Eye to Eyes

33 2 0
                                    

Hari ini adalah hari keberangkatan ku menuju tempat pengabdian, ceritanya kami--aku dan rekan seperjalanan ku, akan melakukan perjalanan yang cukup jauh. Sebenarnya aku tak cukup mengenal mereka, tapi mereka terlihat cukup baik dan aku akan menikmati perjalanan ini.

Aku akan selalu mengingat moment di setiap kebersamaan ku dengan teman seperjalananku--terkhususnya dengan dia, pemilik mata indah yang entah bagaimana bisa berefek sebegitu besar bagiku dan jantungku saat ini.

Jika orang berkata, "masa muda adalah masa yang indah." Bagiku, saat ini lah waktunya. Tanpa aku sadari aku selalu tersenyum jika membayangkan apa yang akan terjadi sedetik setelah ini. Apa aku sudah melangkah di jalan yang tepat?

Aku rasa, Ya. Ini memang tempat aku berpijak. Tak ada yang salah dengan setiap langkah yang aku hentakan, semua sudah sesuai pada porsinya. Seperti perjalanan saat ini, ini bagian dari langkahku dalam hidup ini.

Masa mudaku akan indah, seindah matanya yang kini sedang memandang jalan--atau mungkin spion kaca mobil di depannya atau mungkin pantulan diriku di kaca tersebut? Entahlah. Sejujurnya aku suka kemungkinan yang kedua.

Membayangkannya saja sudah membuatku senang, aku yang tak mau kehilangan moment ini memutuskan untuk terus menatap kaca spion yang memantulkan dirinya. Tak banyak yang dapat aku lihat, mengingat kecilnya ukuran cermin tersebut hanya bisa memperlihatkan matanya yang indah.

Aku berpikir, apakah dia memiliki pemikiran yang sama denganku? Apakah dia menikmati pemandangan yang sama denganku--maksudku mata indah itu, apakah dia melihat mataku juga? Apakah ia menganggap mataku indah sebagaimana aku menganggap matanya?

Oh, sial. Pikiran ini mengalihkan perhatianku darinya. Aku mencoba membuang pikiran tersebut jauh-jauh dan kembali menikmati perjalan yang menyenangkan ini, dia yang duduk di sebelah ku dan dia yang menatap pantulan diriku. What a beautiful journey?

Selagi aku menikmati perjalananku dan kedekatan ku dengannya aku sedikit merenggangkan otot wajahku, tersenyum kecil dan bahagia. Kemudian aku melihat tulang pipinya yang ikut sedikit terangkat dari pantulan spion. Aku mengedipkan mataku tidak percaya, apakah ini tandanya dia benar melihatku? Pikiran tersebut membuat mataku membulat sepenuhnya dan kemudian dari sebelahku terdengar suara kekehan kecil.

Apa ini, apa maksud dari suara kekehan di sebelahku ini? Apa ia tersenyum dan terkekeh karena aku? Jika ya, berarti memang kaca spion ini adalah penghubung kami berdua. Aku yang masih takjub dengan hal tersebut mengalihkan pandanganku, menatap dia secara langsung.

Masih banyak pertanyaan yang menggelayut di pikiranku namun pertanyaan tersebut sirna karena matanya membalas tatapanku, matanya memancarkan keindahan dan senyumnya memberikan kehangatan. Aku yang salah tingkah akhirnya mengalihkan pandangan ke jalanan, sesekali memainkan handphone yang aku genggam dan kadang mengadukan kuku kedua jari jempolku. Tuhan tolong, aku sedang salah tingkah.

LybiosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang