain," Erin berhenti di depan Ara. Mata merahnya menyorot kejam ke arah Ara.
Erin menendang wajah Ara, membuatnya terpelanting mendarat di tanah. Erin menghampirinya lagi. Dia mengangkat pisaunya dan menusuk telapak tangan Ara. Teriakan kesakitan keluar dari mulut Ara. Darah mengalir.
Erin menarik pisaunya. Meninggalkan luka besar dan rasa sakit. Erin memegang dagu Ara untuk fokus melihat ke mata merahnya. "Katakan padaku, kenapa kau ke sini? Bersikaplah manis sebagai penjaga di kerajaan Mistero. Kau hanya memegang bara api,"
Ujung pisau Erin kini bergerak ke leher Ara. Tanpa ada perasaan di mata merahnya, Erin melukai leher Ara. Hanya sebuah luka kecil dari tusukan dangkal di leher Ara, tapi sudah mengeluarkan darah. Ara mendesis kesakitan.
"Kau lemah. Bukan aku yang terlalu kuat. Penjaga rumah suci seharusnya tidak menggunakan kekuatan kartu serpihan Berlian Bintang untuk kepentingan, tujuan, dan perasaan pribadi," Erin menarik pisaunya. Dia merubah sasaran dan menusuk pergelangan tangan Ara. "Karena itu, tubuhmu menolak dan terluka karena menggunakan kekuatan serpihan Berlian Bintang,"
Rasa sakit yang luar biasa. Ara menggigit bibir bawahnya. Menahan teriakannya. Matanya gemetar. Erin dengan wajah dinginnya menarik pisau dan mengangkatnya tinggi-tinggi. "Tenang saja, aku tidak akan membunuhmu,"
Ara menutup matanya. Bersiap dengan segala kemungkinan terburuk.
Erin menyeringai. Dia bersiap akan menusuk Ara saat pisaunya yang masih di udara tiba-tiba terhantam sesuatu dan langsung terlempar jauh. Erin yang terkejut tidak sempat menghindari tendangan di wajahnya. Dia ikut telempar meski masih bisa mendarat dengan baik.
Mata merahnya mengamati penganggu yang sudah menyakitinya. Dia mengenal orang itu. Orang yang sama yang menghentikan serangan Erin pada Felis di aula. Erin berdiri sambil merapikan dasi kupu-kupunya. "Ah, Kazu?"
Nama yang keliru. Lazu tidak menggubrisnya. Dia membantu Ara dengan membalut lukanya menggunakan kain. "Maaf karena aku terlambat, Tuan Ara,"
Ara menggeleng. Tubuhnya gemetar. Tergagap Ara mencoba berbicara. "Tidak. Terima kasih sudah datang, Tuan Lazu,"
"Ah, pertemuan yang mengharukan," Erin tertawa pelan. Dia mengelurkan pisau dari balik mantelnya. "Sekarang aku punya lawan yang setara. Menarik,"
Mata biru Lazu menyorot tajam ke arah Erin. Dia bersiap menyerang dengan pedang besarnya. Erin bergerak lebih dulu, melempar dua pisau yang segera ditangkis Lazu. Satu pisau terhunus ke wajah Lazu, dia menahannya dengan pedang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Note [Throne Of Stellar: Stardust Magic] (AU IDOLiSH7) HIATUS
FanfictionBerlian Bintang dengan kekuatan agung terpecah karena permintaan tak masuk akal untuk mendamaikan kerajaan. Coda yang awalnya merasa cukup dengan kehidupannya di Bestia bertemu dengan Erin. Hewan liar yang selalu membuat jantung Coda berdebar dengan...