Chapter 4

35 20 21
                                    

Happy Reading
__________________

Aku tidak tahu siapa prioritasmu, tetapi kalau dirimu membutuhkanku, aku akan selalu ada untukumu.

_Saskia kaila alexander_

Rania semalam menginap di rumah saskia dan ibunya sudah mengetahui hal itu karena mami Saskia yang menelepon orang tuanya.

Rania masih merasakan sakit di bagian sikunya juga telapak tangan akibat ulah preman semalam sehingga membuat dirinya sedikit lecet.

Rania masih saja menggunakan baju semalam dengan jaket seorang pria yang masih saja tetap setia berada di tubuhnya.
Rania sebenarnya sudah di pinjamkan baju oleh Saskia tapi Rania menolak karena pagi ini dirinya harus segera pulang kerumah.

Ia tahu bahwa ibunya sangat khawatir dengannya karena ia tak bilang tidur sehari di rumah Saskia, yaa walaupun sudah di beritahu tapi tetap saja, Rania khawatir.

Mami Saskia menawarkan Rania untuk sarapan pagi dahulu disini tapi lagi dan lagi, Rania menolaknya karena ia ingin terburu-buru apalagi jam 09 tepat ia harus segera bekerja di tempat pekerjaannya.

"Tapi, Rania kamu, kan semalam nggak makan." ujar Mami Saskia khawatir.

"Udah nggak apa-apa ko, Tan lagian, kan Rania pulang kerumah bakalan makan juga." jawabnya seraya tersenyum.

"Yakin kamu?" Rania mengangguk. "Oh ya luka kamu udah membaik?" tanya Mami Saskia.

"Sedikit sih tapi tenang aja lagian, Saskia udah ngobatinnya semalam." jawab Rania. Mami Saskia mengangguk.

Mereka sedang bercerita di teras di depan rumah Saskia, disana ada Saskia juga kedua orang tuanya.

"Om, maafin Nia ya udah buat om khawatir sama, Saskia." kata Rania.

Mau bagaimana pun ia harus meminta maaf kepada Papi Saskia ya walaupun bukan kesalahannya. Tapi bukan juga kesalahan Saskia.

"Iya, nggak apa-apa. Yang penting kalian jangan ngulangin lagi hal itu, nggak baik loh." saran Papi Saskia. Rania mengangguk seraya tersenyum.

"Yaudah kalau gitu aku pamit ya?"

"Nggak di anterin, Saskia aja?" tanya Mami Saskia.

"Nggak usah, Tan. Rania naik sepeda aja." jawabnya.

Mami Saskia mengangguk ragu, "Yaudah deh Tan, Om aku pamit dulu. Saskia ya? Assalamu'alaikum." mereka semua mengangguk.

"Wa'alaikumussalam." jawab mereka serempak.

"Hati-hati!!" teriak Mami Saskia. Rania hanya menanggapinya dengan anggukan kecil.

Kini sepeda yang sangat ia sayangi kembali ia gayuh di sepanjang jalan. Dirinya sangat banyak pikiran untuk hari ini apalagi soal semalam.

Tanpa di sadari tetesan air matanya jatuh tiba-tiba. "Hiks. Kenapa aku nggak seperti mereka yang memiliki keluarga yang bahagia? Kenapa aku nggak pernah merasakannya? Tuhan aku ingin merasakannya walaupun sekali." gumam Rania di pertengahan jalan seraya menggayuh sepedanya.

Ia ingin seperti mereka yang memiliki keluarga tak pernah membanding-bandingkan anaknya. Ia ingin merasakannya walaupun sekali. Tuhan berikan kesempatan kepada Rania untuk merasakan kebahagiaan, kehangatan dengan keluargannya.

Saskia duduk di kursi taman halaman rumahnya. Ia memikirkan kejadian semalam yang di mana Rania...

"Kamu kenapa nangis? Cerita sama aku." Saskia kaget kala melihat Rania yang menangis, saat itu dirinya baru saja keluar dari kamar mandi dan ia melihat Rania yang duduk di sofa dengan memeluk kakinya.

Rania dengan gercep menghapus air matanya dan duduk seperti biasanya, "E-enggak ko aku nggak apa-apa cuma kelilipan aja." bohong Rania.

"Bohong! Kamu nggak bisa bohong sama aku, Nia. Cerita sama aku, aku akan mendengarkannya Rania. Kamu, kan yang udah buat perjanjian kalau persahabatan kita itu nggak ada yang boleh bohong, jangan bilang kamu lupa. Ingat harus jujur sesakit apapun itu, se sesak apapun itu tetap harus cerita." tekan ia dengan perkataan terakhir.

Rania mau tak mau ia segera menceritakannya kepada Saskia. "Enak banget ya jadi kamu." ujarnya tersenyum seraya menatap dalam Saskia yang kini duduk di sampingnya.

Saskia mengeryit bingung. "Maksudnya??"

"Ya kamu memiliki keluarga yang humoris, juga bahagia. Setiap kali kamu ada apa-apa di luar sana atau sampai bisa kamu lupa minta izin sama orang tua kamu pasti mereka khawatir sama kamu contohnya Papi kamu semalam." Rania menarik nafasnya yang berat dan ia sekuat mungkin menahan air matanya agar tidak jatuh walaupun mereka ingin berlomba-lomba ingin keluar.

"Aku bukan iri. Aku hanya ingin merasakan hal yang sama, Kia aku pengen merasakan pelukan dari ayah seperti pelukan Papi kamu sama kamu. Aku nggak pernah merasakan itu sedikitpun itu." Rania menekan kata terakhirnya.

"Ayah aku hanya menekan aku, membentak aku. Dia selalu menekan anak-anaknya agar bisa keras sepertinya dan kamu tahu? Mengapa aku sering tidak betah di rumah? Ya karena ayah karena ulah ayahku sendiri. Setiap aku pulang bukan di tanya yang baik-baik melainkan kata-kata yang bisa bikin aku tersakiti Kia."

Tess..
Air mata Rania jatuh begitu saja karena Rania sudah tak bisa menahannya lagi.

Saskia yang berada di taman sedikit menitikkan air matanya, "Rania yang malang. Semoga kamu akan mendapat kebahagian kamu, Nia! Aku tahu  kamu pasti kuat, kamu pasti bisa melewati hari-hari yang menggerikan bagimu dengan kebahagian. Rania, aku selalu ada untuk mu, aku janji akan senantiasa memelukmu saat kamu sedang sedih dan mendenggarkanmu cerita saat kamu membutuhkan teman cerita." gumam Saskia.

Rania yang banyak pikiran hari ini ia sampai tak menyadari bahwa ada mobil dari arah kanan yang ingin mengarah ke arahnya, Rania belum sadar itu.

Tin... Tin...
Suara klakson mobil itu membuat Rania tersadar dan segera menggerem sepedanya secara mendadak dan paksaan.

"Kalau jalan lihat-lihat dong! Mata lo dimana, hah?!" galak seorang pria yang mengendarai mobil itu.

"Maaf-maaf, aku nggak tahu." ujar Rania.

"Udah lah sayang nggak usah marah-marah kita lanjut yuk perjalanannya." kata seorang gadis yang berada di mobil itu dengan mengelus dada pria itu agar emosinya sedikit rendah.

Bulu kuduk Rania berdiri membuat ia merinding melihatnya. Mobil itu segera melaju dari hadapan Rania.

Rania menggelengkan kepalanya, ia tahu pria itu adalah kakak kelasnya dahulu yang sangat terkenal tapi pria itu tak menggenal dirinya. Dan Rania juga tahu bahwa itu adalah ceweknya.

Rania seorang wanita, tapi ia tak pernah berpacaran sekalipun itu. Karena ia hanya ingin memfokuskan dirinya untuk sukses terlebih dahulu.

Ibunya juga pernah bilang kepadanya, "Jangan pacaran, ingat loh di luar sana wanita-wanita yang berpacaran masih sekolah SMP, maupun SMA sudah pada salah pergaulan. Kamu hati-hati ya nyari temannya? Ya walaupun ibu tahu kamu itu belum memiliki pacar."

Rania tahu akan hal itu, dan Rania lebih memilih sukses dahulu. Kata Aku sih "fokuslah untuk mengejar impianmu terlebih dahulu kalau soal cowok mah belakang yang penting udah sukses aja."

Rania segera sampai di rumahnya, ia segera menyimpan sepedanya dan segera masuk ke dalam rumahnya.

Tbc...

Oke segitu dulu

Kisah Rania (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang