Feat. JJK as Jasper
Aku terbangun di hari itu pukul tujuh tepat. Namun, tidak seperti biasanya, aku malah menemukan diriku tertidur terduduk di kursi di dekat meja belajar. Selain itu, kepalaku serasa luar biasa pusing, seperti seseorang tengah memasukkan mesin pemotong kayu ke dalam tempurung kepalaku. Mungkin karena aku terjaga sepanjang malam karena lupa mengerjakan tugas bertumpuk, jadi kepalaku pusing karena kurang tidur. Itulah juga alasan mengapa, bukannya tidur di kasur, aku malah tidur dengan bertumpu lengan di atas meja.
Mengabaikan sakit kepala yang masih berdenyut, aku bergegas bersiap-siap—mandi, berganti pakaian, lalu dengan tergesa mengikat tali sepatu dan menyambar tas di atas meja. Sebelum keluar dari pintu depan, aku melirik ke arah meja dapur. Rupanya, ibu terlambat bangun, karena tak ada sarapan atau pun sosoknya terlihat menghuni dapur. Aku tak terlalu kecewa, lagi pula aku memang sudah terlambat untuk sarapan dan menyambar sandwich dan susu pisang di kafetaria untuk sarapan juga bukanlah masalah yang rumit.
“Aku berangkat!” Teriakku sebelum menghilang di balik pintu. Aku tetap mengucapkan itu, meski sosok ibu tak juga terlihat. Mungkin dia sudah mendengar, tapi masih enggan untuk meninggalkan kasur yang empuk karena kelelahan bekerja.
Sampai di sekolah, aku memang sempat membeli sandwich dan susu pisang untuk sarapan instan sebelum pelajaran pertama dimulai. Meski tentu tidak dapat dibandingkan dengan sarapan buatan ibu, tapi itu cukup untuk mengganjal perut.
Pelajaran hari itu bisa dikatakan menyenangkan sekaligus membuat otakku nyaris diselubungi asap karena bekerja terlalu keras. Sains memang bukan hal yang aku suka, tapi logika di dalamnya cukup menarik perhatianku. Aku lebih suka seni, di mana kebebasan lebih dibiarkan berkembang.
Selama pembelajaran terakhir berlangsung, aku sempat teringat kembali bagaimana ibu bangun terlambat pagi tadi, kemungkinan karena kelelahan. Jadi, aku berinisiatif untuk membeli bahan makanan dan memasak hidangan sederhana untuknya.
Namun, aku tak menyangka, antrean pembeli di bagian bahan-bahan masakan cukup panjang di sore hari. Mungkin karena bertepatan dengan jam pulang kerja. Aku menjadi tahu betapa melelahkannya harus menyiapkan makan malam sehabis bekerja, seperti yang ibu selalu lakukan. Aku bertekad untuk lebih sering mengajukan diri untuk membeli bahan makanan agar beban ibu lebih berkurang.
Setelah berhasil membawa satu kantong bahan-bahan masakan di masing-masing tanganku, aku bergegas pulang. Tak dapat menyembunyikan antusiasku karena berhasil melalui hari yang cukup panjang dan kini akan memberi kejutan dengan memasakkan makanan untuk ibu, aku malah tak sadar berjingkrak-jingkrak saat hampir mencapai rumahku. Lebih dari itu, aku tak sabar untuk mendapat pujian dari ibu, bahwa aku telah melakukan yang terbaik hari ini sesuai kemampuanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Odds and Ends
Fanfiction[Oneshot collection | Previous title: Phosphenes] Odds and Ends (n); miscellaneous remnants or leftovers Kalau ini permen, bungkusnya ngga isi deskripsi pasti rasa tertentu, jadi kalian ngga akan tahu rasa apa yang bakal kalian dapat, kecuali kalau...