Bagian 1

3 0 0
                                    

"Ra, udah. Yang pergi biarin pergi, percuma juga kalau kamu nahan dia supaya ngga pergi. Nanti, raga nya bakal tetep sama kamu. Tapi, hati nya engga Ra. Jangan paksa dia buat tetep pertahanin hubungan kalian,"

Aku masih menunduk, mencoba menenangkan diri untuk berhenti menangis. Naya -sahabatku- benar. Aku tidak seharusnya seperti ini. Lagipun, itu sudah setengah tahun yang lalu, tapi rasa sakit itu masih mengakar kuat di ingatanku.

Bagaimana Asraf-mantan pacarku- memutuskan hubungan kami begitu saja, bagaimana ia pergi meninggalkanku tanpa rasa bersalah, dan bagaimana ia memamerkan pacar barunya di depanku tanpa rasa belas kasihan.

Harusnya dengan perlakuannya seperti itu, aku dengan mudah membenci laki-laki itu. Namun, nyatanya hingga saat ini aku masih saja sering menangis mengingat perpisahan pahit yang menbuatku seperti kehilangan setengah warasku waktu itu.

Asraf membuatku lupa, kalau aku juga harus bahagia.

ᴥᴥᴥ

Masuk ke jenjang SMA membuatku gugup. Rasanya, aku tidak ingin sekolah saja sekalian. Semangatku sudah hilang, mungkin ini termasuk dalam pengaruh Asraf yang mematahkan dan menghilangkan segala harapanku. Pengaruhnya begitu kuat, dia hebat.

Hari ini, tepat hari pertama aku masuk ke SMA. Menjadi murid baru tidak menyenangkan. Apalagi harus mengikuti masa orientasi, menyebalkan sekali rasanya. Sebenarnya, aku termasuk dalam orang yang mudah mencari teman dan bergaul. Hanya saja, aku terlalu malas harus berkenalan dan beradaptasi pada lingkungan baru lagi.

Sarapan didepanku hanya menjadi tontonan, tanganku hanya sibuk memainkan garpu dan sendok sambil mengacak-acak isinya. Bunda melihatku, lalu mengambil piring sarapanku dan mulai menyuapiku.

"Ini hari pertama sekolah, jangan sampai kamu sakit" kata bunda, masih sambil menyuapkan nasi ke mulutku.

Aku hanya diam.

"Jangan sedih-sedih kaya gini lagi. Lupain Asraf, cari kegiatan baru di SMA nanti. Sibukin diri kamu, Ra. Bunda ngga tega, liat anak bunda yang tadinya jelalatan kaya setan, jadi pendiem kaya gini," ucap Bunda kelewat jujur.

Jelalatan kaya setan?

ELEGI WIYATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang