Alyza menghela napas panjang. Melempar ponsel ke atas kasur bersamaan ia juga rebah di sana dengan posisi tengkurap. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Alyza merasa bosan serta tidak bisa tidur.
Biasanya di jam-jam segini Alyza sedang sibuk mengerjakan sesuatu untuk lomba nasional berbasis online. Namun, ia sekarang merasa jenuh dan tak bergairah mengerjakannya. Setelah melihat mamanya yang seperti marah besar tadi membuat mood-nya buruk.
Suasana rumah yang sudah sepi membuat Alyza semakin tidak bisa tidur. Ia baru bisa tidur selain ketika tengah malam ialah suasana rumahnya yang ramai. Kini malah Alyza jadi seolah-olah tinggal di rumah sendirian.
Benar-benar hening. Hanya terdengar suara jangkrik dari luar rumah. Sukses membuat bulu kuduk Alyza berdiri. Pasalnya dulu sewaktu berumur 12 tahun, ia dikejutkan dengan kepala yang mengintip dari luar jendela.
Untung saja jendela kamarnya sudah tertutupi dengan gorden. Meski demikian, Alyza masih merasa takut. Kamar Aksya dan Arion yang berada disamping kamarnya saja tidak terdengar apa-apa. Padahal biasanya masih ramai main bareng PS.
Pada akhirnya Alyza bisa tidur. Namun, sayangnya ketika ia baru saja tidur tidak lebih dari lima menit, terdengar suara pintu yang dibanting. Alhasil Alyza terbangun karena kaget.
Sementara itu, Dean masih berusaha membujuk istrinya sambil menggedor pintu kamar. "Syl, maaf, kamu tadi cuma salah paham. Ma, maafin papa, ya."
"Terserah. Mas pergi dari depan kamar atau tidur di luar bareng kuyang. Pilih!" balas Sylvia dari dalam kamar.
Suara Sylvia yang keras itu tentu saja terdengar sampai ke kamar anak-anaknya. Di kamar para laki-laki, Arion telah tertidur pulas. Berbeda dengan Aksya yang masih bermain ML di ponselnya. Anak sulung itu lebih memilih game ketimbang menjadi tumbal di antara kedua orang tuanya.
Alyza yang terlanjur bangun, memilih keluar kamar. Menghampiri papanya yang memelas di depan pintu. "Papa jangan di situ terus. Tidur di kamar abang sama adek aja."
"Papa masih mau membujuk mamamu."
"Percuma, Pa. Daripada Papa kena amuk mama setiap hari nanti, mending Papa pergi dari depan pintu. Lagian kalau denger sama tetangga nggak enak, Pa. Udah malem."
"Besok bantuin papa bujuk mama, oke. Papa tidur di ruang tamu aja. Kasian abangmu entar nggak dapet ruang kalau papa tidur di sana."
Dean mengambil selimut yang tergeletak di bawah kakinya. Mengelus rambut Alyza sebentar sebelum pergi. Alyza sebenarnya tidak tega dengan Dean, tapi karena ini yang marah adalah Sylvia, Alyza tidak bisa berbuat apa-apa selain berdoa. Sebab kemarahan Sylvia termasuk ke dalam daftar paling berbahaya menurut Alyza.
Keesokan harinya, Alyza mencoba membantu papanya. Namun, yang ada Alyza kena semprot juga. Begitu juga Aksya. Padahal kakak tertua itu tidak melakukan apa-apa, hanya minta bantuan mamanya untuk mencari kolor buto ijo yang hilang.
Arion beruntung, anak bontot itu tidak melakukan sesuatu yang membuat Sylvia marah. Ia lebih kalem dan manut pada Sylvia. Bahkan Sylvia mengajukan diri mengantar Arion ke sekolah.
"Kita kalah, Pa." Alyza tersenyum kecut ke arah Dean.
Dean menyodorkan tangan kanannya. Alyza langsung menerima dan mencium punggung tangan Dean. Begitu juga Aksya. "Papa berangkat kerja lebih awal. Semoga mamamu nanti tidak lagi marah."
Dean berangkat kerja setelah Sylvia berangkat mengantar Arion. Alyza dan Aksya yang sedang mencuci piring dibuat ketar-ketir. Alyza yang mengangsurkan piring ke rak bergumam.
"Semoga mama tidak lagi menjadi reog."
Aksya yang mendengar gumaman adiknya itu menoyor Alyza pelan. Diam-diam dalam hati mengaminkan. "Jaga rumah. Aku mau berangkat kerja juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is Around
Teen FictionApa yang akan kamu lakukan jika dihadapkan dengan situasi yang rumit? Terlebih lagi bila harus memilih antara masa depan atau keluarga. Itulah yang dirasakan Alyza saat ini. Masing-masing pilihan menentukan nasib yang akan Alyza lalui. Entah itu mer...