BAGIAN 21 - Pertemuan Dalam Pertemuan

27 2 0
                                    

Sebuah kantor biro arsitektur bergaya skandinavian menyambut Andin. Tepat setelah pintu depan, sebuah meja penerima tamu dengan seorang perempuan berdiri di baliknya. Di belakang meja itu terdapat tulisan hitam elegan berbunyi Parviz Artsy. Lukisan-lukisan karya seniman lokal pun terpajang di sepanjang dinding lobi.

Perempuan berpenampilan kasual tadi menyambut kedatangan Kenan. "Selamat pagi, Pak." Sapanya sambil tersenyum ramah.

"Pagi. Temen-temen udah pada datang?" jawab Kenan.

"Iya, Pak. Tim drafter juga udah datang baru saja."

Kenan pun tersenyum dan melenggang masuk menuju pintu selanjutnya, di mana terlihat lorong panjang dengan ruangan-ruangan yang beberapa pintunya terbuka. Dia membimbing Andin berjalan bersisian. Gadis itu sempat mengintip pada masing-masing ruangan ketika melewatinya. Penghuninya tampak sibuk melakukan pekerjaan. Dia menoleh pada lelaki di sebelah kirinya sebentar lalu kembali melihat keadaan sekitar. Tampak sekali kalau dia masih bertanya-tanya, apa tujuan dirinya di bawa ke sana meski Andin tahu betul, tempat kerja siapa itu.

"Selamat datang di kantor aku." Ucap Kenan menjawab rasa penasaran Andin. "Kita langsung ke kantin aja, ya. Sebelum temen-temen mulai neror untuk revisian kerjaan, perut harus diisi dulu." Dia pun menggiring Andin untuk terus berjalan menyusuri lorong.

Hingga lorong pertama selesai, di ujung terdapat lorong lagi dan kali ini membelah ruangan secara horizontal. Kenan membawa Andin berbelok ke kiri di mana terpampang sebuah ruangan terbuka luas dengan banyak kursi dan meja dari kayu yang tersebar. Pemandangan jalan raya bisa langsung terlihat dari atas sana. Ruangan terbuka itu pun hanya dibatasi oleh pagar dari besi hitam setinggi dada orang dewasa. Di sudut kanan berderet kulkas berisi minuman serta konter untuk makanan.

Sekali lihat saja, Andin tahu kalau produk-produk makanan yang tersedia merupakan produk dari Parviz Culinary. Ada beberapa karyawan yang sibuk brunch sembari berkutat dengan laptop mereka. Ada pula yang bicara di telepon sedang membahas desain yang istilahnya tak Andin pahami.

Seperti mengerti apa yang sedang dipikirkan Andin, Kenan bicara lagi. Kali ini dia agak merendahkan tubuh agar mulutnya sejajar dengan telinga Andin. "Arsitek nggak punya hari libur. Minggu tetap kerja. Kejar deadline."

Hal itu sontak memunculkan perasaan ganjil pada Andin sehingga membuatnya bergidik pelan. Tentu saja ini luput dari perhatian Kenan yang sudah melenggang masuk kantin. Dia menyapa para karyawan, sementara Andin memilih duduk di sudut yang agak jauh dari hiruk pikuk.

Dia memperhatikan dengan saksama bangunan di sekitarnya.

Dulu Kenan sering membicarakan hal ini dengan Reyhan, mengenai apa yang ingin mereka lakukan saat dewasa nanti. Di saat Reyhan menjawab menjadi ASN adalah jalan teraman serta pekerjaan yang akan didukung penuh oleh keluarga, lain halnya dengan Kenan. Dia tidak ingin berada di bawah bayang-bayang keluarganya. Dia ingin membuat jalannya sendiri. Selama itu, Andin tak paham apa yang Kenan maksud. Sekarang dia pun mengerti dan Kenan membuktikannya sendiri. Kesuksesan lelaki itu sangat terlihat nyata. Poin plus Andin tambahkan pada diri Kenan. Lelaki pekerja keras dan tak takut menggapai mimpi. Kalau sudah begini, apa yang harus Andin lakukan? Menghentikan perasaannya pada lelaki yang begitu sempurna seperti Kenan, pasti akan sulit.

Pandangan Andin pun kembali mengarah pada Kenan yang masih mengobrol dengan karyawannya. Para arsitek muda itu terlihat meminta saran. Dengan lugas dan percaya diri, Kenan memeriksa hasil kerja mereka di laptop. Wajahnya begitu serius. Sedikit kerutan di dahi serta anggukan, dia mulai memberi masukan. Auranya begitu berbeda. Lelaki yang fokus bekerja seperti itu selalu sukses membuat Andin terpana, apalagi dia adalah Kenan.

Buru-buru Andin menggeleng dan mengalihkan pikirannya. Tidak boleh, Andin tidak boleh seperti itu. Tidak baik. Dia tidak pernah diajarkan untuk memikirkan laki-laki atau berkhayal tentang laki-laki sedemikian rupa. Di detik berikutnya, pandangannya pun kembali teralih. Kini dia terpaku pada sosok yang baru saja datang. Perempuan berambut sepunggung dengan dres cantik oranye cerah sepanjang lutut. Kemunculannya membuat karyawan yang berada di kantin serempak mengarah pada pintu masuk. Penampilan sederhana, tetapi sangat elegan. Sosok itu selalu sukses membuat Andin terkesiap sejak pertemuan pertama mereka di kediaman keluarga Parviz.

A-KU & A-MUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang