04 🦋

9 2 0
                                    

Happy reading✧⁠

.

.

.







Kini di markas Tenjiku sedang diadakan pertemuan, masalah yang mereka hadapi kali ini cukup berat. Walau mereka adalah berandalan, tapi mereka tak akan menggangu atau melakukan penyerangan secara acak.

Selain karena bukan itu tujuan Izana membentuk Tenjiku, melainkan juga karena akan sangat merepotkan jika harus berhadapan langsung dengan kepolisian. Dan kali ini Izana benar-benar dibuat geram.

"Kalau saja kita menemukan buktinya, mungkin kita bisa membebaskan Hugo dan membersihkan nama Tenjiku" Kakuchou mencoba meredam amarah Izana.

"Aku sudah mencarinya, hanya saja akan memakan waktu" Ran akhirnya melaporkan progres dari penyelidikannya.

"Apa ada yang mengganggu?" Izana yang duduk di kursinya menghampiri Ran

"Hanya sedikit perubahan rencana, tenang saja aku akan mendapatkan bukti untuk menjatuhkan mereka semua"

"Apakah tak masalah walau persidangannya sudah selesai?" Tanya seorang anggota Tenjiku

"Dengan bukti itu, kita bahkan bisa menyeret mereka semua ke penjara. Bukankah begitu Ran?" Ran mengangguk

"Baguslah, jangan terlalu lama Ran" Izana berjalan kembali ke kursinya

"Ku pastikan tak akan lama"

Setelah pertemuan berakhir, kedua kakak beradik itu sampai di apartemen mereka. Rindou yang menyadari perubahan dari Ran menjadi sedikit penasaran, karena kakaknya itu terlihat gelisah sejak dari rumah sakit.

"Apa tak masalah memanfaatkannya?"

Ran yang ditanya begitu oleh Rindou hanya menoleh sejenak dan kembali menatap pemandangan malam.

"Ya, dia akan sangat berguna"

"Tapi kau terlihat keberatan aniki. Jika dia sampai membuatmu melambat, Izana akan marah"

Ran tak langsung menjawab pertanyaan adiknya itu. Menghembuskan asap rokok dengan kasar.

"Aku tahu. Hanya butuh sedikit dorongan dan aku akan mendapatkannya. Kau tak perlu khawatir, Rin"

Gemerlapnya lampu kota membuatnya teringat kembali saat pertama kali bertemu dengan gadis itu. Dengan terus menghisap rokok di mulutnya Ran menoleh ke arah balkon sebelah.

Lampu kamarnya masih gelap. Sepertinya dia belum pulang.

Setelah itu Ran memilih masuk, berpikir bahwa gadis itu bukanlah urusannya. Dia hanya menjadikan Nami sebagai alat untuk mencapai tujuannya. Tidak lebih.

Seperti yang Rindou katakan, dirinya menjadi terlalu bertele-tele. Padahal Ran bisa langsung memintanya. Ancaman kecil sudah akan membuat Nami menyerahkan semuanya.

***

Sedangkan ditempat lain, Nami dengan susah payah mencari ponselnya. Dengan meraba semak-semak akhirnya benda pipih berwarna biru itu ditemukan.

Dirinya bersyukur setidaknya benda itu masih bisa hidup walau sedikit lecet. Sebuah pesan dari ibunya dan 3 panggilan tak terjawab dari orang yang sama. Nami menjadi merasa bersalah pada wanita itu.

Merasa jika sudah terlalu banyak kebohongan yang ia katakan. Dan Nami juga tak tahu sebanyak apalagi yang akan dia katakan di masa depan.

Seharusnya Nami sudah sampai dirumahnya saat jam makan siang, tapi hal yang buruk terjadi. Saat menunggu kereta, tiba-tiba dua orang gadis membawa Nami keluar dari stasiun.

; | Semicolon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang