03. Rumah Baru

5.1K 460 10
                                    

Sudah hal yang biasa bagi Mahi mendapatkan tatapan sinis dari penumpang bus yang lain, itu di karenakan tubuhnya terlalu makan banyak tempat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah hal yang biasa bagi Mahi mendapatkan tatapan sinis dari penumpang bus yang lain, itu di karenakan tubuhnya terlalu makan banyak tempat. Gadis itu berjanji hari ini adalah hari terakhirnya menaiki transportasi umum itu dengan tubuh gemuknya.

Setelah turun dari bus, Mahi masih harus berjalan sekitar 200 meter untuk sampai ke tempat kostnya. Dengan memeluk dus yang berisi barang pribadinya, ia melangkah tergopoh dengan nafas ngos-ngosan, beberapa anak kecil yang berpapasan dengannya, ada yang tertawa meledek bahkan berani mengatainya gentong. Lagi-lagi itu adalah hal yang biasa bagi Mahi.

"Apa itu Kak?" Tanya Tari melihat dus yang di letakkan Mahi di atas ranjang, dia tidak langsung mendapatkan jawaban karena yang ditanya sedang sibuk mengatur nafas setelah meminum beberapa teguk air.

"Barang-barang dari kantor Kakak" Mahi mengambil handuk dari jemuran besi lalu masuk ke kamar mandi, sementara Tari memeriksa barang-barsng yang ada di dalam dus.

Ada botol minum, peralatan makan, mug, bingkai foto berisi gambar keluarga mereka serta beberapa alat tulis, map dan buku. Tari mengeryit heran, jika Kakaknya membawa semua barang pribadinya pulang, itu artinya...

"Kakak dipecat" pekiknya menggedor pintu kamar mandi.

"Berisik!!' Nanti Kakak cerita.

Mentari memanyunkan bibirnya tak puas dengan respon Sang Kakak, dus yang tadinya di ranjang, ia pindahkan ke atas meja belajarnya, begitu juga dengan tas Mahi. Gadis itu lalu beranjak ke lemari plastik untuk menyiapkan baju ganti buat pencari nafkahnya.

"Kak ayo cerita, sebenarnya ada apa? Kakak beneran di pecat?"

"Nggak, Kakak mengundurkan diri" jawab Mahi kembali menjemur handuk yang sudah dipakainya setelah mengenakan pakaian.

"Loh kenapa? Kakak dapat pekerjaan baru? Dimana? Apa gajinya lebih baik?" Cecar Tari tak sabaran.

Mahi menghela nafas lalu ikut duduk di lantai tempat adiknya berada. "Kamu percaya Kakak kan?" Tanyanya serius manatap lekat gadis berusia 16 tshun itu.

"Tentu saja, Kakak satu-satunya yang kumiliki"

"Setelah makan malam nanti, bantu Kakak mengemasi semua barang-barang, besok kita akan pindah. Kita akan memulai hidup baru, tidak boleh ada yang tahu keberadaan kita, termasuk Bibi Aisa"

"Kenapa mandadak? Apa ada masalah? Lalu Sekolahku bagaimana Kak?" Tari tampak keberatan, ia baru saja memulai masa putih abu-abunya dan sudah mulai memiliki teman yang cukup akrab.

"Tante Aisa tidak sebaik yang kita kira, dia pemeras dengan dalih balas budi, kita harus menjauh darinya, nanti jika Kakak sudah cukup kuat untuk melawannya, kita tidak perlu sembunyi lagi. Kau lihat sendiri kan keadaan Kakak sekarang, bahkan untuk bernafas-pun sulit" ucap Mahi berusaha meyakinkan adiknya.

"Aku memang tidak suka dengan Bibi Aisa, tapi dulu Kakak selalu memakluminya, jadi aku tidak berani membantah" Tari diam dan mulai mempertimbangkan. "Aku akan ikut kemanapun Kakak pergi"

Langsing is My Dream (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang