006. Kamar Alfian beserta Kenangannya

141 25 18
                                    

-

"Psssrt!"

Suara semprotan ruangan membangunkanku dari tidur lelap. Masih setengah sadar, aku mengerang sambil menggeser tubuh ke kanan dan kiri untuk mencari posisi yang nyaman, sesekali memegangi kepalaku yang masih pusing.

Sudah cukup waktu, aku berusaha bangun, lalu memandangi sekeliling kamar yang tak asing. Ini kamar milik Alfian. Beberapa kali saat aku numpang print tugas, aku pernah ke sini. Namun tak seperti waktu-waktu biasanya, kali ini memandangi kamar dengan sesakma. Mulai dari tata ruang yang rapih, aroma pewangi lemongrass yang mewah dan menyegarkan, sampai hal-hal kecil yang tak pernah kusadari sebelumnya, yaitu foto keluarga di samping nakas.

"Ini...." Tanganku lancang mengambil foto berbingkai itu. Bibirku tersenyum hangat ketika melihat bocah kecil dengan pipi mengembang sedang tersenyum sembari membawa bolu ulang tahun yang ke tujuh. Di sampingnya ada ayah dan ibunya yang kompak menatap Alfian kecil dengan senyuman hangat.

Alfian merupakan anak tunggal. Keluarganya terkenal sangat harmonis. Dulu ayahnya menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kota dan sangat dihormati di kampung. Terlebih keluarganya terkenal sopan dan sering membantu warga yang kesulitan. Semua yang Alfian mau, pasti selalu dituruti oleh orang tuanya. Sejak dulu Alfian tidak pernah kekurangan suatu apa pun. Mungkin hal itu juga yang membuatnya tumbuh jadi anak yang manja.

Namun, itu dulu. Sebelum kejadian pahit menimpa keluarganya.

Aku turun dari dipan kasur, menelurusi rak buku yang penuh sesak oleh koleksi pribadi milik Alfian. Tanganku meneliti satu per satu, lalu membaca judulnya dari deret pertama, "Negeri Binatang oleh George Orwell, 1984 oleh George Orwell, Gun Germ Steel by Jared Diamond..." dan masih banyak lagi.

Tidak hanya buku fiksi, beberapa koleksi buku Alfian juga berupa novel. Ada satu yang pernah kubaca, judulnya Notasi karya Morra Quatro. Jika mengingat kejadian demo kemarin, aku jadi teringat adegan Nino dan Nalia--nama pemeran utama dalam novel tersebut--ketika kabur menyelamatkan diri dari kejaran aparat berseragam saat demo tahun 1998.

Aku tersenyum sendiri ketika mengingat Alfian menggenggam tangan, lalu menggendongku di pundaknya. Semuanya masih terasa jelas. Hal itu sebenarnya tidak patut untuk diromantisasi karena bisa saja membahayakan untuk kami. Anak ingusan yang ikut-ikutan turun ke jalan. Andai ayah dan ibu tahu, mereka pasti sangat khawatir.

Kemudian posisiku bergeser ke meja belajar di sebelahnya. Di sini lah biasanya aku duduk ketika menge-print tugas. Di samping meja belajar terdapat kaca besar, aku bisa melihat pantulan diriku di sana. Kupandangi wajahku yang pucat, rambut kusut, serta pakaian yang sama seperti terakhir kali.

Lalu, samar-samar aku mendengar percakapan orang-orang di luar kamar. Aku berencana untuk menemuinya. Namun sebelum hal itu kulakukan, Alfian sudah lebih dulu membuka pintu kamarnya.

"Eh ... kamu dah bangun, Ta?" Alfian tidak datang seorang diri, melainkan bersama seorang perempuan.

Aku mengangguk kecil, lalu tersenyum kikuk ke arah perempuan tadi. Ya Tuhan ... situasi canggung macam apa lagi ini?

"Ya udah, gue tinggal dulu ya, Kak. Maaf ngerepotin," ujar Alfian pada perempuan yang dia panggil 'Kak' tersebut. Lalu pandangan Alfian berganti padaku. "Nanti kalau sudah selesai, aku ke sini lagi, ya!"

Pintu kamar itu pun tertutup lagi sebelum sempat bertanya macam-macam. Perempuan itu berjalan mendekat sembari menjinjing goodie bag merek pakaian ternama.

"Halo, kamu pasti Lita, ya? Aku Yara temannya Alfian."

"Oh ... hai ... iya namaku Lita." Perkenalan yang payah, ditambah lagi aku langsung menggaruk kepala. Yara pasti bisa menilai aku ini perempuan anti sosial yang jarang punya interaksi dengan manusia mana pun. Aku sama sekali tidak bisa memposisikan diriku biasa-biasa saja jika baru kenal dengan orang baru, bahkan cenderung overthinking dengan penilaian mereka terhadapku. "Aduh, maaf ya Kak kalau kelihatannya aku aneh."

Eternal Sunshine (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang