Jaemin memasuki kamar dengan cahaya remang yang di balut dengan cahaya bulan.
"Jeno."
"Ya sayangku."
"Tidak bisakah kau tidak pergi malam ini?." ucap Jaemin dengan memeluk Jeno dari belakang.
"Maaf sayang, tapi bayarannya sudah kuterima." balas Jeno dengan mengelus lembut jemari kekasihnya.
"Firasatku buruk Nono-ya."
Jeno membalikan tubuhnya menghadap Jaemin dengan menangkup wajah lelaki yang ia cintai selama ini. "Apapun yang terjadi, percaya saja rumahku selalu berada padamu Na, aku akan selalu menemukanmu begitu juga denganmu. " balas Jeno dengan mencium kening kekasihnya.
Jaemin memejamkan matanya menikmati segala kasih sayang yang Jeno berikan lewat kecupan di keningnya. "Berhati-hati Jeno, mereka sudah mulai curiga padaku."
"Tentu sayang, untukmu juga berhati-hatilah dalam misi kali ini hm."
"Ya tentu."
Setelah itu, Jeno melepaskan pelukan keduanya dan melompat turun dari jendela kamar mereka. Jaemin hanya memandangi Jeno hingga hilang tertelan kegelapan setelahnya Jaemin kembali menutup jendela dengan bersiap menuju tempat dimana ia akan melaksanakan tugas yang membuatnya harus turun tangan secara langsung.
Hampir seluruh hidup bersama membuat Jeno dan Jaemin saling memahami meski ada saja hal yang membuat mereka berselisih faham meski hanya sejenak. Jeno tumbuh dengan kekerasan yang ia terima dari keluarganya sedangkan Jaemin tumbuh tanpa kepedulian keluarga membuat keduanya saling ketergantungan hingga kini.
Jeno menghela nafas dengan pelan, malam ini perasaanya sangat kacau seolah hal buruk akan terjadi padanya namun cepat ia tepis mengingat wajah manis kekasihnya. "Ayo Jeno, ini bukan pertama kalinya." Jeno melangkah masuk kedalam gedung terbengkalai dimana targetnya berada baru sampai di dalam Jeno sudah di suguhkan puluhan penjaga bersenjata membuat Jeno harus melawan mereka seorang diri.
Bukan Jeno namanya jika tidak bisa melawan mereka semua bahkan hanya seorang diri, kini ia sudah berada di lantai 10 dengan banyak luka yang di sekujur tubuhnya membuat Jeno beberapa kali terhenti hanya untuk menutupi setiap lukanya.
"Inikah ruangannya?." lirih Jeno dengan membuka pintu besar.
Matanya menatap seorang lelaki yang berdiri tak jauh darinya, yang berdiri membelakanginya dengan asap rokok yang mampu Jeno cium dalam jarak ke jauh ini.
"1 jam 17 menit, waktu yang kau butuhkan untuk naik ke lantai 10 dengan ratusan penjaga terlatih yang menghadangmu. Lee Jeno, sebenarnya monster seperti apa dirimu?." ucap seseorang itu dengan pertanyaan yang Jeno sendiri tidak tau apa jawabannya.
"Berhenti berbasa-basi tuan, tugasku hanya membunuhmu tanpa menjawab pertanyaanmu itu." jawab Jeno dengan mengarahkan senjata apinya pada sosok yang kini tertawa keras disana.
"HAHAHAHA." tawa pria itu menggema di setiap penjuru ruangan yang membuat Jeno menatapnya dengan malas. "Bisakah kau menatapku seperti itu setelah melihat ini?." lanjutnya dengan menekan sebuah tombol yang langsung membuka sebuah ruang kamuflase dimana sosok yang begitu Jeno cintai terbujur kaku dengan luka di sekujur tubuhnya.
"JAEMINNNNNNN."
"Tidak-tidak-tidak sayang, kumohon bangunlah jangan tinggalkan aku Nana-ya." ucap Jeno dengan mengelus wajah Jaemin yang kini menatapnya dengan senyum lembut.
"Jeno-ya, ma-maaf tidak bisa te-terus bersamahmu, ke-keluar dari sinih Jenoh i-ini jebakan." balas Jaemin dengan mengelus wajah Jeno.
"Kita keluar bersama Na, ayo kita keluar sayang."
Jaemin menggelengkan kepalanya. "Ma-maaf Jenoh, a-aku mencintaimuh, aku ti-tidak pernah me-menyesal bertemu de-denganmu."
"TIDAKKKK LEE JAEMIN! BUKA MATAMU JAEMIN! TIDAK-TIDAK HIKS."
"Jangan tinggalkan aku hiks." ucap Jeno dengan memeluk Jaemin yang kini sudah menutup mata.
Pria yang tadi Jeno temui hanya menatap Jeno dan Jaemin dengan pandangan datar. "Kau tau, orang yang menyewamu itu bersekongkol dengan kepolisian. Mereka sudah mencurigaimu dan kekasihmu itu termasuk aku, kau bisa pergi dari sini anak muda ada jalan rahasia yang sudah kupersiapkan sejak dulu untuk kejadian seperti ini, cepatlah pergi." ujar pria tua itu dengan menatap Jeno yang masih menangisi jasad Jaemin.
"Sayangku." panggil Jeno dengan mengelus lembut wajah Jaemin. "Maaf, maafkan aku."
"Hei anak muda, waktumu tidak banyak."
"Diam pak tua! Kau mengganggu tidur kekasihku."
"Hah? Dasar gila. Setidaknya kau bisa membalaskan dendammu jika kau selamat nak."
"Lalu setelah itu apa? Aku akan hidup sendirian tanpa kekasihku? Menghabiskan waktu seorang diri seperti manusia bodoh? Tidak, terimakasih pak tua." jawab Jeno dengan memangku tubuh Jaemin.
"Jaehyun, Jung Jaehyun namaku berhenti memanggilku pak tua bocah."
"Aku tidak bertanya tuh."
"Ka-kauu hais sudahlah."
Setelah itu tidak ada lagi percakapan antar keduanya, sibuk dengan fikiran masing-masing. Begitu juga dengan Jaehyun yang menatap Jeno dan Jaemin dengan senyum kecil di wajahnya. Selama ini, ia tidak pernah melihat yang seperti itu manusia yang selalu ia temui hanya ingin menjilatnya tidak ada kasih sayang tulus yang ia terima selama ia hidup tapi kenapa dua anak muda ini begitu beruntung mencintai namun berakhir di usia muda.
"Jika, ada kesempatan kedua aku ingin kalian menjadi putraku tapi itu tidak mungkin sih HAHAHAHA."
Jeno menatap Jaehyun dengan aneh. "Nana lihat, pak tua itu aneh sekali dia tidak gila kan?." tanya Jeno yang hanya di jawab oleh keheningan.
Setelah itu terdengar suara ledakan berturut-turut membuat Jeno semakin mengeratkan pelukannya pada Jaemin begitu juga dengan Jaehyun yang berlari menuju Jeno dan Jaemin lalu memeluk keduanya dengan erat seolah takut ia kehilangan. Jeno hanya terdiam kaku, ini pertama kalinya ia di peluk seseorang selain Jaemin.
"Saya harap, saya bisa menjadi orang tua kalian nanti." itulah suara terakhir yang Jeno ingat sebelum semuanya menjadi gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRANSMIGRASI [NOMIN]
Fanfiction"Dimanapun kau berada, aku akan selalu menemukanmu Jaemin-ie." Lee Jeno/Jung Jeno. "Jeno, Jeno, Jeno ya pokoknya Nono punya Nana." Na Jaemin/Nakamoto Jaemin. "Saya cabut kata-kata saya mau punya anak kaya mereka." Jung Jaehyun lelah lahir batin.