Sepanjang jalan menuju kantornya, Mahi berpikir keras tentang hal tidak masuk akal yang dia alami. Mustahil jika kematiannya hanyalah mimpi karena semua terasa begitu nyata.
'Jika aku memang diberi kesempatan kedua, aku tidak boleh menyia-nyiakannya, agar semua impianku bisa tercapai aku harus berubah dari sekarang' batinnya.
Dia mengingat kembali sosok anak kecil lusuh yang selalu nongkrong di Masjid depan kantornya setiap hari Jumat, banyak orang yang bersedekah padanya bukan hanya Mahi, yang ia berikan juga tidak seberapa, cuma roti biasa seharga dua ribu rupiah, Tapi rupanya kebaikan kecil itulah yang menolongnya.
Gadis itu turun dengan susah payah dari bus yang mengantarnya sampai di depan kantor, begitu memasuki gerbang, terlihat beberapa security yang berjaga terseyum padanya, bukan senyum ramah, melainkan senyum mengejek.
Tidak banyak gaya busana yang bisa di padu padankan Mahi, karena berat tubuhnya, akibatnya gaya berpakainnya terlihat monoton. Kebanyakan adalah blouse longgar berkerah dan celana kulot yang tentu berukuran jumbo. Warnanya juga cenderung sama, mengarah gelap meski sama sekali tidak memberikan kesan ramping.
Sampai di meja, sudah terdapat beberapa flash disk dengan note yang berisi perintah apa yang harus ia kerjakan. Kebanyakan adalah laporan yang harus ia recap atau rangkum kemudian di cetak untuk diserahkan kepada bos-bos agar mudah mereka cerna atau hanya disimpan sebagai dokumentasi agar suatu saat mudah di cari.
Mahi memakai kacamata anti radiasimya karena pasti ia akan lama berada di depan layar komputer, segera jari-jarinya mulai sibuk bermain di atas keybord hingga sapaan seorang OB mengalihkan perhatiannya.
"Kue paginya mbak Mahi" ucap OB itu menaruh piring kecil berisi dua buah kue dengan rasa asin dan manis, itu adalah salah satu fasilitas yang di berikan oleh kantor.
"Ambil saja saja Pak Mus, saya sedang sakit gigi" ujarnya berbohong.
"Oh gitu ya mbak, terima kasih, apa mau saya belikan obat?"
"Gak usah Pak, saya sudah minum tadi"
Sang OB mengangguk paham, ia pergi membawa kue yang di tolak Mahi, dan berjalan ke meja lain untuk membagi kue yang lain.
"Itu adalah salah saru penyebab kematianku" gumam Mahi sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya.
Sebagian besar tugas yang ada di mejanya adalah pekerjaan para sekertaris pemalas yang bisanya hanya berdandan dan bergosip, Mahi tak kuasa menolak karena Kepala staff departemennya alias atasannya satu genk dengan mereka.
"Mahi, ini coretan kasar hasil meeting Pak Karim kemarin tolong kamu ketik ulang, lalu kirim ke email saya sebelum makan siang ya" ucap Cindy, sekertaris Direktur pemasaran sambil menaruh sebuah agenda di mejanya.
"Baik Mbak" jawab Mahi singkat agar wanita pesolek itu segera pergi, namun sayang harapannya tak terkabul.
"Kamu kok makin lebar aja sih, diet dong, padahal umurmu baru 21 loh, tapi bodymu udah kayak emak-emak anak tiga, coba lihat aku, umurku hampir 28 punya anak dua tapi body masih kayak anak remaja" ucap Cindy bangga sambil tertawa renyah, sementara Mahi hanya bisa tersenyum kecut.
Tanpa di undang, dua orang ikut bergabung dan ikut mengomentari tubuh Mahi dengan sadis atau lebih tepatnya membully fisiknya seraya menyarankan berbagai metode diet yang pernah mereka lakukan.
Jawaban ya, anggukan serta senyum adalah respon yang bisa di berikan oleh Mahi. Perlakuan seperti itu sudah biasa ia terima, mungkin itu juga yang menyebabkanya stress sehingga mempengaruhi hormon dan metabolisme tubuhnya. Semua sudah dipikirkannya sejak di perjalanan tadi dan tekadnya-pun semakin bulat untuk meninggalkan semua yang menjadi penyebab kematiannya.
Saat istriahat makan siang, Mahi hanya memakan dua buah pisang dan sepotong pepaya lalu ia keluar dari kantor menuju suatu tempat yang ia temukan di medsos.
Dalam perjalanan menuju tempat itu, ia mendapatkan pesan dari Bibinya Aisa yang kembali meminta uang dengan alasan untuk membeli sembako. Alasan klasik seolah sedang menagih semua makanan yang pernah bibinya itu berikan kepada mereka.
Padahal dulu Bibinya meminta izin menjual rumah warisan Ayahnya untuk biaya hidup dan sekolah dirinya dan Mentari, tapi sampai saat ini uang hasil penjualan itu tidak pernah kelihatan.
🍔
Terperangah, itulah ekspresi yang ditampilkan Mahi ketika melihat rumah mungil dengan taman mini di halaman rumah yang berpagar besi yang di cat warna putih. Ternyata lebih indah dari yang di lihatnya di foto.
"Apa alasan Nyonya menyewakan rumah ini begitu murah, apakah lingkungan di sini tidak aman atau..?" Wajah Mahi memucat ia membayangkan semua adegan horor yang terlintas di benaknya sampai lupa dirinya sendiri mantan hantu.
Wanita yang di panggil Nyonya itu tertawa sambil menepuk lembut bahu Mahi yang besar.
"Tidak ada hantu dan lingkungan disini aman, rumah ini adalah peninggalan Almarhum suami saya, tapi Putra tertua saya mengajak saya tinggal bersamanya. Daripada terbengkalai, jadi lebih baik saya sewakan saja biar ada yang merawat. Banyak kok yang datang untuk melihat, tapi mereka mengeluh karena letaknya yang jauh dari jalan utama"
"Saya tidak keberatan dengan itu semua, saya suka rumah ini Nyonya, apakah anda bersedia kalau saya menyewanya? saya akan tinggal berdua saja dengan adik perempuan saya, kami berjanji akan merawat rumah ini dengan baik"
Mahi begitu antusias, sampai tidak sadar memegang erat kedua tangan sang pemilik rumah.
"Baiklah saya setuju, disini ada dua kamar dan semua perabotan boleh kalian gunakan. Kalian boleh pindah kapan saja. Jangan risih kalau saya akan sesekali melakukan video call untuk mengecek ya"
"Tentu saja tidak Nyonya, itu adalah hak anda, saya justru senang karena akan ada yang mengingatkan kami, jadi apakah saya harus membayar tunai atau transfer?" Tanya Mahi dengan senyum lebar. Rencana pertamanya berjalan dengan baik.
"Transfer saja, sebentar saya kasih nomer rekeningnya sekarang ayo kita ke rumah Pak RT dulu untuk melapor"
🍟
Mahi kembali ke kantor dengan perasaan senang, sekarang ia akan menjalankan rencana ke duanya. Ia mulai mengetik di kompeter dan langsung mencetaknya begitu selesai. Setelahnya, ia meminta sebuh dus ke Pak Mus dan mulai mengemasi barang-barang pribadi yang ada di mejanya.
Tidak ada yang memperhatikan apa yang dilakukan Mahi, barulah ketika jam pulang, dia menghadap ke atasannya dan menyerahkan surat mengunduran diri yang membuat teman satu ruangannya terkejut.
Semua berlagak keberatan padahal sebenarnya mereka sedang menangisi dirinya sendiri yang akan kerepotan karena tidak ada lagi yang bisa mereka jadikan kacung.
"Maaf saya akan pindah ke kota lain, memang sangat mendadak, tapi ada alasan yang sangat pribadi, terima kasih atas bantuan dan panduannya selama ini, semua pekerjaan yang jadi tanggung jawab saya hari ini sudah saya kerjakan, silahkan cek di meja saya. Permisi"
Mahi tidak menunggu tanggapan, dia tidak butuh basa basi perpisahan dari orang-orang yang selama ini hanya memanfaatkan dan sering membullynya dengan berkedok saran dan nasehat. Dengan langkah mantap ia meninggalkan gedung tempatnya bekerja selama tiga tahun terakhir. Tidak ada rasa penyesalan.
🌮
Makassar 20 Januari 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Langsing is My Dream (End)
Chick-LitHimawari yang akrab di panggil Mahi, bisa dibilang meninggal karena kesalahannya sendiri. Berat tubuhnya yang mencapai 110 kg membuatnya mengalami gagal jantung dan meninggal dalam tidur. Mahi sangat menyesal karena abai pada kesehatannya sendiri...