Hola apa kabar? Semoga selalu baik-baik aja yaa walaupun lagi ga baik-baik aja xixixi
Selamat membacaaa 🐡
∞∞
Kondisi sekolah saat ini sudah tidak terlalu ramai. Karena bel pulang sudah berbunyi lima menit yang lalu dan masih ada beberapa manusia yang menunggu jemputan atau hanya sekedar nongkrong. Seperti gadis bername tag merah dengan tas ransel berwarna abu bermotif burung ini. Ia menunggu dijemput oleh Ayahnya dengan duduk di kursi tribun lapangan bola depan sekolahnya. Untungnya di tribun ini sepi. Hanya ada dirinya dan Luthfi yang menemaninya tetapi, gadis itu sedang membeli es doger yang berjualan di samping sekolah.
Tribun ini tidak tertutup seperti tribun pada umumnya. Mungkin karena tribun ini dipakai untuk umum sama masyarakat disini? Atau memang Zoya yang tidak mengerti tribun dan stadion itu berbeda? Entahlah.
Zoya melihat jam pada tangan kirinya, pukul dua siang lewat tujuh menit, ia mengibaskan jilbabnya, berusaha mendapatkan angin. Sejujurnya tidak ada angin sedikitpun.
"Ih! Cerita-in, tadi kalian berdua diapain aja!" Ujar Luthfi tertawa melihat Zoya terkejut atas kedatangannya. Ia menawarkan es doger tersebut pada Zoya, dan Zoya menolaknya.
Zoya mengelus jantungnya, "Aku malu banget kalo cerita." adunya mengingat permainan yang diberikan Kak Siti.
"Ih! Gitu!" protes Luthfi memasukkan sendok yang berisi es doger kedalam mulutnya.
"Besok kita beneran bakal pisah kelas, Luth," ucap Zoya mengalihkan topik. "Aku takut nggak ada teman." tambahnya.
Setelah permainan yang diberikan Kak Siti dan Kak Somad. Peserta MPLS di instruksi oleh Wakasek Kesiswaan untuk berkumpul di lapangan. Memberi informasi kegiatan demo ekskul untuk besok dan pembagian kelas. Yang dimana Zoya ditempatkan di kelas VII A dan Luthfi ditempatkan di kelas VII B. Walaupun nantinya kelas mereka akan bersebelahan, tetapi rasanya tidak rela bila ia harus berpisah pada teman MPLS nya.
"Kalau nggak ada teman, ke kelas aku aja." beritahu Luthfi pada gadis disampingnya, berusaha menenangkan. Pasalnya, setelah Luthfi berteman dengan Zoya selama tiga hari ini, ia memperhatikan bahwa gadis yang tingginya hanya seleher dirinya ini sangat pemalu. "Tapi, kayaknya kamu bakal dapat teman, deh. Soalnya kamu tuh gemesin!" ucapnya girang.
Zoya terkekeh pelan, "Masa orang mau ngajak kenalan alasannya karena gemes? Kan nggak mungkin,"
Luthfi tertawa. "By the way, kamu mau daftar ekskul apa besok?"
Zoya mendengus. "Demos nya aja belum, Luth,"
"Iya, sih, tapi niatnya mau masuk apa?"
"Mau lanjutin pramuka kayaknya," ungkapnya.
"WIH, SAMA!" timpal Luthfi semangat. "Derlangga jugー"
"Itu Ayah aku!" potong Zoya menunjuk mobil CR-V 2008 yang baru terparkir di pintu masuk tribun. "Dadahh, makasih udah nemenin aku, ya, Luth." Tambah Zoya melangkah turun dari tempat duduk di tribun yang seperti tangga. Ia berjalan menghampiri mobil yang menjemputnya di ujung pintu masuk tribun dan melambaikan tangannya pada Luthfi.
**
Pria yang sedang menyupiri gadis dibelakangnya yang masih memakai seragam sekolah itu melirik ke belakang lewat kaca spion tengahnya. "Bapak tadi mau jemput. Tapi, ada meeting mendadak, neng," beritahu anak buah AyahnyaーOm David.
Zoya yang sedari tadi melihat kearah jalan tersenyum kecut mendengar perkataan pria yang sedang menyopirinya itu.
"Mau beli makan dulu nggak?" Tawar Om Davidー berusaha mencairkan suasana di dalam mobil ini.
"Nggak, Om. Bunda dirumah kayaknya masak." beritahu Zoya.
Pria itu hanya mengangguk.
**
"Wa'alaikumsalam, anak Bunda udah pulang? Ada cerita apa hari ini, nak?" tanya Bunda Zoya melihat anak ketiganya yang baru saja sampai rumah tepat jam tiga sore. Gadis itu menyalami tangan bundanya.
Zoya menggeleng. "Nggak ada, Bunda."
"Azoya, besok demos, ya?" tanya Kakak Zoyaー Chiaraiko Amanda Dwi Putri Candramalina yang selisihnya hanya setahun 9 bulan darinya. Padahal wajah mereka sangat berbeda. Tetapi orang-orang diluar sana masih tidak bisa membedakan keduanyaーyang dimana wajah Amanda adalah duplikat Bundanya. Dari segi mata yang tidak memiliki kelopak, segi hidung yang tidak mancung dengan ujungnya yang bulat, pipi chubby yang bila tersenyum akan menimbulkan lesung pipi di sebelah kiri tidak terlalu dalam, dan juga bibir wide lips. Tetapi, Amanda memiliki kulit yang putih oriental seperti Ayahnya. Berbanding terbalik dengan Zoya, Zoya lebih dominan mengikuti wajah Ayahnya. Mata yang tegas tajam, bulu mata yang sangat lentik, hidungnya yang mancung, bibir mungil seperti round lips, memiliki apple cheeks, plus lesung pipi pada sebelah kanan dan kulit kuning langsat serta kecerdasan yang menurun dari Bundanya.
Orang-orang di luaran sanaーTepatnya saat di sekolah masih selalu salah dalam membedakan Amanda dan Zoya. Mungkin karena hampir semua barang Amanda dan Zoya selalu sama. Entah dari tas, sepatu, baju. Pasalnya, Bundanya memang sangat suka membelikan barang yang sama. Katanya biar kalian nggak rebutan dan iri satu sama lain.
Zoya mengangguk. "Iya,"
"Terus-terus, besok pulang jam berapa?" tanyanya lagi penasaran. Pasalnya, Kakaknya ini siswi baru.
Zoya mengangkat bahunya, pertanda tidak tahu. Ia berjalan menuju kamarnya, meletakkan tasnya pada kursi belajar, melepaskan kerudung segitiga yang ia kenakan untuk menutup rambutnya dan terlihat jelas rambut indah panjang miliknya yang telah terurai. Lalu ia berbaring pada kasurnya. Menatap langit-langit kamarnya. Sekelibat kejadian hari pertama maupun hari terakhir pada masa MPLS di sekolahnya itu kembali terputar di otaknya.
Zoya tersenyum. "Gila,"
∞∞
SEMOGA SUKAA^^
🐡🐡
KAMU SEDANG MEMBACA
AMERTA
RomanceMenurut Zoya yang berucap pada 15 Juli 2019ーDerlangga itu bagaikan aksara yang ada di dalam kalbunya, hingga menjadi 'amerta' yang selalu ia kenang dalam aksara indah. Tetapi Zoya lupa dengan perkataan Bundanya, ketika ia mencintai seseorang, hanya...