scorching hot;

207 21 9
                                    

"Sialan."

Hanwool merutuki dirinya untuk kesekian kali hari ini. Suppressant-nya tidak berfungsi sama sekali, masa heat-nya yang harusnya dimulai minggu depan maju tiga hari. Tangannya mengacak-acak surai putihnya sebelum menghela napas lelah.

Terpaksa deh.

Ia membuka handphone-nya dan segera mencari kontak seorang kenalan. Tangannya berhenti sebentar di tombol telepon, jujur ia agak ragu. Tapi saat ia merasakan basah yang familiar di tubuh bagian bawahnya ia melupakan semuanya dan memencet tombol itu.

"Halo."

"Gamin, aku membutuhkanmu."

"Apakah ini yang kupikirkan?"

"Ya," Hanwool menggertakkan gigi, "cepat kemari sebelum kupotong penis tak bergunamu itu."

"Hei! Penis ini yang menemanimu tiap masa rentanmu ingat!"

Hanwool baru saja akan membalas Gamin saat merasa kepalanya pusing dan tubuhnya makin memanas. Ia merebahkan dirinya di kasur, membuka celananya dan hanya menyisakan kemeja kebesaran milik Gamin yang ia curi dari lemarinya bulan lalu.

Hanwool langsung memasukkan dua jari ke lubang senggamanya, napasnya tercekat. Hanwool tidak biasa bermain dengan dirinya sendiri, toh, ada Gamin yang bisa memuaskannya.

"Ah! Mmmhh!"

Saat jarinya tidak sengaja menekan titik sensitifnya, Hanwool tiba-tiba keluar. Ia harus akui bahwa tubuhnya sangat, sangat, sensitif.

Hanwool kehilangan akal sehatnya. Sungguh, ia hanya ingin digagahi, ingin penuh dengan penis sang kekasih.

"Hanwool, enak ya, main sendiri?"

Hanwool menghentikan aktivitasnya, ia lupa bahwa Gamin masih terhubung di panggilan.

Ah, sial.

"Awas aja kamu."

"Gamin!"

Panggilan terputus.

×××

Hanwool mengeluarkan jarinya dari lubangnya yang sudah sangat basah, ia memproduksi slick yang cukup banyak.

Tubuhnya masih gemetar, ia memejamkan mata sejenak. Suara pintu yang terbuka membuatnya langsung duduk di atas kasurnya yang sudah mulai dipenuhi oleh cairan alaminya.

Bau feromon Gamin sedikit mengembalikan akal sehatnya. Hanwool baru sadar saat pintu kamarnya dibuka dengan Gamin yang terngah-engah, sepertinya berlari dari parkiran ke apartemen mereka, sedikit gila mengingat mereka tinggal di lantai lima.

"Kamu harus banget ya, nggoda aku segitunya," Gamin langsung mendudukkan dirinya di kasur dan membawa Hanwool ke pelukannya.

"Mhm, tapi kamu suka, kan?"

Gamin menatap Hanwool sejenak sebelum akhirnya mencium bibir ranum itu, "Suka."

Hanwool mengalungkan lengannya di leher sang kekasih, membawa tangannya ke perutnya, dan berbisik rendah, "Emang kamu gamau punya anak?"

Sialan.

Gamin langsung mendorong tubuh Hanwool, mengukungnya di bawahnya dan langsung memasukkan dua jari ke lubang senggama sang kekasih.

"AhHh! Gamin!"

Hanwool refleks berteriak, jari-jari Gamin lebih panjang dan tebal daripada miliknya. Gamin tak mengindahkannya dan langsung mengobrak-abrik lubangnya.

"Gaminhh, j-janga-AHN!" Hanwool langsung menutup mulutnya, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.

"Jangan ditutupi, aku mau dengar kamu ngedesahin namaku, bisa kan, sayang?"

Hanwool mengangguk pelan.

"Good boy," Gamin mencium keningnya, "green, yellow, red?"

"Green."

×××

Hanwool merutuki Gamin dalam hati. Tubuh bagian bawahnya tak bisa ia gerakkan sama sekali. Masa heat-nya sudah berakhir dua hari yang lalu, tapi Gamin yang masih semangat kembali menariknya ke atas kasur.

Gamin yang memasuki kamar menemukan Hanwool sedang bersembunyi di bawah selimut, menutupi semua tubuhnya dan hanya menyisakan pucuk kepalanya. Gamin berjalan menuju kasur dan menempatkan nampan berisi makanan di nakas.

"Hanwool, aku masakin makanan kesukaanmu, makan ya?" bujuk Gamin sambil mengelus rambutnya.

Hanwool melepaskan genggamannya pada selimut yang menutupi wajahnya, "Suapin."

"Iya deh, dasar manja."

"Gini-gini yang manjain aku juga kamu," Hanwool menjulurkan lidahnya.

Gamin tertawa kecil, "Ya habisnya kamu lucu sih."

Sebuah bantal berhasil mendarat di wajah Gamin.

"Aku nggak lucu ya! Enak aja!"

"Iya, iya."

Padahal kalo gini malah makin lucu.

Gamin menambahkan dalam hati, kalau nanti diucap mungkin dia ga bakal dapet jatah seminggu.

Hell no.

Gamin tidak bisa bertahan selama itu.

"Min? Kenapa? Malah bengong, disuruh nyuapin juga," Hanwool melambaikan tangannya ke wajah Gamin.

Gamin menggelengkan kepalanya, "Gapapa, cuma mikir kapan kita bisa punya gendongan."

Pipi Hanwool memerah, "E-emang harus banget sekarang?"

Gamin menangkup wajah Hanwool dan mencium kelopak matanya, "Kamu yang minta."

end.


























A/N:
Cringe banget tolong. Saya dapet second hand embarassement habis baca ini🙏

Btw, saya buka request short stories tapi kalo nggak sesuai harapan ya maap, pokoknya jangan berekspektasi tinggi sama tulisan saya.

Untuk seven days mungkin up akhir bulan karena jujur, saya sibuk dan idenya lagi macet:(

Pas ada ide, males ngetik, terus lupa deh. Kayaknya saya harusnya mulai up kalo ceritanya udah end (minimal setengah jalan lah) di draft😔


Anggap saja ini permintaan maaf(?) karena telat up👍

Kalo ada kritik silahkan, palingan juga saya nangis dikit /g

Selamat malam,
sampai jumpa lain kali❣️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

eternal | gawoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang