[𝟯] 𝗣𝗲𝗻𝘆𝗮𝗻𝗱𝗲𝗿𝗮𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗣𝗲𝗻𝗴𝗼𝗰𝗲𝗵𝗮𝗻

675 16 31
                                    

          Gak maksa buat vote, di baca aja udah bersyukur. Terima kasih <(˶ᵔᵕᵔ˶)>


        🔪⃝  ୧ ۫ ⪩⪨ H̷A̷P̷P̷Y̷ R̷E̷A̷D̷I̷N̷G̷ 🧸 ֹ  ׅ ꒱ 𐘃

Saat fajar menyingsing di sebuah sudut alam yang luas dan terpencil, sebuah rumah terbangun dari tidurnya. Terletak jauh dari keramaian, rumah itu berdiri dengan tenang di tengah hamparan pohon-pohon yang menjulang tinggi dan rimbun. Cahaya pagi yang lembut menembus dedaunan, menciptakan bayangan yang bermain-main di permukaan rumah.

Namun, keindahan luar yang menenangkan ini menutupi rahasia gelap yang tersembunyi di dalamnya. Di balik pintu kayu yang berat, terdapat lorong yang menuju ke ruang bawah tanah. Di sana, terdengar suara langkah kaki yang berat dan pelan, seorang pria misterius yang sedang menuruni tangga.

Saat dia mencapai ruang bawah tanah, cahaya redup dari lampu gantung di atasnya memantulkan bayangan samar di dinding. Di tengah ruangan, terlihat sosok yang terikat erat di kursi. Orang yang disanderanya masih terlelap, tidak sadar akan kehadiran pria misterius itu. Dalam diam, pria itu memandangi sanderaannya, menunjukkan bahwa dia tidak berencana untuk membiarkan orang itu melarikan diri.

"Bangun, aku tahu kamu hanya memejamkan mata," katanya dengan nada dingin yang menusuk.

Namun, orang yang disandera tetap diam dan tidak memberikan respons. Tatapan matanya tertutup rapat, seolah-olah terlelap dalam tidurnya yang damai.

"Apa perlu aku mencongkel kedua bola matamu itu?" ucapnya dengan geram, mengancam untuk menggunakan kekerasan jika orang itu tidak memberikan respons yang diinginkannya.

Dalam keadaan yang ketakutan, orang itu akhirnya berani bertanya dengan suara gemetar, "Kamu siapa? Kenapa kamu melakukan ini kepadaku?"

"Aku orang yang menuntut keadilan kepada mu." ucapnya datar penuh tekanan.

Kemudian, dia mengambil selembar kertas berupa resume orang yang dia sandera. Dalam kegelapan ruangan yang mencekam, dia membaca dengan suara pelan, "Jaya Agustian, lahir pada tanggal 20 Agustus 1981. Bekerja sebagai sekretaris Roy Prasetyo di Office Masters, dengan kekayaan mencapai 84 juta pertahunnya."

Dia menatap dingin ke arah orang yang disandera, "Bahkan terlepas dari masa lalumu yang kelam, kamu hidup dengan kemewahan dan kekayaan yang luar biasa."

"Kamu tidak tahu apa-apa tentang ku!" seru Jaya dengan nada emosi.

"Aku telah menggali informasi tentangmu, Jaya Agustian." ucapnya dingin.

Jaya yang merasa terancam mulai memberontak, "Tolong, lepaskan aku! Aku tidak tahu apa yang kamu inginkan dari ku. Aku tidak pantas untuk disandera seperti ini!"

"Jika aku melepaskanmu sekarang, maka kamu akan menjadi buronan polisi. Aku baru saja meretas saham perusahaan Roy menggunakan akun email-mu," dia tersenyum sinis, menyeringai dengan tajam.

"Apa yang kamu lakukan? Sialan!"

"Menyulut kekacauan dan membuatmu menjadi sasaran tuduhan." dia tersenyum puas setelah mengatakan itu. "Mau tahu yang lebih menyenangkan?"

Dia menipiskan jaraknya dengan Jaya, kemudian membisikkan sesuatu. Jaya terdiam sesaat dengan tatapan kosong, mencoba memahami dengan jeda yang cukup lama. Ada rasa kemarahan yang tertahan saat mendengar bisikan dari manusia jelmaan iblis itu.

"Bohong!" serunya setelah beberapa saat terdiam.

"Terserah, tapi kenyataannya memang begitu," ucapnya terdengar tidak peduli.

"Kenapa kamu membunuhnya?" tanya Jaya dengan suara lemas.

Dia menatap Jaya dengan tatapan dingin, tidak menunjukkan sedikitpun penyesalan. "Ada kebenaran yang harus terungkap dan ada harga yang harus dibayar. Kamu masih belum paham, bukan? Aku tidak peduli dengan nyawa si brengsek itu. Bagiku, Roy hanya menjadi korban dari rencanaku."

𝐇𝐞 𝐈𝐬 𝐩𝐬𝐲𝐜𝐡𝐨𝐩𝐚𝐭𝐡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang