17. Quality Time

143 19 0
                                    

Author's pov :

Soobin hanya menatap tanpa ekspresi ke arah batu nisan yang ditutupi bongkahan salju di hadapannya itu. Nama yang seharusnya terukir di sana bahkan tak bisa ia baca sama sekali.

"Sudah berapa lama aku tidak datang kemari, ya? Mungkin tujuh tahun." Ujar Seokjin yang kini berjongkok di sebelah batu nisan seraya mulai membersihkan salju yang menutupi makam tersebut.

Sebenarnya, Seokjin juga mengajak Namjoon dan Jungkook untuk ikut datang ke tempat itu. Namun, Namjoon tidak dapat hadir karena ada urusan kantor, sementara Jungkook sedang mengikuti seleksi untuk kompetisi ballet. Alhasil, hanya si bungsu sajalah yang bisa ikut dengannya.

"Apa ada yang bisa kubantu?" Tanya sang anak.

"Hm... coba tolong bersihkan yang sebelah sana."

"Baiklah."

Dengan hanya menggunakan sarung tangan rajut, mereka membersihkan makam tersebut dari salju. Setelah berhasil menyingkirkan semua salju-salju tersebut, akhirnya Soobin bisa membaca nama yang tertera pada batu nisan di makam tersebut.

Han Chang Mi.

"Ia adalah ibuku." Jemari Seokjin bergerak menelusuri huruf-huruf yang terukir pada batu nisan. "Ia meninggal tepat satu minggu sebelum pernikahanku dan Namjoon dilaksanakan."

Soobin menatap dengan penuh simpati. Pastinya itu bukan hal yang menyenangkan untuk kehilangan seseorang yang disayangi tepat satu minggu sebelum hari bahagia yang mungkin saja hanya akan datang sekali dalam hidup seseorang.

"Nenek itu orang yang seperti apa?" Tanya Soobin penasaran.

Seokjin terdiam sejenak. "Um... ia adalah seorang ibu yang sangat protektif dan mau berjuang mati-matian untuk anak-anaknya."

Gambaran tentang sosok wanita yang pekerja keras muncul di benak Soobin. Tiba-tiba saja ia menjadi penasaran, seperti apakah sosok ibu kandungnya? Seperti apakah sosok wanita yang pernah melahirkannya itu? Sosok yang sama pula dengan orang yang sudah membuangnya-

"Hei! Kalian!" Sebuah seruan nyaring tersebut segera membuyarkan lamunan Soobin. Ia menoleh ke arah sumber suara dan menemukan bibinya yang merupakan saudara kembar sang ayah sedang berjalan tergesa ke arah mereka. "Maaf terlambat!"

"Tidak apa-apa." Ujar Seokjin. "Sebaiknya kita jangan berlama-lama di sini, Jisoo. Udaranya semakin dingin."

Jisoo mengangguk. "Lihat, wajahmu mulai memerah karena kedinginan!"

Soobin menoleh ke arah wajah sang ayah. Barulah ia menyadari bahwa wajah tampan milik ayahnya itu kini terlihat semerah kepiting rebus. Soobin ingat, ayahnya itu memang sensitif terhadap suhu. Wajahnya akan terlihat memerah ketika kepanasan ataupun kedinginan.

"Kurasa aku akan masuk ke mobil sekarang. Kita akan pergi ke mana setelah ini?" Tanya Seokjin.

"Bagaimana jika kita pergi ke restoran milik Yoongi Eoppa saja? Aku rindu makan daging steak di sana." Usul Jisoo.

"Ide bagus. Kirimkan pesan padaku jika kau sudah akan berangkat."

"Oke!"

.

.

.

Siang itu di restoran La D' Star.

"Apa temanmu yang waktu itu jadi ingin melamar pekerjaan?" Tanya Jisoo pada sang keponakan.

"Entahlah. Aku akan tanyakan padanya nanti." Jawab Soobin tak yakin.

Golden Spoon | BTXT [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang