Bab.6|| Macam-Macam Luka dan Obatnya.
____________
Kata orang, menjadi dewasa adalah jalan yang paling sulit untuk dilewati. Ada banyak jalan bercabang, serta lubang-lubang yang membuat jatuh terjerembap. Menjadi dewasa tidak semudah yang orang-orang pikirkan. Proses pendewasaan diri membutuhkan waktu lebih lama dari fase lainnya.
Terkadang dewasa bukan hanya perihal umur dan tanggungjawab. Ada yang umurnya masih terlampau belia, tetapi harus di tuntut untuk berpikir dewasa karena keadaan. Tak jarang, ada pula yang telah berumur matang, namun masih memiliki pola pikir yang kekanak-kanakan. Itu semua perihal lingkungan yang membentuk karakter seseorang. Juga takdir yang semesta gariskan pada masing-masing individu.
"Jimin-a, tolong bawakan makanan ini untuk meja nomor sebelas. Taehyung sedang membuang sampah di belakang."
Jimin menerima nampan berisi beberapa makanan ringan dari Jina yang terpisah sekat antara counter dan tempat Jimin menerima nampan tersebut.
Pemuda itu membawa langkahnya sembari mengeja deretan angka yang ada di masing-masing meja cafe. Kemudian langkahnya berhenti saat menemukan tujuannya. Pada meja nomor sebelas yang berisi sekumpulan pemuda dan mahasiswa seusianya yang berjumlah lima orang.
"Pesanan untuk meja nomor sebelas."
Sekumpulan pemuda yang tengah melempar candaan hingga menimbulkan gaduh di meja nomor sebelas itu mendadak menghentikan obrolan mereka, saat Jimin datang dengan nampan berisi makanan penutup yang mereka pesan. Gaduh di sana sempat terjeda beberapa waktu, membiarkan hening mengambil alih saat Jimin tiba di sana.
Kemudian saat Jimin meletakkan satu per satu makanan tersebut, salah satu dari mereka bersuara dengan lantang.
"Hei, bukankah kau Ryu Jimin dari kelas unggulan di SMA dulu?"
Celetuk dari salah satu mahasiswa berkacamata dimeja itu membuat seluruh atensi terpusat pada Jimin. Beruntungnya, makanan yang Jimin bawa telah disajikan di meja mereka. Sebab jika tidak, Jimin mungkin akan melakukan kesalahan karena jemarinya yang tremor ketika seluruh atensi terpusat padanya.
"Ah, benar. Kau Ryu Jimin, bukan? Aku masih ingat wajahmu," ucap pemuda lain yang ikut memindai tubuh Jimin dari kepala hingga ujung kaki.
Sedang di tempatnya, Jimin semakin memeluk nampan kosong yang ia pegang. Jemarinya bergerak gelisah dengan jelaga hitamnya yang sebisa mungkin menghindari kontak mata dengan kelima pemuda tersebut.
"Y-ya, aku Jimin. Maaf aku tidak terlalu mengingat rekan seangkatanku," papar Jimin. Yang begitu kentara tengah menahan gugupnya.
Jimin semakin menunduk saat merasa seluruh atensi terpusat padanya. Ia merasa ditelanjangi oleh tatap-tatap yang seolah berbicara menyudutkannya karena strata sosialnya yang menyedihkan. Pemuda itu sangat berharap dirinya bisa segera menyingkir dari hadapan mereka. Bahkan jika bisa, Jimin ingin pergi begitu saja dari sana jika dirinya tidak ingat sedang bekerja.
"Tentu saja kau tidak mengingat kami. Bukankah kau dulunya si ambisius yang hanya peduli pada nilai? Kau bahkan tidak mau berteman dengan siapapun."
"Ya! Kim Minsuk! Perhatikan kata-katamu," tegur pemuda yang berada di depan laptop pada pemuda yang sejak awal menaruh atensinya pada Jimin. Namun, pemuda yang namanya di serukan itu hanya membalas dengan decihan sarkas sebelum kembali bersuara.
"Hei, apa aku salah? Memang Jimin terkenal begitu semasa sekolah. Dia terkenal karena semua guru selalu mengagungkan namanya. Tapi dia bahkan tidak mengingat satupun teman sekelasnya." Pemuda bernama Kim Minsuk tadi kembali bersuara. Seolah tak terima dirinya di tegur oleh temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMICOLON [ Hujan&Januari Series ]
FanfictionBagian dari project Hujan & Januari Series _____________ Dari banyak hal berharga yang telah di renggut dari hidupnya. Masa mudanya, kebebasannya, harga dirinya, dan ibu kandungnya. Ryu Jimin hanya ingin satu persen alasan hidupnya untuk tetap tingg...