24. Thoughts

11 3 4
                                    

Moony merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, tatapannya kosong menuju langit-langit kamar yang gelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Moony merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, tatapannya kosong menuju langit-langit kamar yang gelap. Setiap detail beban pikirannya memenuhi seantero ruangan, membuatnya merasakan sensasi tak nyaman disertai tak mampu tuk menutup mata. Waktu yang ditampilkan oleh jam digital yang terletak di atas nakas itu menunjukkan waktu terus berjalan, detik demi detik, hingga jam demi jam terus berganti. Namun, kedua netra sayup Moony itu masih terjaga karena terjebak dengan isi kepalanya yang begitu rumit.

Baginya malam ini bukanlah waktu untuk istirahat tapi malam untuk menjawab semua pertanyaan isi kepalanya. Perlahan Moony memiringkan tubuhnya ke kanan lalu mendudukkan dirinya sembari tangannya meraih ponsel yang berada didekat jam analog yang menampilkan pukul satu malam.

Cahaya yang dipancarkan dari layar ponselnya itu menerangi paras tampannya. Netra sayupnya itu begitu fokus mengetik sesuatu pada sebuah aplikasi pengirim pesan. Begitu ia selesai mengirim pesan pada seseorang, ia mengusap wajahnya dengan kasar sembari menyibak surainya yang terasa kusut ke arah belakang.

Atensi Moony jatuh pada ponselnya yang berbunyi dan menampilkan balasan pesan. Setelah membaca pesan tersebut perlahan ia bangkit dari tempat tidur guna mengambil mantel panjang berwarna putih untuk membalut tubuhnya.

Moony menarik langkah dengan pelan dan ia dapati share house sudah sepi menandakan bahwa Ocean dan Zero telah sibuk dunianya atau mungkin sudah tidur. Udara malam terasa dingin kala ia melangkah keluar dari pagar share house membuatnya memasukkan kedua tangan ke dalam saku mantelnya tersebut dan berdiri menunggu seseorang.

Sembari menunggu orang yang ditunggu, Moony menatap sepatu ketsnya lalu beberapa detik kemudian kedua rungunya mendengar bunyi pagar yang terbuka. Ia menatap orang tersebut dan tersenyum tipis.

"Kau ingin memancing emosiku?" tanya Paris yang berbeda dengan Moony karena ia hanya memakai kaos setengah badan seolah kebal dengan udara dingin malam hari.

Moony mengerutkan bibirnya ke bawah sembari memimpin jalan. Mereka berdua jalan berdampingan menuju sebuah kafe internet yang buka 24 jam tanpa henti. Paris menatap paras tampan Moony dari samping hingga membuat sang empunya menatap musuhnya tersebut.

"Kenapa? Kau baru menyadari bahwa musuhmu ini tampan?" Moony tersenyum pada Paris dan segera menghindar kala Paris hendak mengayunkan tinju pada dirinya.

Paris memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana tidurnya dan membuang pandang kedepan. "Apakah kau ingin membunuhku sehingga kau mengirim pesan padaku dan mengatakan ingin bertemu?"

"Wah ... pikiranmu buruk sekali, Paris." Moony menutup mulutnya dengan telapak tangan kirinya saat ia mendengar pertanyaan tak menduga itu dari Paris.

"Katakan yang sejujurnya atau aku akan pulang." Paris menghentikan langkah kakinya, ia mengeluarkan kedua tangannya dari saku celana guna melipatnya di depan dada, dan menatap Moony dengan intens.

Your Favorite VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang