Valerie memotret dirinya yang sedang mengenakan outfit dinosaurus tebal, di cermin. Satu hari sebelum konser Jazz di Bandung, Valerie mengirimkan foto outfit-nya itu, kepada Lala dan Rere. Namun, respon Lala dan Rere tidak terlalu baik.
"Lo yakin mau pakai baju dinosaurus kayak begitu? Emang nggak gerah?" kata Lala sedikit mencibir Valerie.
"Val, yang bener aja, itu sih nanti bakalan nyusahin lo. Yang normal-normal aja deh mendingan!" timpal Rere, yang juga tak setuju dengan rencana konyol dari sahabatnya itu.
"Terus gue pakai baju apaan dong? Yang nggak gerah?" tanya Valerie, meminta ide baru kepada kedua sahabatnya. Namun sayangnya, Lala dan Rere sudah malas menanggapi ide konyol dari Valerie itu.
Dalam kebimbangannya, terlintas begitu saja, ide brilliant di kepala Valerie. Bagaimana jika ia mengenakan kostum yang berbahan kertas, agar saat masuk ke dalam venue nanti, tidak terlalu kegerahan.
Dengan sekejap, Valerie pun pergi ke toko stationary, untuk membeli bahan-bahan yang diperlukan. Kali ini, ia benar-benar sangat optimis, akan dilihat oleh seorang Jazz Romario. Semoga saja, perjuangannya tidak menjadi sia-sia.
***
Hari yang cerah, Valerie sudah siap menuju ke Bandung, untuk menonton konser Jazz Romario. Ia pergi ke sana dengan menaiki kereta cepat.
Selama diperjalanan, Valerie selalu memutar setlist lagu-lagu Jazz Romario, untuk kemudian meresapi setiap nuansa melodi yang mengalun. Di dalam kereta yang melaju cepat, Valerie membiarkan dirinya terbawa dalam harmoni musik, membayangkan bagaimana konser nanti akan menjadi pengalaman yang luar biasa.
Valerie dan kostum yang akan ia kenakan nanti. Apakah kali ini, Jazz Romario akan melihat ke arah dirinya?
Sambil menelusuri pemandangan yang berlalu di luar jendela, Valerie merenung tentang bagaimana musik Jazz Romario telah menjadi pengiring setiap momen penting dalam hidupnya. Setiap lagu membawa kenangan bagi dirinya.
Jazz Romario bahkan sudah menemani perjalanan Valerie sedari dulu. Karya-karyanya membuat hati Valerie, selalu dipenuhi oleh rasa bahagia yang tak terkira. Setiap lirik dan melodi yang dilantunkan oleh Jazz Romario, menjadi teman setia di setiap perjalanan hidupnya, memberikan makna pada sukacita dan mengiringi kesedihan.
Dalam setiap nada, Valerie menemukan refleksi dirinya sendiri. Musik Jazz Romario bukan sekadar suara yang menyenangkan telinga, tetapi juga gambaran emosional yang mencerminkan berbagai aspek kehidupan. Inspirasi yang tak terhingga pun, mengalir begitu saja setiap kali lagu-lagu itu terdengar.
Ketika kereta tiba di Bandung, keceriaan Valerie semakin memuncak. Ia melanjutkan perjalanannya, menuju venue konser dengan hati yang sulit diungkapkan oleh kata-kata.
Sesampainya di venue, atmosfer kegembiraan dari para penggemar yang berkumpul membuatnya semakin tak sabar untuk menyaksikan penampilan langsung dari Jazz Romario. Suara gemuruh dan senyuman, bersamaan menciptakan energi yang menggetarkan.
Valerie pun bergegas menuju ke toilet di sekitar sana, untuk memakai kostum yang sudah ia siapkan.
Syukurlah, kali ini ia lolos masuk ke dalam venue.
Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya yang ditunggu-tunggu tiba. Jazz Romario pun naik ke atas panggung dan melakukan pertunjukkannya yang paling menawan. Seperti biasa, suara khas dari Jazz, membuat Valerie selalu terpukau akan kharisma yang Jazz pancarkan.
***
Satu jam berlalu. Di belakang panggung, Jazz Romario, dengan wajah yang pucat masam pun diam memaku, hanya dapat memandangi cermin make up yang berada tepat di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fangirl's Universe
Fiksi PenggemarUsia 34 tahun, belum menikah? Begitulah yang dialami oleh Valerie Oceana. Ia mendedikasikan hidupnya, untuk seorang Jazz Romario, yaitu penyanyi tampan dan populer sejagat raya. Sayangnya, sang idola tidak pernah peduli dengan perhatian yang Valerie...