Disclaimer: I don't own any character in this story
.
.
.
Samar-samar teringat bagaimana ekspresi sakit ibunya ketika melahirkan Gaara, adiknya yang paling bungsu. Walaupun Ia tahu rasanya pasti akan sakit, tapi Temari tak memprediksikan akan sesakit ini. Proses kelahiran anak pertamanya telah selesai sejak puluhan menit yang lalu, namun sisa sakitnya masih mendera di seluruh tubuh.
Netranya menatap suaminya yang sedang menggendong anak mereka yang masih merah, tampak senyum senang suaminya, hal yang beberapa bulan terakhir jarang terlihat. Hanya ada mereka bertiga dalam ruangan itu, mertuanya tak ada dan Temari takkan bertanya karena dia sangat tahu jawabannya.
"Siapa namanya?" Temari mencoba bersuara, walau terdengar seperti cicitan
"Shikadai, Nara Shikadai" Masih dengan senyum, suaminya menjawab. Berjalan mendekat, lalu meletakkan Shikadai yang masih terlelap di sampingnya.
Temari menatap bayi di sampingnya dengan seksama, mungkin belum terlalu terlihat tapi Ia tak melihat sedikitpun bagian wajahnya di sana, hanya wajah Shikamaru, suaminya. Mau tak mau sudut-sudut bibir Temari terangkat, membentuk senyuman, sesuatu yang rasanya telah lama tak Ia lakukan. Akhirnya buah cinta mereka lahir. Dia akan menjadi penyambung benang-benang cinta antara dia dan suaminya yang entah masih tersambung rapuh atau sudah putus. Batin Temari.
Cinta. Sungguh, mereka pernah saling jatuh cinta, walau sekarang mungkin tak terlihat lagi. Temari yang paling tahu, bahwa sejak hari pernikahannya, Ia hidup dalam cinta yang semu. Tentu dirinya masih sangat jatuh cinta, tapi Ia hanya mencinta sendiri.
Sakit. Tentu hatinya sangat sakit. Namun Temari sadar, bahwa semua ini terjadi karenanya. Dalam kisah ini, takdir menjadikannya seorang yang antagonis.
.
.
.
1
Sesekali Temari menutup telinga, demi mendengar teriakan para remaja di sampingnya. Dalam hati Ia mengutuk seseorang yang membuatnya harus terduduk di sana, di tengah remaja perempuan yang tengah meneriakkan nama pemain favorit mereka. Temari sedikit heran, demi apapun itu hanya perlombaan basket, kenapa mereka seantusias itu.
Temari sedang menonton pertandingan basket, bukan-dia bukan penggemar basket, bahkan Ia tak ingat nama-nama sekolah yang sedang bertanding. Ia duduk di sana karena adiknya berada dalam salah satu tim yang bertanding. Ia sedang mengembang sebuah misi penting, membawa adiknya pulang ke Suna. Anak itu sudah terlalu lama berkeliaran di Konoha.
Beberapa kali terdengar desah kecewa penonton saat poin antara dua tim semakin berbeda jauh. Sepertinya tim adiknya akan kalah, timnya telah tertinggal 30 poin.
"Tenang saja, sebentar lagi Shika masuk" Terdengar sebuah suara, beberapa bangku dari tempat duduknya. Tanpa sadar Temari mendengus, tidak mungkin membalik keadaan dengan beda poin setinggi itu di kuarter terakhir. Batinnya.
Kuarter terakhir telah dimulai. Tak ada yang berbeda, mereka bermain seperti 3 kuater sebelumnya hanya saja kali ini, bola terus dipegang oleh tim Gaara, umpan tim lawan terlihat mudah sekali ditebak. Temari mengerutkan kening, pertandingan baru berlangsung 5 menit namun tim Gaara terus mengejar hingga mereka hanya tertinggal 5 poin. Apa ini, Temari semakin mengerutkan kening.
"Shikaaaaaaaaa" Temari sontak menoleh ke arah datangnya suara, tampak seorang gadis berambut pirang tengah berdiri, wajahnya mengingatkan Temari pada boneka-boneka barbie yang selalu Ia mainkan saat kecil. Ia tak tahu bahwa betul ada manusia berwajah secantik itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate or Destiny
RomanceTentang pertemuan kita, apakah itu Fate atau Destiny? Tentang kisah kita, apakah ada akhir yang lain? Ini kisah Yamanaka Ino, Shikamaru Ino, Temari dan Takdir mereka.