Buku Diary Ayah

95 9 0
                                    

Hujan lebat yang mengguyur kota Cambridge membuatku tak bisa pergi keluar. Michelle sedang pergi kerumahnya di London dan aku sendirian dirumah. Ayah masih bekerja dan belum pulang, hanya ada beberapa pelayan dirumah.

Elena? Aku tak tahu kemana hantu kecil itu pergi. Aku benar-benar sendirian sekarang.

Jika tadinya tak hujan, aku ingin pergi kerumah pamannya Lucy yang berada sedikit jauh dari rumahku, tapi sayangnya hujan lebat dan tak memungkinkan aku untuk bisa pergi kesana menemuinya.

Aku berjalan menuruni tangga dan pergi kegudang belakang untuk mencari sesuatu hal yang bisa aku manfaatkan, agar aku tak bosan.

Saat digudang, aku menemukan sesuatu yang luar biasa. Sebuah lukisan cantik dan indah. Sebuah kastil mewah dengan ornamen yang cantik dan tak lupa dengan sebuah bendera yang tak asing dimataku.

Apakah itu lukisan Cair Paravel?

Saat aku mendekat untuk membawa lukisan itu, aku menginjak sesuatu yang tebal seperti sebuah buku tua.

Aku menunduk dan mengambil buku tersebut. Membersihkannya dari noda yang menempel pada sampulnya yang indah.

'My diary'

Itulah yang tertulis dalam sampulnya. Aku melihat kesekitar untuk memastikan tidak ada siapapun yang akan mengejutkanku disini.

Aku membuka buku tersebut perlahan-lahan dan tertulis nama seseorang dibagian depan.

'Peter William'

Itu adalah nama ayahku. Apakah ini buku diary miliknya? Mengapa ada disini? Apa ayahku suka menulisnya disini, ditempat seperti ini?

Aku mulai membuka lembaran baru pada buku tersebut dan menampilkan sebuah cerita tentang dirinya.

Aku menuliskan ini, hanya untuk aku mengingatnya.

Suatu hari aku menemukan sebuah ruangan rahasia yang berada diruang kamar atas, saat aku berada di rumah teman ayahku.

Aku tengah belajar disana dan aku tak sengaja memecahkan sebuah vas yang berharga milik teman ayahku. Aku bersembunyi dan berlari keruang atas agar aku tidak kena omel oleh pengurus rumah yang terkenal akan sifat cerewetnya dan juga sikap tegasnya. Aku tak suka hal itu.

Kala itu aku baru berusia sekitar delapan belas tahun dan belajar bersama teman ayahku. Profesor Kirke, dia sebenarnya pria yang sangat baik.

Aku masuk kedalam suatu ruangan dan menemukan sebuah lemari antik yang sangat cantik.

Aku masuk kedalam lemari itu dan bersembunyi disana. Aku berjalan mundur dan terus mundur hingga akhirnya aku menabrak sebuah ranting pohon yang menusuk kulitku.

Aku membelalakan mataku saat melihat bahwa aku berada disebuah hutan yang sangat rindang. Udaranya sangat hangat yang membuatku berjalan lebih jauh ke dalam.

Aku tak tahu, dimana aku berada saat itu. Aku hanya berpikir, mungkin aku sedang bermimpi dan juga berhalusinasi.

Aku mencubit tanganku dan itu cukup sakit untuk meyakinkan bahwa aku tidak sedang bermimpi.
Aku juga menepuk-nepuk pipiku dan berharap aku tidak berhalusinasi dan itu benar, aku juga tak sedang berhalusinasi.

Aku terus berjalan sambil melirik kearah sekitar dan akhirnya aku sampai disebuah tiang lampu taman yang cukup tinggi dan indah. Aku menatap lampu itu sebentar, lalu kembali berjalan masuk lebih dalam.

Aku kemudian mendengar sebuah langkah kaki kuda yang mendekat. Aku berhenti untuk melihat seorang pria menunggangi seekor kuda putih yang cantik.

And The World Between Us 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang