16 : Wedding Ball

21 1 0
                                    

August dan Rowena yang telah sah menjadi sepasang suami-isteri beberapa waktu lalu, di bawa ke Areia House tanpa ditemani oleh satupun anggota keluarga mereka. Kata si kusir, disana masih ada beberapa pelayan dan lady-in-waiting yang siap melayani mereka. Pihak kerajaan sengaja membiarkan mereka hanya berdua, katanya agar mereka menikmati waktu berdua dengan leluasa.

"Sungguh, ini tiga bahkan empat kali lebih luas dari kamarku yang ada di Hanover." ucap Rowena. "Kenapa kau tak bilang denganku kalau ayahmu menyiapkan ini?"

"Aku saja tidak tahu." balas August singkat. Sama seperti Rowena, dirinya pun masih menjelajah ruangan besar ini dengan matanya sendiri.

Rowena benar-benar terkesan akan niat mereka untuk menghias kamar yang luas ini. Seperti diatas kasurnya diberi hiasan kelopak bunga mawar yang dibentuk layaknya hati.

Rowena pikir mereka telah gila, ini sudah agak siang dan, mereka berdua bersiap-siap sedari pagi. Selama waktu itu juga, mereka tidak makan dan minum. Lalu sekarang, lihatlah di kamar yang luas ini tak ada satupun makanan atau minuman.

"Mereka ingin kita dehidrasi atau apa?" omel Rowena. "Kemudian, aku juga sudah tidak betah mengenakan gaun ini." Rowena tidak bisa ganti, gaun pengantin itu susah di lepas kalau hanya satu orang saja.

Tak lama setelah ia mengomel, pintu kamar di ketuk sebanyak tiga kali dari luar. "Masuk," teriak Rowena. Ternyata yang mengetuk pintu adalah dua gadis remaja kira-kira satu tahun lebih tua dari August. Salah satu dari mereka membawa nampan makanan.

"Permisi, Yang Mulia, kami ingin mengantarkan makanan dan membantu Yang Mulia melepas gaunnya." ujar salah satu gadis cantik pembawa nampan yang menurut Rowena agak malu-malu karena dia sedikit menundukkan kepalanya.

"Oh terimakasih! Kebetulan sekali kami lapar," ujar Rowena. "Letakkan saja di meja makan disana." Rowena kembali berbicara sembari menunjuk meja makan minimalis untuk dua orang yang berada dekat lemari pakaian.

Setelahnya, kedua gadis itu meminta izin untuk mengenalkan diri. "Yang Mulia, kami berdua ditugaskan untuk menjadi lady-in-waiting mu." kata gadis yang tadi membawa nampan.

"Bukankah aku punya Luna? Menurutku dia saja sudah cukup."

"Kami diutus untuk membantu Luna." kata yang satunya.

"Oh begitu rupanya, nama kalian siapa?"

"Aku Emma, Emma Winstone." Ternyata gadis pembawa nampan yang malu-malu itu bernama Emma. "Dan aku Vivianne Laurence, Yang Mulia." ujar gadis yang lain.

Emma Winstone memiliki perawakan pendek sekitar 150cm berbeda 20cm dari Rowena, sedangkan pipinya berisi dan alisnya agak tebal, matanya agak sipit, rambutnya sedikit ikal. Sedangkan Vivianne Laurence lebih tinggi 10cm dari Emma. Pipi Vivianne lebih tirus dan rahangnya tegas, rambutnya bergelombang sedangkan matanya jenis monolid.

"Baiklah Emma dan Vivi, sekarang panggil aku dengan namaku saja tidak perlu dengan embel-embel Yang Mulia atau sejenisnya."

ooOoo

Tidak mungkin sekali jika pernikahan Putra Mahkota tidak diadakan dengan meriah, maka dari itu malam ini adalah pesta dansa yang digelar untuk merayakan pernikahan sang Pangeran. Acaranya dimulai pada saat langit benar-benar telah gelap. Namun walau begitu, Rowena dan August bersiap bahkan sebelum matahari terbenam.

Rowena pikir sang raja mengerti betul jika dia tak suka gaun off-shoulder namun nyatanya gaun untuk pesta dansa itu off-shoulder. Gaunnya sendiri berwarna merah menyala yang di sekitar pinggang di hiasi oleh batu Ruby asli dan manik-manik yang berada di bagian bawah serta bagian dada dibuat dengan mutiara asli. Rowena bisa membayangkan betapa mahalnya biaya untuk pembuatan gaun ini.

The Great Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang