Cinta itu perasaan yang kadang gak pernah disadari. Dia hadir begitu saja, tanpa salam dan kadang pergi tanpa pamit. Saat itu Laras cuma anak kecil yang tak paham apa itu cinta, tapi setiap berada di dekat Kahill, dia selalu merasa hatinya berbunga-bunga. Setiap detik bersamanya terasa begitu menyenangkan, hingga kesenangan itu harus sirna karena Kahill yang harus pindah secara tiba-tiba.
Setahun memang bukan waktu yang lama, tapi dalam setahun Laras kehilangan sahabatnya satu-satunya dan ketika dia kembali hubungan mereka tak bisa sedekat itu lagi. Mereka yang dulu sedekat nadi, kini tiba-tiba sejauh matahari.
Menginjak remaja, Laras yang menjadi pemalu dan susah berbaur dengan orang, membuat pertemanan mereka tak lagi sama. Ada hari-hari dimana Laras ingin mengawali untuk menyapa Kahill, mungkin saat berpapasan saat berangkat sekolah, tapi hal itu tak pernah dia lakukan karena kalimatnya selalu tertahan di tenggorokan ketika akan menyuarakannya.
Setelah lulus TK, mereka tak pernah melanjutkan di sekolah yang sama dan terus seperti itu hingga keduanya lulus sekolah menengah atas. Lalu, semesta kembali mempertemukan mereka di satu almamater yang sama meski beda fakultas. Kadang, Laras merasa ini semua bukan hanya kebetulan tapi juga jalan untuk membuka sesuatu yang lain.
Mungkin bisa dimulai dengan membaiknya hubungan pertemanan mereka.
Atau sesuatu yang lain.
Iya, itu.
Tapi Laras tak mau berharap lebih. Karena untuknya, meski akan sedikit menyakitinya, Laras sudah merasa cukup jika mereka kembali bersahabat seperti dulu. Meski harus memendam perasaannya. Selamanya.
Pagi hari Laras dimulai sejak pukul enam, lebih pagi dari biasanya. Jelas ini sebuah rekor, karena biasanya dia akan bangun lebih siang ketika kuliah pertamanya baru dimulai pukul sebelas nanti. Laras tak menyesali pilihannya untuk segera beranjak dari kasur setelah dia membuka mata. Udara sedang sejuk-sejuknya, dingin serta wangi petrikor bekas hujan semalam membuat paginya terasa begitu tenang. Dia menghirup udara banyak-banyak sambil meregangkan otot-ototnya.
Tanpa disadari, lagi-lagi seseorang di seberang sana memerhatikannya sambil mengeluarkan motor dari garasi kosnya. Lelaki itu tersenyum cerah, kontras dengan muka bantal serta rambutnya yang masih berantakan.
"Ras!" Teriak lelaki itu cukup lantang, membuat Laras berhenti melakukan kegiatannya. "Udah sarapan belum?"
"Belum. Kenapa?"
"Mau cari sarapan bareng gak?"
Ada senyum cerah yang seketika terbit di wajah Laras. Dengan antusias gadis itu mengangguk dan menjawab, "mau."
"Oke. Siap-siap dulu, ya."
"Okay."
"Eh, bentar!" Laras sudah mau masuk ketika Kahill kembali memanggilnya. "Mau jalan kaki atau naik motor aja?"
Laras sempat diam sebentar. "Kamu males jalan kaki nggak?"
"Enggak sih."
"Kalau gitu jalan kaki aja." Biar bisa agak lamaan sama kamu.
•••
Di ujung jalan setelah keluar dari gang kos mereka berdua terdapat pasar kecil yang selalu buka setiap pagi sampai menjelang pukul sepuluh. Jaraknya tak terlalu jauh dan masih bisa mereka tempuh dengan jalan kaki. Di sisi kanan-kiri jalan terdapat beberapa warung, tapi satu yang menarik perhatian Laras pagi itu.
"Mau nasi pecel gak, Hill? Atau kamu mau yang lain?"
"Boleh deh, pecel."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Be Friend's With You
أدب المراهقينHidup ini penuh dengan misteri. Kita gak pernah tahu apa yang akan terjadi esok hari. Dan aku rasa, marantau adalah salah satu misteri yang gak pernah aku duga. Misteri lainnya, tetangga yang lama menjadi asing denganku tiba-tiba akrab lagi denganku...