18. Jeon, Son, Kim

172 20 11
                                    

Namjoon's pov :

Dua puluh tahun sebelumnya.

"Huah!! Aku lelah sekali rasanya!" Gerutu Yura seraya meregangkan otot-otot tubuhnya. Gadis berambut hitam tersebut terlihat mengenakan celemek berwarna navy bertuliskan "Dalgona Cafe" yang merupakan tempat di mana kami bekerja.

"Jika aku tahu bahwa hari ini akan seramai ini, aku pasti akan memilih untuk berpura-pura sakit dan tidak masuk kerja!" Timpal Kiyoung, si pemuda berambut pirang yang mengenakan celemek yang identik dengan yang digunakan oleh Yura.

"Sudahlah, lebih baik kalian berhenti mengeluh dan bantu aku membersihkan dapur." Ujarku.

"Kau ini tidak memiliki rasa lelah ya, Namjoon? Atau jangan-jangan, kau bukanlah manusia?" Tanya Kiyoung dramatis.

Aku mengerutkan alisku. "Jika bukan manusia, lalu apa? Aku hanya tidak suka menunda-nunda pekerjaan saja."

"Keren! Orang sepertimu pasti akan menjadi orang yang sukses di masa depan!" Ucap Yura.

Aku tersenyum kecil. "Tentu saja. Jika tidak, bagaimana caraku menafkahi keluarga kecil kita nanti di masa depan?"

Wajah Yura terlihat sedikit memerah. "E-eh?"

"Pfftt!!" Kiyoung tertawa terbahak-bahak. "Gombalanmu payah sekali!"

"Bilang saja jika kau cemburu." Ucapku walaupun sebenarnya diriku sendiri sebenarnya juga berpikir bahwa rayuanku sangatlah payah.

"Huh? Untuk apa aku cemburu? Tunanganku jauh lebih cantik daripada perempuan barbar bernama Son Yura itu."

"Apa katamu tadi?!"

Kiyoung segera bersembunyi di balik punggungku. "Tidak, aku tidak berkata apapun!"

"Permisi." Suara berat itu berhasil mengalihkan perhatian kami bertiga. Rupanya Pak Kim, sang pemilik cafe, baru saja datang dengan membawa tiga buah bingkisan di tangannya. "Saya melihat bahwa cafe kita sangat ramai hari ini. Terima kasih atas kerja keras kalian. Namjoon, Kiyoung, Yura, terimalah ini sebagai bentuk ucapan terima kasih saya kepada kalian."

"Tidak perlu repot-repot, Pak." Ujarku tidak enak hati.

"Tidak apa-apa jika kau tidak mau menerimanya, Namjoon. Berikan saja milikmu padaku." Ucap Kiyoung yang segera kuhadiahi sebuah tepukan pada kepala belakangnya.

"Terima kasih banyak, Pak." Kata Yura seraya tersenyum lebar saat menerima bingkisan dari sang bos. Entah mengapa, ia terlihat begitu cantik ketika sedang tersenyum.

Pak Kim kemudian juga membagikan dua bingkisan lainnya kepadaku dan Kiyoung. Setelah berbincang sebentar, ia pun berpamitan untuk pergi.

"Mari kita lihat apa isinya!" Kiyoung segera membuka bingkisan tadi setelah Pak Kim pergi. "Daging? Apa ia baru saja kerasukan roh baik?"

"Coba kita cek kelayakan dagingnya terlebih dahulu. Kalian ingat terakhir kali ia memberi kita roti kadaluwarsa?" Ujarku mengingatkan.

Yura tertawa geli. "Mungkin saja daging itu sudah berada di lemari pendinginnya sejak satu tahun lalu."

"Hm... aku mulai curiga bahwa ini adalah daging manusia!"

"Pffftt! Kau ini berlebihan!"

Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku heran. "Ayo kita segera bersihkan dapur. Aku ingin segera pulang dan tidur. Besok aku harus bangun pagi untuk kelas."

"Ya, ya, baiklah." Kata Kiyoung seraya mulai mengelap meja kompor. "Hm... bagaimana jika kita bertiga pergi ke pantai akhir pekan ini?" Tanyanya tiba-tiba.

Golden Spoon | BTXT [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang