0. Senja Biru

11 5 16
                                    

.
.
.

Zero

.
.
.

Langit begitu elok dengan semburat jingga yang melukisnya. Mereka menyebutnya senja, yaitu sesaat setelah matahari masuk ke cakrawala. Namun, senja tak selalu semburat jingga, seperti kata kamu saat itu.

"Kamu buat lubang yang curam di sini, Yum." katanya, menunjuk dada sebelah kiri, seraya memancarkan tatapan sendu kepada ku.

"Lubang nya kosong melompong, aku jatuh kesana karena kamu." lanjut nya, aku berusaha menahan air mata yang berlomba-lomba untuk terjun.

Dengan penuh pilu, aku berucap, "Aku gak akan ngelupain kamu. Kamu senja nya aku." kemudian satu tetes air mata terjatuh bebas.

"Dengan mudah nya kamu bilang gitu? Setelah semua yang udah kamu ucapin ke aku tadi?" terasa emosi di setiap perkataan nya.

"Kamu emang senja nya aku. Aku bakal menua dengan memori kamu di sini, di seluruh jiwa raga ku."

Dia hanya menatap ku, tatapan nya memang tak tajam, namun terasa menusuk.

"Senja gak selalu semburat jingga." dia men-jeda, "Senja bisa biru, dan aku bakal selalu jadi senja biru kamu, yang hampa."


.
.
.

Senja BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang